Ribuan Hektar Lahan di Hulu Sungai Cimanuk Terlantar, Sebagian Besar Menjadi Lahan Pertanian dan Sayuran

Share posting

Oleh: Rudi Herdiana

kiri: Kasie Konservasi dan Pengembangan SDA, Beny Nugraha dan Staf UPT PUPR Kec. Cikajang. (Photo: Rudi Herdiana – grahabignews.com)

Garut – Selama tidak ada perbaikan di wilayah hulu sungai Cimanuk, maka warga yang berdomisili di sekitar hilir sungai Cimanuk harus menerima resiko bencana banjir. Seperti halnya kejadian pada Selasa (07/04) banjir yang melanda warga Kp. Cimacan Desa Haurpanggung Kec. Tarogong Kidul.

Menurut Beny Nugraha selaku Kasie Konservasi dan Pengembangan SDA pada Dinas PUPR, hasil pengontrolan di lapangan, Rabu (08/04) penyebab utama kejadian banjir, karena telah terjadi alih fungsi lahan besar-besaran di wilayah hulu sungai, yaitu Desa Tanjungjaya Kec. Banjarwangi, Kec. Cikajang dan G. Cikurai di Kec. Cigedug.

Kondisi Pegunungan di Wil Hulu Sungai Cimanuk. (Photo: Rudi Herdiana – grahabignews.com)

Secara rinci, Beny menyebutkan kronologis awal, bahwa wilayah hulu sungai awalnya merupakan lahan hutan dan Perkebunan Teh PTPN Pameugatan. Namun sekitar tahun 2010, tanah  PTPN Pameugatan habis masa berlaku hak guna pakainya (HGP), sehingga menjadi lahan terbengkalai.

“Luas lahan Pameugatan mencapai ribuan hektar, yakni sekitar 2.400 hektar, karena sudah habis masa sewa/hak guna pakai (HGP), akhirnya di babat oleh rakyat dan dijadikan lahan pertanian dengan menanami jenis sayuran,” jelasnya.

Kasi Konservasi dan Pengembangan SDA pada Dinas PUPR Bersama Ka. UPT PUPR Cikajang, Mulyadi, S.Ip Melakukan Cek Lokasi Dampak Banjir di Kec. Cikajang. (Photo: Rudi Herdiana – grahabignews.com)

Karena lahan tersebut terbengkalai, maka sebagian besar lahan itu dimanfaatkan oleh pemodal dan masyarakat untuk dijadikan lahan pertanian guna memenuhi kebutuhan hidupnya. “Setiap hari di awal tahun 2010, masyarakat membuka lahan itu sebesar lapangan bola. Bayangkan, berapa hektar lahan yang sudah beralih fungsi menjadi lahan pertanian,” paparnya.

Sewaktu lahan masih berupa perkebunan teh, tidak pernah terjadi banjir bandang seperti pada tahun 2016 di Kab. Garut. Pasalnya akar tanaman teh yang kuat dan dapat menyimpan air, sehingga air saat hujan tidak langsung mengalir ke Sungai Cimanuk, tapi tertahan di tanah.

Kondisi Pegunungan di Wil Hulu Sungai Cimanuk. (Photo: Rudi Herdiana – grahabignews.com)

Kondisi sekarang, masih kata Beny, ribuan hektar tanaman sayuran terhampar di sekitar hulu Sungai Cimanuk. Maka ketika hujan turun dengan durasi di atas 3 jam, air hujan bercampur tanah meluncur langsung ke Sungai Cimanuk, sehingga dampaknya terjadi banjir di wilayah hilir.

Apabila kondisi ini di biarkan, paparnya, niscaya setiap turun hujan dengan durasi cukup lama, masyarakat yang berada di hilir sungai Cimanuk akan dilanda banjir. “Paling utama untuk penanganan berupa konservasi tanah, yakni dikembalikan kembali ke kondisi semula,” tandasnya.

Cek Lokasi di Desa Girijaya Kec. Cikajang. (Photo: Rudi Herdiana – grahabignews.com)

Dalam penanganan, harus ada kolaborasi antara Pemkab Garut, Pemprov. Jabar dan Pemerintah Pusat, mulai dari intansi Perkebunan, Kehutanan, BKSDA, BPDAS-HL untuk melalukan konservasi tanah di kawasan hulu Sungai Cimanuk.

Di akhir pembicaraannya, dirinya menyebutkan, konservasi tanah harus segera dilakukan dengan cara penanaman tanaman tegak, semisal pohon kopi atau lemon. Dengan menanam Kopi dan Lemon, selain menjaga tanah juga pemberdayaan masyarakat, sehingga warga tidak kehilangan mata pencahariannya.


Share posting

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *