Artikel

SEABAD FLU SPANYOL (Bagian ketiga Tamat)

Share posting

Artikel Eksklusif Pasulukan Loka Gandasasmita

Oleh : H Derajat

foto sejarah file Pasulukan Loka Gandasasmita-grahabinews.com

Sejarah Yang Berulang

Akhirnya sampailah kita kepada bagian terakhir dari Fakta tentang Flu Spanyol yang mewabah di dunia seabad yang lalu dimulai tahun 1918. Terima kasih kepada Sdr Ravando Lie yang mengungkap sejarah ini semoga kita bisa mengambil hikmah dan segera bisa menangani wabah Virus Corona saat ini.

PERKEMBANGAN FLU SPANYOL DI INDONESIA

(“The Influenza Pandemic of 1918 in Indonesia”)

Dalam hitungan minggu, virus menyebar secara masif ke Jawa Barat (Bandung), Jawa Tengah (Purworejo dan Kudus), dan Jawa Timur (Kertosono, Surabaya, dan Jatiroto). Dari Jawa, virus menjangkiti Kalimantan (Banjarmasin dan Pulau Laut), sebelum mencapai Bali, Sulawesi, dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Memasuki Oktober 1918, virus telah mencapai pulau-pulau kecil di sekitar Kepulauan Sunda.

Sebulan berselang, virus telah mencapai Papua dan Maluku, 10 dari 1000 orang meninggal akibat flu ini. Menurut Oetoesan Hindia, lebih dari 10 persen populasi di Pulau Seram meninggal akibat keganasan virus ini. Sementara, 60 persen penduduk Makassar yang berjumlah sekitar 26.000 jiwa dilaporkan terjangkit virus ini dan 6 persen dari mereka tewas.

Pewarta Soerabaia mencatat, hingga pertengahan Juli 1918, Flu Spanyol telah menjangkiti 70 polisi di Jawa dan membunuh 10 orang Tionghoa di Medan. Beberapa perusahaan di Surabaya bahkan harus mengurangi produksi karena lebih dari setengah karyawannya tidak dapat masuk kerja karena terkena Flu Spanyol. Sin Po bahkan mengabarkan kemungkinan keterlambatan tiba korannya agar masyarakat memaklumi. Sementara itu, sebuah perusahaan di Ambon harus menerima kenyataan hanya sembilan pekerjanya (dari total 800 pekerja) yang bisa masuk kerja.

Seluruh rumahsakit mendadak kebanjiran pasien sampai harus menolak banyak pasien karena keterbatasan kamar. Para dokter tidak mampu berbuat banyak lantaran mayoritas dari mereka belum pernah melihat gejala penyakit seperti itu. Mereka hanya bisa merekomendasikan kina dan aspirin untuk menurunkan panas sang pasien.

Menurut  Koloniaal Weekblad (1919), masing-masing dokter di Makassar harus bertanggungjawab terhadap nasib 800 pasien. Saking frustasinya, dalam sebuah rapat regional di Rembang, Dr. Deggeler sampai menyatakan bahwa tidak ada obat untuk menyembuhkan penyakit itu, selain amal baik seseorang.

Beberapa dokter justru memanfaatkan momentum pandemi itu untuk menaikkan tarif pengobatan. Dr. Hoefer dan Dr. Rademaker di Surabaya, misalnya, secara sepihak menaikkan tarif dari f.1,5 menjadi f.3. Mereka berdalih tindakan tersebut diambil supaya tidak harus melayani banyak pasien. Pewarta Soerabaia menganggap dokter tipe tersebut hanya mengambil keuntungan dari orang sakit. Mereka dianggap melanggar sumpah dokter karena tidak memprioritaskan pasien yang membutuhkan dan hanya berpikir memperkaya diri.

Akibatnya, berkembang stereotip dokter Eropa cenderung memprioritaskan pasien dari golongan berada sehingga pasien kurang mampu takut berobat ke rumahsakit atau memanggil dokter. Umumnya, mereka hanya mengandalkan pengobatan tradisional, yang seringkali juga tidak berakhir manjur.

Dalam rapat Volskraad, Dr. Abdul Rivai menyebutkan bahwa pandemi telah menjangkiti lima persen dari total populasi di Surabaya. Di Pasuruan, mayat-mayat terpaksa dibaringkan di jalan karena banyak penggali kubur terjangkiti virus tersebut. Koloniaal Weekblad (1919) menuliskan, influenza masih mengamuk di berbagai wilayah Kalimantan pada akhir Desember 1918.

Menurut laporan Zendeling Borch, banyak penduduk meninggal akibat influenza dan pneumonia, biasanya didahului dengan demam tinggi hingga 41 derajat Celsius.

Gelombang kedua Flu Spanyol terjadi pada Oktober-Desember 1918 meski di beberapa tempat, terutama di kawasan timur, berlangsung hingga akhir Januari 1919. Pewarta Soerabaiamelaporkan, virus masih mengganas di Buton pada awal Januari 1919. Kasus kematian juga terjadi di beberapa perkebunan di Sumatera, yang dilaporkan Harian Andalas.

Sin Po menyebutkan Flu Spanyol membuat beberapa perkebunan di Jawa Barat menderita. Sebanyak 200 pekerja di Wanasukan terinfeksi pandemi sehingga tidak dapat bekerja. Kondisi serupa terjadi di Talun, mengakibatkan produksi kopi terhambat. Di Padang, kegiatan belajar-mengajar di Sekolah Adabiah dihentikan karena mayoritas murid dan gurunya terinfeksi Flu Spanyol. Begitu juga dengan Kartinischool Goenoeng Sari dan Kweekschool Goenoeng Sari di Batavia dan HIS Gorontalo.

Laporan BGD tahun 1920 menyebutkan, “Seloeroeh desa di Hindia Olanda hampir tidak ada jang tidak terinfeksi oleh penjakit flu.” Akibatnya, menurut laporan itu,  “[P]intu rumah tertutup. Jalan-jalan begitu lengang. Anak-anak menangis di dalam rumah karena merasa lapar dan haus. Banyak binatang bahkan meninggal kelaparan. Hari-hari tersebut sangat penuh dengan kesengsaraan.”

Menurut data mortalitas dalam  Handelingen van den Volksraad tahun 1918, pada November 1918 sebanyak 9.956 orang meninggal karena kolera, 909 karena cacar, 733 karena pes. Jumlah itu jauh lebih kecil dibanding jumlah korban Flu Spanyol di bulan yang sama, 402.163 jiwa.

Tidak diketahui pasti berapa jumlah korban Flu Spanyol di Hindia mengingat jumlah penduduk Indonesia saat itu belum diketahui pasti dan sensus pertama baru diadakan pemerintah kolonial pada 1920 sehingga besar kemungkinan korban Flu Spanyol di daerah-daerah terpencil tidak tercatat. Pewarta Soerabaia menyebutkan, hingga 23 November 1918, jumlah korban meninggal akibat berbagai wabah penyakit di Indonesia mencapai 1,5 juta jiwa dan mayoritas adalah korban Flu Spanyol. Sementara menurut Colin Brown dalam “The Influenza Pandemic of 1918 in Indonesia”, korban Flu Spanyol di Indonesia sebanyak 1,5 juta jiwa. Statistik dalam Koloniaal Verslag menginformasikan, Flu Spanyol mengakibatkan peningkatan persentase angka kematian di berbagai wilayah di Jawa Tengah dan Jawa Timur hingga dua kali lipat, bahkan lebih.


Share posting
wishnoe ida

Recent Posts

Peserta Ujian Kesetaraan Paket C di PKBM Nurul Ikhsan, Berjalan Lancar dan Penuh Semangat

Oleh: Wida Heryani & Rudi Herdiana Grahabignews, Garut - Ujian kesetaraan Paket C di kabupaten… Read More

6 jam ago

Jelang Purnabakti, Peltu Azhar Tetap Sigap Bantu Sukseskan TMMD ke 120

Oleh: Rudi Herdiana Grahabignews, Garut - Di akhir masa kedinasannya Peltu Azhar masih sigap mengabdikan… Read More

3 hari ago

Leuwi Asri menjadi sponsor Utama Kontingen Kecamatan Bayongbong pada PORKAB Garut 2024

Oleh: Gun Gun Imat Grahabignews, Garut - Perusahaan swasta Leuwi Asri menjadi sponsor utama ajang… Read More

3 hari ago

Semangat Lansia Desa Cintadamai Bantu Personel Satgas TMMD ke 120 Kodim 0611/Garut

Oleh: Rudi Herdiana Grahabignews, Garut - Memasuki hari ke 7, ada yang menarik dalam pembangunan… Read More

3 hari ago

Puluhan Pelajar Ikuti Penyuluhan Bela Negara dan Wawasan Kebangsaan TMMD ke 120 Kodim 0611/Garut

Oleh: Rudi Herdiana Grahabignews, Garut  - Sebanyak 80 pelajar SMP dan SMK Rasana Rasyidah mengikuti… Read More

4 hari ago

Sasaran Non Fisik TMMD ke 120 Kodim 0611/Garut Penyuluhan Kesehatan Pada Masyarakat

Oleh: Rudi Herdiana Grahabignews, Garut - TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) ke 120 TA 2024… Read More

4 hari ago