ETIKA SEORANG GURU
Ajaran Walisanga tentang sikap yang harus dimiliki seorang Guru
Artikel eksklusif
Oleh : H Derajat
Dewasa ini betapa banyak orang mengaku sebagai Ustad, Kyai, Ajengan tanpa orang tersebut menjalankan kepribadian yang sesuai dengan pedoman etika seorang Guru, kenapa ? Ya karena mereka memang tidak punya pedoman hidup sebagai seorang Guru (Mursyid) sehingga mereka hanya mengikuti nafsunya sendiri-sendiri saja.
Kita disuguhkan perdebatan antar mereka tentang suatu keadaan, kejadian, tentang suatu peribadatan yang sesuai dengan pendapat mereka masing-masing. Kita dicekoki untuk menjadi suka dengan perdebatan dalil, tanpa kita sadari bahwa banyak diantara penceramah itu menyajikan dalil itu bukan untuk mencerahkan umat namun untuk mengejar Viewers semakin banyak viewers terhadap penyajian perdebatan antar mereka maka semakin populerlah mereka ini dan semakin banyak mereka diundang untuk berceramah.
Biarkanlah mereka demikian itu, namun bagi kita saat ini tidak perlulah kita menjadikan diri kita sebagai seorang panutan apalagi sebagai seorang Guru, biarkanlah orang lain yang menilai diri kita tanpa kita punya rasa ingin ditetapkan sebagai pribadi yang lebih mulia dari yang lain. Ikutilah pedoman kehidupan sebagai seorang pemimpin, jadilah kita seorang Guru bagi anak istri kita sendiri dan yang terjauh bagi keluarga dekat kita. Apabila umat di sekeliling kita memang menghendaki agar kita mengajarkan ilmu dari diri kita, ajarkanlah mereka dengan cara yang bijaksana dengan tetap mempertahankan sikap rendah hati.
Dalam salah satu bagiannya, Lontar Ferrara yang dibuat oleh Khalifah Wali Sanga memaparkan karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang guru yang dirangkum dalam 20 karakteristik sebagai berikut :
Memahami ilmu syari’at baik berupa perintah untuk melaksanakan maupun larangan-larangannya (arep weruh elmu syareat sekira-kirane kang kinon anglampahakna, ingkang nora kawasa ora, muwah ingkang aninggahana lan kasinggahan).
Berpegang teguh pada kebenaran, mengikuti seluruh sunah jama’ah. Menghalangi agar orang tidak murtad dari Agama Islam (sisiskepan arep abener, arut nut ing satingkahing sunat jama’at, aja amung pang, kalawan ta angalangana lamun ana wong tiba saking agama Islam)
Hendaklah berupaya berhati-hatilah dalam beragama dan bijaksanalah dalam menjalani hidup (arep abudi, den wiweka praniti, atiti ing agama Islam, arep wicaksana tingkahing urip).