Bos Berduit Jaring Apung Waduk Cirata Rambah Lokasi Waduk Jati Gede? Nelayan Pribumi Minta Keadilan Pemerintah

Share posting

Oleh : Litbang GrahaBigNews, Abah Cecep

 

Bos Berduit Jaring Apung Waduk Cirata Rambah Lokasi Waduk Jati Gede? Nelayan Pribumi Minta Keadilan Pemerintah (foto oleh Abah Cecep-grahabignews.com)

Untuk pembaca budman GrahaBgNews, di hari Senin (20/7) suatu informasi semoga bermanfaat hasil pantauan kami, Sabtu (18/07) terkait keberadaan jaring apung dirambah para bos d waduk Cirata Jati Gede.

Keberadaan waduk Jati  Gede dari mula perencanaan sampa pelaksanaan, tak henti-henti di rundung permasalahan yang sangat dnamis dengan berbagai bumbu kehidupan.

Konon katanya,  menurut certa, bahwa bendungan/ waduk Jati Gede sudah direncanakan dari zaman penjajahan colonial Belanda tahun 1812 M.

Sesudah kemerdekaan, pada 1963 gagasan pembuatan waduk Jati Gede muncul kembali, beberapa dekade dengan rentang masa yang sangat pabjang, akhirnya pemerintah pusat daan Provinsi Jawa Barat pada tahun 1982 melakukan relokas tahap pertama, dan pembebasan lahan-lahan yang akan tergenang oleh waduk Jati/ bendungan Jati Gede.

Pada tanggal  22  Oktobver 2011, pembaqngunan  dimulai dengan ditandai peletakan prasasti/ batu abadi oleh Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto.

Waduk Jati Gede ke dua terbesar sesudah waduk Jati Luhur di Purwakarta  pembangunan bendungan Jati Gede dimanfaatkan untuk air irigasi rentang yang akan bisa mengalir lahan sawah di Pantura sekitar 90.000 Ha, dan kebutuhan air baku serta pengendalan banhr sungai Cimanuk, dan PLTA dengan kekuatan 110 Mega Watt.

Genangan air  Jati Ged, telah menenggelamkan peradaban mulai kerajaan Tembong Agung sebagai cikal bakal kerajaan Sumedang Larang dan warga Jati Gede saat ini.

Hal ini terbukti dengan dihapusnya 6 peta wilayah Kabubaten, waduk Jati Gede diresmikan oleh Menteri PUPR pada hari Senin Bulan Agustus Tahun  2015.

Pada waktu itu, dengan ucapan Basmalah dan gaumnya suara sirine mengiringi penurunan pintu bending untuk dimulainya penggenangan waduk Jati Gede dengan panjang DAM sekitar 1,5 Km, Lebar 50 Meter, dan Volume air 1 miliar Meter Kubik dengan luas area 4000 Ha menenggelamkan 6 Desa di 5 Kecamatan.

Lima tahun sudah berlalu, waduk Jatii Gede Kabupaten Sumedang mampu menyuguhkan tempat pariwisata yang sangat cantik dan menambah ikon, selain kuliner Tahu Sumedang dan situs-situs bersejarah serta tempat wisata lainnya, sehingga motto Sumedang terwujud dengan perjalanan waktu perkahan namun pasti yaitu, “ Sumedang Tandang Nyandang Kahayang”.

Keberadaan waduk Jati Gede, membawa berkah bagi warga masyarakat sekitar, dimana masuarakat sudah merasakan dampaknya dengan berdatangannya wisatawan yang berkunjung ke Jatii Gede, sudah ada Hiimpunan Nelayannya.

Ketika GrahaBigNews menelisik informasi, bagaimana keberadaan nelayan di waduk Jati  Gede, Alhamdulillah menurut mereka manfaatnya sudah dapat dirasakan untuk mengais rezekii dari menjaring ikan di waduk tersebut.

Pertanyaan GrahaBigNews berlanjut pada mereka,  berapa banyak jaring apung yang telah dimiliki para nelayan? Mereka menjelaskan, bahwa  mereka tidak mempunyai jaring, karena takut akan peraturan, tapi sebagian masyarakat ada yang membuatnya secara konvensional dengan memakai bagan/rakiit tidak permanen seperti para pendatang daerah Cirata dan Jati Luhur.

Berapa kira-kira modal yang diperlukan untuk 1 unit kolam jarring apung? Kalau dikonvemsional anatara-10-15 juta rupiah, harga tersebut adalah harga jaring bekas. Sedangkan harga permanen, kisaran anatara 25 – 35 juta.

Ketika disinngung GrahaBigNews, kenapa banyak pendatang yang tidak bisa menggandeng pribumi, semacam aliansi atau LSM, mereka menjawab tidak tahu siapa itu aliansi, atau LSM.

Tidak puas dengan temuan di lapngan, GrahaBigNews akhirnya turun langsung ke tengah melihat dari jauh keberadaan jarring apung. Dan memang benar adanya, bahwa masyarakat setempat hanya memgugunakan bagan atau rakit. Menurut mereka, bahwa  aturan dari pemerintah tidak memperbolehkan bagi nelayan  untuk membuat jaring permanen.

“Jika para Bos diperbolejhkan, kenapa kami rakyat kecil tidak boleh? Masa kami harus membongkarnya agar  kami menjadi nelayan? Tolonglah, kepada pihak pemerintah harus adil, jangan tebang pilih dalam segala hal”, tanya dari salah satu nelayan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Share posting

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *