Nasehat Sesepuh Tanah Jawa (1)

Share posting

Artikel Eksklusif

Oleh : H Derajat

Ilustrasi-morfobiru.com

Selamat Tahun Baru 2022, semoga Tuhan memberikan keberkahan, keselamatan, kesehatan dan limpahan rizki kepada kita semua memasuki Tahun 2022 yang penuh tantangan ini.

Ingin kusampaikan beberapa Nasehat agung yang kupetik dan sarikan dari Kitab Jawa Kuno yang berisi tentang akhlak sebagaimana amanah seluruh agama dipermukaan bumi bahwa harus mendahulukan adab dan kasih sayang ketimbang ilmu.

Dalam Serat Kalatidha, R. Ng. Ranggawarsita berkata:  “Mundhak apa aneng ngayun, Amdhedher kaluputan, siniran ing banyu lali, lamun tuwuh dadi kekembangan beka.”

(Apa guna menjadi pembesar, jika hanya menanam benih kesalahan yang disiram air kealpaan (lupa). Akhirnya tumbuh pohon bencana)

“Amenangi jaman edan, ewuh aya ing pambudi. Melu edan nora tahan, yen tan melu anglakoni boya keduman melik, kaliren wekasanipun. Dilalah kersane Allah, sabegja-begjane wong kang lali, luwih begja wong kang eling lawan waspada.”

(Mengalami zaman edan, pikiran serba ragu. Jika turut tak akan tahan, sedang tak ikut tak kebagian, berujung kelaparan. Tetapi atas kehendak Allah, seberuntung apapun orang yang lupa, masih lebih beruntung orang yang sadar dan waspada)

Sikap hidup bagi orang yang melakukan Suluk atau ngolah rasa bagi penuntut ilmu dikatakan dalam Serat Wedharaga, R. Ng. Ranggawarsita mengatakan:  “Lamun sarwa putus, kapinteran simpenen ing pungkur, bodhonira ing ngarsa yekti, gampang traping tindak tanduk, amawas pambekaning wong.”

(Jika telah paham, simpanlah kepandaian di belakang, perlihatkan kebodohan di depanmu, memudahkan cara bersikap, memahami sikap orang lain)

“Akeh lumuh katokna balilu, marma tansah mintonaken kawruh pribadi, amrih denalema punjul.”

(Banyak-banyaklah menahan diri dan memperlihatkan kebodohan, jangan menonjolkan kemampuan sendiri, dan jangan pelihara sikap ingin dipuji)

“Umpama jun kurang banyu, kocak-kocak kendhit ing wong, menawi kebak kang jun, yekti anteng denindhit ing lambung, iku bae kena kinarya palupi, pedah apa umbag umum, mundhak kaeseman ing wong.”

(Bila bejana kurang airnya, terguncang dan berbunyi, jika penuh air dalam bejana, pasti tenang saat digendong, itu saja bisa dianggap contoh, untuk apa sombongkan diri, hasilnya ditertawakan orang)

“Lamun seje murad maksudipun, rasakena ing ati, dipun nastiti, aja pijer umbak umuk, mundhak kawiyak, yen bodho”

(Jika menjumpai perbedaan maksud, rasakan dalam hati, perhatikan benar, jangan congkak dan berkoar, bisa-bisa terbuka kebodohanmu)

“Akanthia awas emut, mituhun wewarah kang mikolehi, aja tinggal weweka ing kalbu, den taberi anggeguru, aja isin atatakon.”

(Peganglah sikap waspada, ikuti petunjuk dan nasihat, terus berguru dan jangan malu bertanya-tanya)

“Mangkono kang tinemu, awit anom amendenga laku, ngungkuri mangan lan turu sawatawis, amekak hawa napsu, dhasarana andhap ansor.”

(Demikianlah yang baik, sejak muda menekuni laku, mengurangi makan dan tidur, mengekang hawa nafsu, menjaga sikap rendah hati)

“Lamun wong ngaku cukup, mratandhani kukurangan iku, wong ngungasaken kakendelan tandha jirih, wong ngaku kiyat pengkuh, tanda apes amalendo.”

(Bila orang mengaku kaya, menandakan ia miskin, orang yang menunjukkan keberaniannya tandanya ia penakut, orang mengaku kuat sentosa, tandanya ia lemah dan tak dapat diandalkan)

“Wong ngaurip wus tamtu, akeh pada arebut piyangkuh, lumuh lamun kasor kaseser sathithik, nanging singa peksa unggul, ing wekasan dadi asor.”

(Dalam hidup pasti, banyak orang berebut kebanggaan, tidak mau kalah dan bergeser sedikit, tapi siapa yang memaksa unggul, akhirnya menjadi hina)

Inti sari dari perilaku baik sebagai buah dari ketaatan kita dalam menjalankan agama yang dipetik dari Kitab Serat Sopanalya dikatakan oleh R. Ng. Ranggawarsita:  “Kaping lima tapaning suksma puniku, gelara marta-martani, lega legawa ing kalbu, aja munasikeng janmi, amonga atining wong.”

(Yang kelima (dari tujuh) tapa suksma itu, bersikaplah rendah hati, tulus ikhlas dari hati, jangan mengganggu seseorang, jagalah perasaan orang lain)

Hubungan sesama manusia sebagai sarat manusia beragama telah disebut dalam Kitab Serat Nitisruti, Pangeran Karanggayam mengatakan beberapa nasehat penting berperilaku:  “Kang sinebut ing gesang ambeg linuhung, kang wus tanpa sama, iya iku wong kang bangkit, amenaki manahe sasama-sama.”

“Yang dimaksud dengan hidup yang luhur, yang tanpa tandingan, yaitu orang yang mampu membahagiakan sesamanya)”

“Saminipun kawuleng Hyang kang tumuwuh, kabeh ywa binada, anancepna welas asih, mring wong tuwa kang ajompo tanpa daya. Malihipun rare lola kawlas ayun, myang pekir kasiyan, para papa anak yatim, openana pancinen sakwasanira.”

(Kepada sesama makhluk Tuhan, jangan dibeda-bedakan, tanamkanlah rasa kasih sayang kepada orang-orang jompo yang tak berdaya. Juga kepada anak-anak yang butuh belas kasih, fakir miskin, anak yatim, peliharalah semampumu)

“Yen amuwus ywa umres rame kemruwuk, brabah kabrabeyan, lir menco ngoceg ngecuwis, menek lali kalimput kehing wicara.”

(Jika bicara janganlah cerewet, orang tidak akan suka, seperti burung berkicau, melenceng maksud sebenarnya dikarenakan terlalu banyak bicara)

“Nadyan ratu ya tan ana paenipun, nanging sri narendra, iku pangiloning bumi, enggonira ngimpuni sihing manungsa. Mapan sampun panjenengan sang aprabu, sinebut narendra, ratuning kang tata krami.”

(Meski seorang raja juga tidak boleh berbeda, dialah cermin di dunia, dalam hal menghimpun rasa kasih, sebab setelah diangkat menjadi pemimpin, ia disebut narendra, raja dalam tata krama)

“Dene lamun tan miraos yen amuwus, luwung umandela, anging ingkang semu wingit, myang den dumeh ing pasmon semu dyatmika.”

(Jika merasa bicaranya tidak berisi, lebih baik diamlah, terutama untuk hal-hal yang penting dan mendalam, bersikaplah tenang)

“Kang kalebu musthikang rat puniku, sujanma kang bisa, ngarah-arah wahyaning ngling, yektinira aneng ngulat kawistara.”

(Yang termasuk pribadi unggul adalah, yang mampu bertutur kata benar dan terarah, sesungguhnya demikian itu tampak dari mimik wajahnya)

“Ulat iku nampani rasaning kalbu, wahyaning wacana, pareng lan netya kaeksi, kang waspada wruh pamoring pasang cipta.”

(Mimik wajah itu menunjukkan ekspresi hati, keluarnya tutur kata bersamaan dengan sorot mata, yang waspada akan mampu menilik dalamnya pikiran)

https://pasulukanlokagandasasmita.com/petikan-nasehat-para-bijak-dalam-kitab-jawa-kuno-1/

Semoga dapat memberikan manfaat baik untuk diri pribadi maupun untuk masyarakat, bangsa dan negara. Aamiin.

 


Share posting

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *