Memandang Manusia Sebagai Nur Muhammad
inilah kunci menjadi seorang Wali Allah, yang mana kita bisa memandang Allah di alam nyata bukan hanya dalam angan-angan belaka.
Oleh : KPHA Panembahan Derajat Hadiningrat
Ketua Pasulukan Loka Gandasasmita
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Telah berkalam Mursyid kami yang mulia Abah Guru Sekumpul sbb :
Bahwasanya apabila kita berpandangan dalam diri manusia itu adalah Nur Muhammad, mana mungkin kita berani mencacinya, menghinanya, merendahkannya, dan kita wajib menjaga sikap adab sopan santun ketika berhubungan dengan mereka.
Mengapa demikian ? karena kita mengetahui bahwa Nur Muhammad itu dari Nur Allah sebagaimana difirmankanNya :
قَدۡ جَآءَكُمۡ مِّنَ اللّٰهِ نُوۡرٌ وَّكِتٰبٌ مُّبِيۡنٌ
Sungguh, telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menjelaskan. (Al Maidah ayat 15)
Dengan memahami ayat ini maka sungguh kehidupan ini adalah Kitab Suci yang nyata yang dipersembahkan Allah Ta’ala bagi manusia yang berpikir.
الٓمّٓۚ
Alif-Laaam-Miiim
ذٰلِكَ الْكِتٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيْهِ ۛ ھُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَ
Zaalikal Kitaabu laa raiba fiih; hudal lilmuttaqiin
Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa,
Mursyid mulia kami berkalam bahwa kita wajib berpandangan bahwa hubungan dengan sesama manusia (hablum minan naas) adalah bentuk dari hubungan dengan Allah (hablum minallah) jadi bukan semata hubungan vertikal dan horizontal sebagaimana pandangan umum.
Hal ini sebagaimana Rasulullah SAW pun bersabda :
وَمَنْ لَمْ يَشْكُرِ النَّاسَ لمَ ْيَشْكُرِ اللهَ
“Wa-man lam yasykur an-nas lam yasykur Allah”
Siapa yang tidak mensyukuri manusia maka dia tidak mensyukuri Allah. (HR. Abu Daud dan At-Turmuzi)
Kesimpulannya, bahwasanya insan (manusia ) itu sesungguhnya bertubuh diri Nur muhammad atau bertubuh diri batin,…dan diri Nur muhammad atau diri batin itulah “DIRI INSAN” atau “DIRI MANUSIA”…!!. Sebagaimana Mursyid Agung kami Sunan Kalijaga berkalam bahwa Badanku badan ruhani, kang sipat langgeng wasesa….
Apabila kita sudah memahami hal ini, maka kewajiban kita untuk mengenal Allah tentunya sangatlah bisa kita lakukan dengan cara mencermati, menata kebaikan, menambah adab kita pada hubungan dengan sesama manusia.
Karena pada dasarnya manusia adalah Sirr Allah Ta’ala sebagaimana firman Allah dalam hadist qudtsi ; Al insaanu sirri wa ana sirruhu yang artinya Manusia itu rahasiaKu, dan Akulah rahasianya,….! dan kewajiban setiap insan atau manusia adalah untuk mengenal diri “RAHASIA”nya, atau mengenal diri “BATIN”nya atau mengenal diri “NUR MUHAMMAD”nya.
Ingatlah wahai saudaraku, kekasihku bahwa mengenal Allah itu adalah kewajiban yang apabila tidak kita upayakan dan perjuangkan maka kita telah kehilangan agama, tercabut iman di dalam hati kita. Naudzu billah.
Telah kita fahami bersama bahwasanya Awaluddin Ma’rifatullah, Awal kita beragama adalah dengan mengenal Allah.
Perintah Allah bahwa kita harus berjuang mengenalNya telah tercantum dalam firmanNya :
يَا أَيُّهَا الْإِنْسَانُ إِنَّكَ كَادِحٌ إِلَىٰ رَبِّكَ كَدْحًا فَمُلَاقِيهِ
“Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui Nya.” (QS. Al Insyiqaq : 6)
Dimanakah kita menemui Allah ? Dengan tegas Dia Yang Maha Suci telah berfirman :
وَفِي أَنْفُسِكُمْ ۚ أَفَلَا تُبْصِرُونَ
“Dan pada dirimu itu, mengapakah kamu tidak melihat (tanda-tanda dan bukti kebesaran Nya)?” (QS. Adz Dzariyat : 21)
Gusti Allah ngendikan:
كُنْتُ كَنْزًا مَخْفِيًّا فَأَرَدْتُ أَنْ أُعْرَفَ فَخَلَقْتُ الْخَلْقَ لِيَعْرِفُوْنِي
Kalam tersebut artinya adalah:
“Aku adalah perbendaharaan yang tersembunyi. Kemudian Aku berkeinginan agar Aku dikenal. Maka Aku pun menciptakan makhluk agar mereka mengenal Aku”.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwasanya tujuan Allah menciptakan makhluk adalah untuk mengenalNya. Untuk lebih memahami tentang Makrifat Allah maka wajiblah kita mencari guru mursyid yang jelas sanad silsilah keilmuannya agar kita tidak sesat dalam perjalanannya. Aamiin.
Wallãhu A’lamu bish-Shawãb.
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِمَشَايِخِنَا وَلِمَنْ عَلَّمَنَا وَارْحَمْهُمْ، وَأَكْرِمْهُمْ بِرِضْوَانِكَ الْعَظِيْمِ، فِي مَقْعَد الصِّدْقِ عِنْدَكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
Allãhummaghfir li masyãyikhinã wa liman ‘allamanã warhamhum wa akrimhum bi ridhwãnikal ‘adzhîm fî maq’adish shidqi ‘indaka yã arhamar rãhimîn
“Ya Allah, ampunilah guru-guru kami dan orang yang telah mengajar kami. Sayangilah mereka, muliakanlah mereka dengan keridhaan-Mu yang agung, di tempat yang disenangi di sisi-Mu, wahai Yang Maha Penyayang di antara penyayang.”
Wallãhu Muwaffiq ilã sabîlit taufîq