Allah Tak Pernah Memberikan Keburukan, Hanya Saja Kita Tak Memahami Apa Maksudnya
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka.” (HR. Bukhari).
Artikel Eksklusif
Oleh : H Derajat
Ketua Pasulukan Loka Gandasasmita
Allah Ta’ala berfirman,
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)
Saudaraku yang sangat aku kasihi dan ku doakan kebaikan untuk dirimu dan keluargamu, kali ini ijinkan aku membukakan sedikit hijab tentang takdir Allah yang menimpa kepadamu agar kita lebih mencintaiNya ketimbang menggerutu dan nyaris menyalahkanNya :
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَجِبْتُ لِلْمُؤْمِنِ، إِنَّ اللهَ لاَ يَقْضِي لِلْمُؤْمِنِ قَضَاءً إِلَّا كَانَ خَيْرًا لَهُ
“Aku begitu takjub pada seorang mukmin. Sesungguhnya Allah tidaklah menakdirkan sesuatu untuk seorang mukmin melainkan pasti itulah yang terbaik untuknya.” (HR. Ahmad, )
Rasulullah takjub kepada kita, itu sudah pasti !!! Namun ketakjuban itu hanya bagi orang beriman yang meyakini apapun takdir yang menimpa dirinya adalah kebaikan dari Allah.
Jibril menyampaikan kepada Rasulullah SAW yang membicarakan tentang rukun iman menyebutkan,
وَتُؤْمِنَ بِالقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ
“Dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.” (HR. Muslim,
Apapun yang terjadi, apapun yang aku alami, apapun yang dihadapkan kepadaku, aku tidak akan pernah menghiraukan apa peristiwanya. Melainkan aku kan melihat Dzat Yang Maha di balik segalanya.
Sungguh, setiap ujian yang datang dari-Nya adalah demi kebaikan hamba. Demikian pula dengan setiap kepedihan yang dialami manusia. Tidak mungkin ada keburukan yang datang dari-Nya. Ini adalah tidak mungkin. Karena Dzat Yang Maha sumber segala cinta dan kasih sayang tidak lain hanyalah akan memberikan kebaikan bagi hamba-Nya.
Kebanyakan manusia saling mengeluhkan takdir yang dihadapinya. Saling menggerutu dengan kesusahan yang dialaminya. Namun bagiku apapun yang terjadi, apapun yang aku alami, aku mencintai takdir atas diriku demi cintaku kepada Dzat yang Maha Pencipta takdir itu.
Namun kita sering menganggap setiap permasalahan sebagai kepedihan. Karena seringnya kita terlelap dalam tidur. Padahal jika saja kita mampu merenungi dengan sedikit lebih mendalam, niscaya kita akan menemukan hakikat di baliknya.
Apa yang telah dikatakan oleh Maulana Jalaluddin Rumi untuk kita? “Hidup adalah ibarat dalam alam tidur. Saat kematianlah manusia akan terbangun dari tidurnya. Karena itu, bangunlah engkau sebelum engkau dibangunkan.” Maksud dari apa yang dikatakan oleh Maulana ini adalah ‘jadilah engkau seorang wali, terangilah hidupmu, merenunglah.
Manusia hidup dalam kandungan ibunya selama sembilan bulan. Mungkinkah jika sekarang engkau mengingat kembali kehidupan dalam kandungan itu? Ini adalah tidak mungkin. Karena pikiran manusia tidak mungkin sampai untuk melakukan itu.
Demikianlah, akal manusia juga tidak mungkin bisa memahami sepenuhnya kehidupan dunia ini. Manusia hanyalah mengira, menerka saja. Manusia mengira kalau kehidupan ini adalah nyata. Padahal dunia ini adalah alam mimpi yang diciptakan oleh Allah Swt.
Semua keluh kesahmu hanyalah sebuah mimpi. Mimpi yang membuatmu hidup dalam kendali akalmu. Sehingga segalanya engkau pandang dengan logika. Sedangkan aku lebih cenderung jika engkau hidup dengan hatimu. Hidup menemukan ruhmu yang sejati.
Sungguh hidup dengan mengetahui diri adalah perjalanan yang penuh kesulitan. Bangun dari mimpi bukanlah pasrah pada takdir. Perhatikanlah satu hal di sini. Saya tidak sedang membahas tentang kepasrahan kepada takdir. Saya juga tidak sedang membahas tentang bagaimana mengekang diri. Melainkan saya hanyalah membahas mengenai kerelaan hati pada Dzat yang membuat takdir.
Iya, karena ‘mengetahui diri’ adalah berawal dari meninggalkan sikap ‘mengeluh’. Berawal dari memejamkan mata yang salah melihat. Janganlah lupa bahwa mata yang salah melihat adalah salah. Untuk itu berusahalah menerangkan diri sendiri daripada selalu menerangkan orang lain. Karena mencari kesalahan orang lain akan menghabiskan waktumu. Sedang upaya memahami diri akan membawamu kepada dirimu sendiri.
Apalah yang mempengaruhi pandanganmu? dia adalah akal. Sehingga pandanganmu akan menjadi kabur. Jika saja engkau bisa melewati tirai akal itu untuk melihat dengan pandangan mata hatimu, niscaya engkau akan melihat kenyataan. Jiwa yang melihat dengan cinta selalu melihat ‘hatinya’. Ini adalah langkah pertama yaitu mengingat Dzat Yang memberi napas saat menarik napas.
Hanya saja kebanyakan dari kita tanpa disadari hidup dengan sering marah kepada yang lain, dengan membawa energi negatif dari kemarahan itu, sehingga hidup dengan selalu menggerutu, hidup dengan membawa hukuman, hidup dengan meracik racun untuk kita sendiri. Padahal saat kebanyakan dari kita sibuk dengan segala hal yang di luar, betapa indahnya kejadian yang ada di dalam hati.
Takdir tidaklah ada yang benar dan salah, yang ada hanyalah baik. Sedangkan Dzat Yang menuliskan takdir itu adalah Yang Maha paling baik dari yang baik…
Dikutip dari : Allah De Otesini Birak_Katakan Allah! Selebihnya Serahkan kepada-Nya; Ugur Kosar; 2015
*) dear friend, thank you for sending me e-mail. How sweet you are. This note is an answer for you. After ups and downs, after long rough times. Alhamdulillah. Semoga Allah merahmatimu…
Dari Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan doa berikut ini,
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنَ الخَيْرِ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ ، مَا عَلِمْتُ مِنْهُ وَمَا لَمْ أَعْلَمْ ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنَ الشَّرِّ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ ، مَا عَلِمْتُ مِنْهُ وَمَا لَمْ أَعْلَمْ ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا سَأَلَكَ عَبْدُكَ وَنَبِيُّكَ ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا عَاذَ بِهِ عَبْدُكَ وَنَبِيُّكَ ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الجَنَّةَ وَمَا قرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَولٍ أَوْ عَمَلٍ ، وَأَعُوْذُ بِكَ مَنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ ، وَأَسْأَلُكَ أَنْ تَجْعَلَ كُلَّ قَضَاءٍ قَضَيْتَهُ لِي خَيْرًا
ALLOHUMMA INNI AS-ALUKA MINAL KHOIRI KULLIHI ‘AAJILIH WA AAJILIH, MAA ‘ALIMTU MINHU WA MAA LAM A’LAM. WA A’UDZU BIKA MINASY SYARRI KULLIHI ‘AAJILIH WA AAJILIH MAA ‘ALIMTU MINHU WA MAA LAM A’LAM. ALLOHUMMA INNI AS-ALUKA MIN KHOIRI MAA SA-ALAKA ‘ABDUKA WA NABIYYUK MUHAMMADUN SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM. WA A’UDZU BIKA MIN SYARRI MAA ‘AADZA BIHI ‘ABDUKA WA NABIYYUK. ALLOHUMMA INNI AS-ALUKAL JANNAH WA MAA QORROBA ILAIHAA MIN QOULIN AW ‘AMAL. WA ‘AUDZU BIKA MINAN NAARI WA MAA QORROBA ILAIHAA MIN QOULIN AW ‘AMAL. WA AS-ALUKA AN TAJ’ALA KULLA QODHOO-IN QODHOITAHU LII KHOIROO.
Ya Allah, aku memohon kepada-Mu semua kebaikan yang disegerakan maupun yang ditunda, apa yang aku ketahui maupun tidak aku ketahui. Aku berlindung kepada-Mu dari semua keburukan, baik yang disegerakan maupun yang ditunda, yang aku ketahui maupun yang tidak aku ketahui. Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu dari kebaikan apa yang diminta oleh hamba dan Nabi-Mu Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada-Mu dan aku berlindung kepada-Mu dari apa yang diminta perlindungan oleh hamba dan nabi-Mu. Ya Allah, aku memohon kepada-Mu surga dan apa yang mendekatkan kepadanya baik berupa ucapan maupun perbuatan. Dan aku berlindung kepada-Mu dari neraka dan apa yang mendekatkan kepadanya baik berupa ucapan atau perbuatan. Dan aku memohon kepada-Mu semua takdir yang Engkau tentukan baik untukku. (HR. Ibnu Majah, no. 3846 dan Ahmad, 6:133. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih).