PIDATO RASULULLAH MENJELANG RAMADHAN
Artikel Eksklusif
Oleh : H Derajat
PASULUKAN LOKA GANDASASMITA DAN MEDIA GRAHABIGNEWS MENGUCAPKAN SELAMAT MENJALANKAN IBADAH PUASA
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW yang pribadinya mencerminkan sifat-sifat Ketuhanan mengatakan bahwa Allah telah menyampaikan :
الصوم لي وأنا أجزي به ، إنه ترك شهوته وطعامه وشرابه من أجلي »
Artinya: “Puasa hanyalah untuk-Ku dan Akulah yang akan memberikan ganjaran pada-Nya secara langsung, sebab ia telah meninggalkan hawa nafsu, makan, dan minumnya karena-Ku”.
Al-Imâm Badruddïn al-Hanafi rahimahullâh (wafat: 855-H) mengatakan:
كل الْعِبَادَات لله تَعَالَى فَمَا معنى الْإِضَافَة لَهُ؟ وَأجِيب: بِأَنَّهُ لم يعبد بِهِ غَيره عز وَجل إِذْ لم يعظم الْكفَّار معبودهم فِي وَقت من الْأَوْقَات بالصيام لَهُ،
“Segenap ibadah sejatinya adalah hak Allâh, lantas kenapa hanya puasa yang diistimewakan ungkapan penyandarannya untuk Allâh? Jawabnya; karena tuhan-tuhan selain Allâh tidak pernah diibadahi melalui ibadah puasa. Orang-orang kafir tidak pernah mengagungkan tuhan-tuhan mereka pada waktu-waktu tertentu dengan berpuasa.” [‘Umdatul Qâri Syarh Shahïh al-Bukhâri: 22/61]
Al-Imâm Ibnul ‘Utsaimïn rahimahullâh (wafat: 1421-H) menjelaskan:
فإنه سر بين الإنسان وربه لأنه الإنسان لا يعلم إذا كان صائما أو مفطرا هو مع الناس ولا يعلم به نيته باطنة فلذلك كان أعظم إخلاصا فاختصه الله من بين سائر الأعمال
“Puasa adalah rahasia antara seorang insan dengan Rabb-nya. Seorang insan yang berpuasa, tidak diketahui apakah dia benar-benar berpuasa ataukah tidak, isi hatinya juga tidak diketahui (sangat gampang bagi dia untuk membatalkan puasa tanpa harus kehilangan anggapan di mata orang lain bahwa dia masih berpuasa-pent). Sehingga orang yang benar-benar berpuasa sudah pasti orang yang paling besar keikhlasan dan ketulusannya. Maka Allâh pun mengistimewakannya dibanding ibadah-ibadah yang lain. [lih. Syarh Riyâdh ash-Shâlihïn: 5/266-267]
Menjelang tibanya bulan suci Ramadhan, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berpidato di hadapan para sahabatnya. Ceramah di penghujung bulan Sya’ban tersebut berisi tentang informasi keistimewaan Ramadhan, serta anjuran untuk meningkatkan penghambaan kepada Allah dan kepedulian sosial.
Yang menarik, Rasulullah menggunakan redaksi sapaan “yâ ayyuhannâs” (wahai manusia) saat mengawali pidatonya, yang menandakan bahwa pesan tersebut berlaku umum bagi seluruh umat, bukan kaum Muslimin semata. Berikut isi lengkap pidato tersebut:
“Wahai manusia, sungguh bulan agung dan penuh berkah telah menaungi kalian. Bulan yang di dalamnya terdapat suatu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Pada bulan itu, Allah menjadikan puasanya sebagai suatu kewajiban dan qiyam atau shalat di malam harinya sebagai ibadah sunah. Siapa yang mendekatkan diri kepada Allah dengan suatu kebajikan, maka nilainya sama dengan mengerjakan kewajiban di bulan lain. Siapa yang mengerjakan suatu kewajiban dalam bulan Ramadhan tersebut, maka sama dengan menjalankan tujuh puluh kewajiban di bulan lain.”
“Ramadhan itu adalah bulan kesabaran; sedangkan ketabahan dan kesabaran, balasannya adalah surga. Ramadhan adalah bulan pertolongan. Pada bulan itu rezeki orang-orang mukmin ditambah.”
“Siapa yang memberikan makanan untuk berbuka bagi orang yang berpuasa di bulan itu, maka ia akan diampuni dosanya, dibebaskan dari api neraka. Orang itu memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa tersebut. Sedangkan pahala puasa bagi orang yang melakukannya, tidak berkurang sedikit pun.”
Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, tak semua dari kami memiliki makanan untuk berbuka bagi orang lain.”
Rasulullah ﷺ menjawab, “Allah memberikan pahala kepada orang yang memberikan sebutir kurma, atau seteguk air, atau seteguk susu.”
Nabi ﷺ pun melanjutkan, “Dialah Ramadhan, bulan yang permulaannya dipenuhi dengan rahmat, periode pertengahannya dipenuhi dengan ampunan, pada periode terakhirnya merupakan pembebasan manusia dari azab neraka.”
“Barangsiapa yang meringankan beban pekerjaan pembantu-pembantu rumah tangganya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosanya dan membebaskannya dari api neraka.”
“Oleh karena itu dalam bulan Ramadhan ini, hendaklah kamu sekalian dapat meraih empat bagian. Dua bagian pertama untuk memperoleh ridha Tuhanmu dan dua bagian lain adalah sesuatu yang kamu dambakan. (Untuk meraih) dua bagian yang pertama, hendaklah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan memohon ampunan kepada-Nya. (Untuk meraih) dua bagian yang kedua hendaklah memohon (dimasukkan ke dalam) surga dan berlindung dari api neraka.”
“Siapa yang memberi minuman kepada orang yang berpuasa, niscaya Allah memberi minum kepadanya dari telagaku, suatu minuman yang seseorang tidak akan merasa haus dan dahaga lagi sesudahnya, sehingga ia masuk ke dalam surga.”
(Hadits riwayat Ibnu Khuzaimah: 1780; al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman: 3455. Redaksi hadits di atas riwayat Ibn Khuzaimah).
Teks asli berbahasa Arab dari hadits tersebut adalah sebagai berikut:
أَيُّهَا الَّناسُ قَدْ أَظَلَّكُمْ شَهْرٌ عَظِيْمٌ، شَهْرٌ مُباَرَكٌ، شَهْرٌ فِـيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ جَعَلَ اللهُ صِياَمَهُ فَرِيْضَةً وَ قِياَمَ لَيْلَهُ تَطَـوُّعاً مَنْ تَقَرَّبَ فِـيْهِ بِخَصْلَةٍ مِنَ اْلخَيْرِ كَانَ كَمَنْ أَدَّى فَرِيْضَةً فِـيْماَ سِوَاهُ وَمَنْ أَدَّى فِـيْهِ فَرِيْضَةً كَانَ كَمَنْ أَدَّى سَبْعِيْنَ فَرِيْضَةً فِـيْمَا سِواَهُ وَهُوَ شَهْرُ الصَّـبْرِ وَالصَّـبْرُ ثَـوَابُهُ الْجَنَّةُ وَشَهْرُ الْمُوَاسَاةِ وَ شَهْرٌ يَزْدَادُ فِـيْهِ رِزْقُ الْمُؤْمِنِ، مَنْ فَطَّرَ فِـيْهِ صَائِماً كَانَ مَغْفِرَةً لِذُنُوْبِهِ وَعِتْقَ رَقَبَتِهِ مِنَ النَّارِ وَ كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْتَقُصَ مِنْ أَجْرِهِ شَيْءٌ قَالُوْا لَيْسَ كُلُّنَا نَجِدُ مَا يُفَطِّرُ الصَّائِمَ، فَقَالَ : يُعْطِي اللهُ هَذَا الثَّوَابَ مَن فَطَّرَ صَائِماً عَلىَ تَمْرَةٍ أَوْ شُرْبَةِ مَاءٍ أَوْ مذَقَّةِ لَبَنٍ وَهُوَ شَهْرٌ أَوَّلُهُ رَحْمَةٌ وَأَوْسَطُهُ مَغْفِرَةٌ وَآخِرُهُ عِتــْقٌ مِنَ النَّارِ، مَنْ خَفَّفَ عَنْ مَمْلُوْكِهِ غَفَرَ اللهُ لَهُ وَأَعْتَقَهُ مِنَ النَّارِ وَاسْتَكْثَرُوْا فِـيْهِ مِن أَرْبَـعِ خِصَالٍ: خَصْلَتَيْنِ تُرْضُوْنَ بِهِمَا ربَّكُمْ وَخَصْلَتَيْنِ لاَ غِنىَ بِكُمْ عَنْهُمَا فَأَمَّا الْخَصْلَتَانِ اللَّتاَنِ تُرْضُوْنَ بِهِمَا ربَّكُمْ فَشَهَادَةُ أَنْ لاَ إلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ تَسْتَغْفِرُوْنَهُ وَأَمَّا اللَّتاَنِ لاَ غِنىَ بِكُمْ عَنْهُمَا فَـتَسْأَلُوْنَ اللهَ الْجَنَّةَ وَ تَـعُوْذُوْنَ بِهِ مِنَ النَّارِ وَ مَنْ أَشْبَعَ فِـيْهِ صَائِماً سَقَاهُ اللهُ مِنْ حَوْضِيْ شُرْبَةً لاَ يَظْمَأُ حَتَى يَدْخُلَ اْلجَنَّةَ
Meskipun sebagian ahli menyebut hadits ini berstatus dhaif, kandungannya masih bisa diamalkan karena berkaitan dengan fadhailul a’mal (keutamaan amal). Beberapa keterangan yang disebutkan hadits ini, banyak persamaan yang disebutkan hadits yang lebih sahih.
Imam Ahmad bin Hanbal menyampaikan pernyataan mengenai hadits dhaif:
الْحَدِيْثِ الضَعِيْفُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ الرَأْيِ
“Hadits yang dhaif lebih aku cintai dari ra’yu (pendapat akal seseorang).”
Dalam kalimat yang lain, beliau berpendapat:
الْعَمَلُ بِالْحَدِيْثِ الضَّعِيْفِ أَوْلَى مِنَ الْقِيَاسِ
“Beramal dengan hadits yang dhaif lebih utama dari menggunakan qiyas (analogi)”.
Hadits ini dimuat juga dalam kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama terkenal, antara lain: Muhammad Yusuf al-Kandahlawi dalam kitab Hayah al-Shahabah, III/400–401, Imam al-Munzdiri dalam kitab al-Targhib wa al-Tarhib, I/16–17, Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Abdurrahman bin Baz dalam kitab Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, XV/44–45. Prof. Hasbi al-Shiddiqi dalam Pedoman Puasa.