#PUISI_CORONA Bersama SKS
Oleh ; Lilis Yuliati, S.Pd., M.Pd.
Garut – Beberapa puisi bertemakan Corona, kami transformasikan untuk pembaca budiman GrahaBigNews, tepatnya pada hari Minggu sebagai akhir pekan pada hari ke-10 di dalam menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan ini.
Maurinus Yono, Making Dance, Melky Muda Making (M3), Yoseph Lawe Tobin, dan Susy S. Wiranatakusumah mengajak pembaca untuk menyimak, memaknai aktualisasi tulisan sastranya dan berharap bermanfaat.
CORONA
Oleh: Maurinus Yono
Senja beranjak
Menggapai malam
Tersentak
Menjerit dalam kelam
Kisah ini
Tercuat
Kala rutinitas bersemi
Belum rampung tercatat
Engkau menyapa
Nelangsa
Penghuni buana
Tercekam lara
Tragedi berderet
Namun engkau pengingat
Bahwa hidup berharga
Dan nafas perlu bergayut
Kepada Sang Hyang Widhi
Asa kami tambatkan
Biar adamu kini
Perkaya nalar tertahan…
Kewapante, 14 April 2020
SEMUA KARENA CORONA
Making Dance
Semua menjauh
Jarak terjaga
Bagai orang asing
Kotaku sepi
Sesepi belantara
Hanya angin berbisik
Pintu terkunci
Semua bersembunyi
Hidup terasa mencekam
Kau membunuh siapa saja
Tak kenal kasta
Tak kenal usia
Corona
Semua karenamu
Semua hidup dalam ketakutan…
Lembata, 17 April 2020
KITA PASTI MENANG
Karya: Melky Muda Making (M3)
Majulah terus wahai kau garda terdepan
Negara memanggilmu tuk mengabdi tulus
Pertaruhkan jiwa raga hingga keluarga
Tekad kita bulat, perang ini harus menang
Musuh kita adalah objek tak kasat mata
Virus mematikan yang terus bergerak cepat
Dalam senyap ribuan nyawa tanpa dosa melayang
Maju terus
Jangan takut….
Stay at home
Social distancing
Physical distancing
Itulah senjata kita…..
Yakinlah…
Kita pasti menang.
Lembata, 16 April 2020
COVID-19
Yoseph Lawe Tobin
Tak diundang
Membumi
Bersarang
Golongan atas sampai bawahan
Tangis dibagai penjuru
Saatnya hati dan nurani dipakai
Bercerai kita aman
Semoga kembali
Seperti sediakala
Damailah bumiku
Jakarta, 12 April 2020
RINDU PANDEMI PELUKKAN
Susy S. Wiranatakusumah
Masih bau hawa virus yang meranggas sekujur bumi
Tak hanya di sudut kota
Bahkan desa dan pegunungan pun menjadi sasaràn pandemi mematikan
Termasuk si upik dan si renta
Kita terkapar di antara waktu dan ketakutan
Segala sapa kini berbau musyrik
Seolah keyakinan menjadi sebuah pertarungan
Saat maut begitu remeh siap menelan bumi
Menjerit, haruskah saling beradu teriaķ?
Manakala segala ingin terkunci dalam sarang berbatas
Serupa penjara diri dalam ketidak mengertian
Aku rindu pelukkan, yang semula menjadi tanda sebuah pertemuan
Tak ada lagi wajah telanjang yang memandang rupa kekasih
Selain tatapan penuh rinđu yang menunggu bicara
Rindu pandemi pelukkan, bukanlah hal paling muluk
Atau mata terpejam, lalu terkubur tanpa kehadiran orang tercinta
Mari pulang takdir,
Biarkan hujan mengiringi kepergian selain air mata
Dan harapan, biarkan ia mencari biangnya
Hingga tubuh-tubuh lumpuh, lalu tersungkur memeluk tanah
Palur, April 2020