Strategi Simpatik Sunan Kudus Mengislamkan Nusantara

Share posting

betapa luar biasanya Sang Wali Allah menyebarkan agama Islam. Tanpa caci maki, tanpa merendahkan martabat orang lain, tanpa merendahkan agama lain, cukup bermodalkan kasih sayang dan tekad ingin membuat masyarakat pintar.

Artikel Eksklusif

Oleh : H. Derajat


Ilustrasi-pecihitam.org

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn“.

Wahai Sahabatku yang sangat aku cintai, semoga Allah membukakan hati kita semua untuk sedikit meluangkan waktu membaca Strategi Sunan Kudus yang begitu hebat dalam mengislamkan Nusantara. Berhubung agak panjangnya kisah ini maka saya akan memberikan linknya :

Kisah Sunan Kudus Mengobati Wabah Penyakit

Setelah membaca kisahnya maka kita akan terbuka hati betapa jauh bedanya sistem dakwah para Wali Allah ini dengan para “ulama” jaman sekarang yang sangat sering saling menyalahkan dan menjatuhkan martabat ulama lain.

Saudaraku terkasih, Tuan Guru Mursyid kami, Sunan Kudus atau Raden Ja’far Shadiq adalah salah satu penyebar agama Islam di Indonesia yang tergabung dalam Wali Songo. Beliau lahir sekitar 1500-an Masehi dan bernama lengkap Sayyid Ja’far Shadiq Azmatkhan.

Beliau adalah seorang wali yang sangat dikenal dengan sikap toleransinya yang tinggi. Hal tersebut masih dikenal sampai sekarang dan diikuti oleh pengikutnya yang mencintai kedamaian.

Asal-usul Sunan Kudus

Sunan Kudus memiliki nama asli Sayyid Ja’far Shadiq Azmatkhan. Nama Ja’far Shadiq diambil dari nama datuknya yaitu Ja’far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib yang beristerikan Fatimah az-Zahra binti Muhammad Saw.

Menurut Agus Sunyoto budayawan Nahdlatul Ulama’ (NU), dalam karyanya Atlas Wali Songo (2017) dengan mengutip Babad Tanah Jawi dan Naskah Derajad menjelaskan bahwa Raden Ja’far Shadiq (Sunan Kudus) merupakan putra dari Sunan Ngudung atau Usman Haji dan Syarifah Ruhil atau Dewi Ruhil yang bergelar Nyai Anom Manyuran binti Nyai Ageng Melaka binti Sunan Ampel.

Raden Usman Haji sendiri merupakan putra dari Ali Murtadha kakak dari Sunan Ampel. Kemudian Sunan Ampel dan Ali Murtadho (kakek Sunan Kudus) merupakan putra dari Syaikh Ibrahim as-Samarkandiy, seorang ulama’ dari Asia Tengah yang menikah dengan puteri kerajaan Champa, Vietnam.

Ketika Syaikh Ibrahim as-Samarkandiy pergi ke tanah Jawa untuk menyebarkan agama Islam, kedua anaknya (Sunan Ampel dan Ali Murtadha) tersebut dibawa. Kedua puteranya tersebut juga menyebarkan ajaran Islam, Sunan Ampel menjadi wali besar dan Ali Murtadha juga melahirkan keturunan seorang ulama besar’ bernama Usman Haji, yang kemudian melahirkan putra bernama Sunan Kudus.

Dikisahkan, Raden Usman Haji (ayah Sunan Kudus) oleh Sunan Ampel dijadikan imam di daerah Jipang, Panolan, Dusun Ngudung. Kemudian, Usman Haji melakukan semedi (bertapa) di Gunung Jambangan selama tiga bulan.

Dari sanalah kemudian Usman Haji mengalami pengalaman spiritual dan menjadi wali. Nama Usman Haji oleh masyarakat sekitar sana kemudian diberikan gelar sebagai Sunan Ngudung, sebutan untuk wali yang tinggal di daerah Ngudung.

Sunan Kudus adalah keturunan ke-24 dari Nabi Muhammad Saw, berikut adalah urutannya:

Sunan Kudus bin Sunan Ngudung bin Fadhal Ali Murtadha bin Ibrahim Zainuddin Al-Akbar bin Jamaluddin Al-Husain bin Ahmad Jalaluddin bin Abdillah bin Abdul Malik Azmatkhan bin Alwi Ammil Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin Ja’far Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al-Husain bin Ali bin Abi Thalid dan Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah SAW.

Guru-gurunya

Selain belajar agama kepada Raden Usman Haji ayahnya sendiri, Ja’far Shadiq juga belajar kepada beberapa ulama terkenal seperti Kiai Telingsing, Ki Ageng Ngerang dan Sunan Ampel kakeknya.

Kiai Telingsing nama aslinya adalah Ling Sing, beliau merupakan seorang ulama dari negeri Cina yang dahulu datang ke Tanah Jawa bersama Laksamana jenderal Cheng Hoo. Dalam sejarah dikatakan, bahwa jenderal Cheng Hoo yang beragama Islam itu datang ke Jawa untuk menyebarkan agama Islam melalui perdagangan.

Di jawa, The Ling Sing kemudian dipanggil dengan sebutan Telingsing. Beliau tinggal di sebuah daerah yang terletak diantara sungai Tanggulangin dan sungai Juwana. Disana Kiai Telingsing tidak hanya mengajarkan Islam, namun juga mengajarkan kepada penduduk seni ukir yang indah. Banyak yang datang berguru seni kepada Kiai Telingsing, termasuk Sunan Kudus itu sendiri.

Dengan belajar kepada Kiai Telingsing yang berasal dari negeri Tirai Bambu itu, Raden Ja’far Shadiq sedikit banyak mewarisi bagian dari sifat positif masyarakat Cina yaitu ketekunan dan kedisiplinan dalam berjuang. Hal ini berpengaruh besar bagi kehidupan dakwah Sunan Kudus di masa mendatang yaitu ketika menghadapi masyarakat Jawa yang kebanyakan dulu masih beragama Hindu dan Budha.

Selain itu, Sunan Kudus juga berguru kepada Sunan Kalijaga dan ia menggunakan gaya berdakwah ala gurunya itu yang sangat toleran pada budaya setempat serta cara penyampaian yang halus. Didekatinya masyarakat dengan memakai simbol-simbol Hindu-Budha seperti yang tampak pada gaya arsitektur Masjid Kudus.

Gaya dakwah Sunan Kalijaga sebagai gurunya banyak diadopsi oleh Sunan Kudus. Sebuah gaya dakwah yang tidak menghakimi sehingga lebih persuasif, komprehensif dan inklusif. Lebih membaur dan menyatu kepada masyarakat pribumi sehingga tetap menjaga kehidupan dan budaya masyarakat.

Kisah Sunan Kudus Mengobati Wabah Penyakit di Mekkah

Dalam budaya pitutur, dikisahkan bahwa Raden Ja’far Shadiq itu suka mengembara, baik ke tanah Hindustan maupun ke tanah Suci Mekkah. Sewaktu berada di Mekkah beliau menunaikan ibadah haji dan kebetulan di sana ada wabah penyakit yang sulit diatasi.

Penguasa negeri arab mengadakan sayembara, siapa yang berhasil melenyapkan wabah penyakit itu akan diberi hadiah harta benda yang cukup besar jumlahnya. akan tetapi sudah banyak orang mencoba tetap tidak pernah berhasil.

Pada suatu hari Sunan Kudus menghadap penguasa negeri itu namun kedatangannya disambutnya dengan sinis.

“Dengan apa tuan akan melenyapkan wabah penyakit itu?” Tanya sang Amir.

“Dengan doa”, jawab Ja’far Shadiq singkat.

“Jika hanya doa kami sudah puluhan kali melakukannya, di tanah Arab ini banyak ulama dan syekh-syekh ternama. Tapi mereka tak pernah berhasil mengusir wabah penyakit ini.” Jawab Amir kembali

“Saya tahu memang tanah Arab ini gudangnya para ulama. Namun jangan lupa, ada saja kekurangannya sehingga doa mereka tidak terkabulkan”, kata Ja’far Shadiq.

“Hah, sungguh berani tuan mengatakan demikian”, kata Amir itu dengan nada berang.

“Apa kekurangan mereka?” Lanjut Amir.

“Anda sendiri yang menyebabkannya,” kata Ja’far Shadiq dengan tenangnya.

“Anda telah menjanjikan hadiah yang menggelapkan mata hati mereka sehingga doa mereka tidak ikhlas. Mereka berdoa hanya karena mengharapkan hadiah.”

Sang Amir pun terbungkam seribu bahasa atas jawaban tersebut. Ja’far Shadiq lalu dipersilahkan melaksanakan niatnya. Kesempatan itu tak disia-siakan.

Secara khusus Ja’far Shadiq berdoa dan membaca beberapa amalan. Dalam tempo singkat wabah penyakit mengganas di negeri Arab telah menyingkir. Bahkan beberapa orang yang menderita sakit keras secara mendadak langsung sembuh.

Bukan main senangnya hati sang Amir. Rasa kagum mulai menjalari hatinya. Hadiah yang dijanjikannya bermaksud diberikan kepada Ja’far Shadiq. Namun Ja’far Shadiq menolaknya, dia hanya ingin minta sebuah batu yang berasal dari Baitul Maqdis.

Sang Amir kemudian mengizinkannya. Batu itu lalu dibawa ke tanah Jawa, dan dipasang di pengimaman masjid Kudus yang didirikannya sekembali dari Tanah Suci.

Lantunkan Doa Ini Agar Hidup Dilimpahkan Keberkahan

Allahummaj’al yaumana haza yauman mubarokan awwalahu sholahan wa ausathuhu falahan wa akhirohu najahan wa ‘afwan wa ‘itqon minan nari waj’alillahumma lana fihi ya allahu min kulli hammin farajan wa min kulli dhiqin makhrojan wa min kulli fahisyatin sitron wa min kulli ‘usrin yusron wa min kulli bala-in ‘afiyatan wakfina ya allahu min muhimmatid daroin washrif ‘anna syarrol manzilatain waghfir lana wa liwalidina wa lisa-iril muslimin.

Artinya:

“Ya Allah, jadikanlah hari ini hari yang penuh berkah, permulaannya kesalehan, pertengahannya kemenangan, dan penghabisannya keberhasilan, ampunan dan kebebasan dari api neraka. Dan jadikanlah, Ya Allah, kelegaan bagi kami di dalamnya, wahai Allah, dari segala kesedihan, jalan keluar dari segala kesempitan, tirai penutup dari segala kekejian, kemudahan dari segala kesulitan, dan keselamatan dari segala bencana. Dan lindungilah kami, wahai Allah, dari segala keburukan dua rumah, dan palingkanlah kami dari keburukan dua tempat, ampunilah kami serta orang tua kami dan seluruh kaum Muslimin.”

 


Share posting

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *