Jangan Remehkan Cintamu Pada Rasulullah

Share posting

sarat mutlak dalam tiap peribadatan adalah cinta pada Rasulullah

Artikel Eksklusif

Oleh: H. Derajat

Ilustrasi-pwmu.co

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

Bismillâhirrahmânirrahîm

Wasshalâtu wassalâmu ‘alâ Muhammadin wa âlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inâyatil ‘âmmati wal-hidâyatit tâmmah, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn.

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn“.

Sahabatku terkasih, betapa banyaknya bidang ilmu agama yang kemudian seolah-seolah ia menjadi “syarat” untuk mencapai iman sejati.

Padahal sebenarnya, Allah SWT telah menegaskan tentang makna mu’min sejati dalam al-Qur’an sebagaimana tersebut dalam Surat al-Anfal ayat ke-2.

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللّٰهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal”. (QS. Al-Anfal [8]: 2)

Dakwah Islam untuk kembali kepada mencintai Allah dan RasulNya semakin berkurang, shalawat yang dulu biasa berkumandang pun jarang kita dengar lagi hatta di Mesjid-mesjid dan tempat tempat pengajian, masih kah kita berharap bahwa Allah akan mencintai kita ? Masihkah kita berharap masih ada perlindungan terbaik selain Cinta Allah dan RasulNya di akhir zaman ini, dimana bencana seakan mata rantai yang tiada terputus ?

Nah, untuk mencapai getaran hati sebagaimana dimaksud ayat tersebut, bagaimana terlebih dahulu hati kita bisa bergetar ketika bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Adakah ia muncul sebagai representasi dari rasa cinta kita kepada beliau SAW?

Satu bahasan yang sangat penting bagi setiap muslim dalam agama. Karena mencintai Nabi Muhammad SAW bukanlah hanya sekedar bahasan tekstual yang ketika disebut nama beliau tak menimbulkan kesan apa-apa, alias tak membekas.

Berkaitan dengan bahwa Rasulullah SAW adalah seseorang yang wujudnya sendiri disebut oleh Allah SWT sebagai rahmat bagi sekalian alam (rahmatan lil-‘âlamîn), maka kecintaan kepada beliau SAW bukanlah bahasan sampingan, atau bukanlah masalah sekunder. Akan tetapi, justru ia adalah bahasan inti yang merupakan bagian dari keimanan setiap muslim.

Rasulullah SAW menegaskan dengan sebuah sabda dalam haditsnya:

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللّٰهُِ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ النَّبِيُّ ﷺ : لَا يُؤمِنْ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ، وَوَلَدِهِ، وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ ۞

‘Tidak sempurna keimanan setiap kalian sampai aku lebih kalian cintai daripada orang tua kalian, daripada anak kalian, dan daripada seluruh manusia.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam kesempatan yang lain Rasulullah SAW bersabda melalui cerita dari Abdullah bin Hisyam:

عَنْ عَبْدِ اللّٰهِ بْنِ هِشَامٍ قَالَ : كُنَّا مَعَ النَّبِيَّ ﷺ وَهُوَ آخِذٌ بِيَدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمَا، فَقَالَ لَهُ عُمَرُ : يَا رَسُولَ اللّٰهِ! لَأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ كُلَّ شَيْءٍ إِلَّا مِنْ نَفْسِي . فَقَالَ النَّبِي ﷺ : لَا، وَالَّذِي نَفْسِيْ بِيَدِهِ! حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ . فَقَالَ لَهُ عُمَرَ : فَإِنَّهُ الْآنَ وَاللّٰهِ لَأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِيْ . فَقَالَ النَّبِيُّ : اَلْآنَ يَا عُمَرُ

“Dari Abdullah bin Hisyam, ia berkata, “Kami pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau memegang tangan Umar Bin Khatthab. Maka Umar berkata, ‘Wahai Rasulullah, engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu kecuali dari diriku.’ Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Tidak! Demi Dzat yang diriku berada ditanganNya sampai aku lebih engkau cintai dari dirimu sendiri’. Lalu Umar berkata, ‘Sesungguhnya sekarang Ya Rasulallah, demi Allah, engkau lebih aku cintai dari diriku sendiri.’ Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda, ‘Sekarang imanmu sempurna hai Umar.‘” (HR. Bukhari dan Muslim).

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللّٰهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Katakanlah, Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah (sunnah/petunjuk)-Ku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 31).

Imam Ibnu Katsir, ketika menafsirkan ayat ini berkata, “Ayat yang mulia ini merupakan hakim (pemutus perkara) bagi setiap orang yang mengaku mencintai Allah, akan tetapi dia tidak mengikuti jalan (sunnah) Rasulullah SAW, maka dia adalah orang yang berdusta dalam pengakuan tersebut dalam masalah ini, sampai dia mau mengikuti syariat dan agama (yang dibawa oleh) Nabi Muhammad SAW dalam semua ucapan, perbuatan dan keadaannya.”

Kita melihat kecintaan pada Nabi SAW menjadi satu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keimanan setiap muslim. Dia adalah bagian inti dari keimanan dan itu pula yang diajarkan oleh Nabi kita Muhammad SAW kepada setiap sahabat dan kepada semua umat Islam.

Ada suatu riwayat yang disebutkan oleh Tsauban. Suatu ketika, Tsauban tidak bertemu dengan Rasulullah SAW, beliau merasakan rasa kesepian yang luar biasa hanya sehari tidak bertemu dengan Rasulullah SAW. Ketika Rasulullah SAW datang, Tsauban langsung mengatakan kepada Rasulullah SAW: “Aku merasa kesepian ya Rasulallah …“.

Lalu Tsauban melanjutkan ucapannya lagi kepada Rasulullah SAW:

“Ya Rasulullah, saya sebenarnya tidak sakit, tapi saya sangat sedih jika berpisah dan tidak bertemu denganmu walaupun sekejap. Jika dapat bertemu, barulah hatiku tenang dan bergembira sekali. Apabila memikirkan akhirat, hati saya bertambah cemas, takut-takut tidak dapat bersama denganmu. Kedudukanmu sudah tentu di syurga yang tinggi, manakala saya belum tentu kemungkinan di syurga paling bawah atau paling membimbangkan tidak dimasukkan ke dalam syurga langsung. Ketika itu saya tentu tidak bertatap muka denganmu lagi.”

Mendengar ucapan Tsauban, Baginda Rasulullah SAW amat terharu. Namun baginda tidak dapat berbuat apa-apa karena itu urusan Allah SWT. Setelah peristiwa itu, turunlah wahyu kepada Rasulullah SAW, Allah SWT berfirman:

وَمَنْ يُطِعِ اللّٰهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَٰئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللّٰهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ ۚ وَحَسُنَ أُولَٰئِكَ رَفِيقًا

“Barangsiapa yang taat kepada Allah dan RasulNya, maka mereka itu nanti akan bersama mereka yang diberi nikmat oleh Allah yaitu para nabi, syuhada, orang-orang shaleh dan mereka adalah yang sebaik-baik teman.” (QS. An-Nisa [4]: 69)

Ada seorang ulama mengatakan bahwa perasaan Tsauban menunjukkan kedekatan dengan Rasulullah SAW yang luar biasa. Mengapa demikian? Karena Tsauban meskipun nantinya akan masuk kepada Surganya Allah SWT, meskipun banyak kenikmatan yang di berikan Allah SWT, mendapatkan karunia di Surga tetapi kedekatan dengan Rasulullah SAW adalah suatu hal yang membuat beliau tidak bisa merasakan kenikmatan itu dengan baik dan ini yang dirasakan oleh Tsauban RA.

Rasa kangen Tsauban kepada Rasulullah SAW begitu membuncah dan bergelora dalam hatinya. Cintanya tanpa reserve. Bahkan mungkin beliau sendiri tak mengerti akan rasa yang muncul di dalam hatinya. Sang pecinta tak pernah mengerti tentang bagaimana rasa cinta itu bisa muncul dari dalam hatinya. Adapun alasan-alasan yang dikemukakan Tsauban kepada Rasulullah SAW belumlah cukup menjawab mengapa rasa kangen itu bisa muncul.

Guru kami, Syaikh Ibnu Arabi dalam kitab al-Futuhat al-Makkiyyah mengatakan bahwa, “cinta adalah hukum tanpa batas”. Artikel yang bertema tentang hal itu dapat dibaca di sini. Guru kami, Syaikh Ibnu Arabi berkata:

الْحُبُّ مَزِيْلٌ لِلْعَقْلِ، وَمَا يُؤَاخِذُ اللّٰهُ إِلاَّ الْعُقَلآءَ، لاَ الْمُحِبِّيْنَ، فَإِنَّهُمْ فِي أَسَرِهِ، وَتَحْتَ حُكْمِ سُلْطَانِ الْحُبِّ

“Cinta dapat menghilangkan akal sedangkan Allah hanya mengambil perhitungan hukum bagi orang-orang yang berakal, bukan bagi orang-orang yang mabuk cinta kepada-Nya. Para Pencinta Allah masuk ke dalam lindungan-Nya dan mereka dikendalikan oleh kuasa cinta.”

Dalam Surat At-Taubah, Allah berfirman:

قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللّٰهُ بِأَمْرِهِ ۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ ۞

“Katakanlah: “jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. At-Taubah [9]: 24)

Kewajiban kita memeriksa cinta kita kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah sejauh apa? Lihat bagaimana para sahabat Nabi terdahulu. Mereka lebih mencintai Rasulullah bahkan dari jiwa mereka sendiri, dari suami mereka sendiri, istri mereka sendiri, anak mereka sendiri.

Dalam sebuah kisah yang menunjukkan kecintaan kepada Rasulullah SAW disebutkan, sebagaimana dikeluarkan oleh Muhammad bin Ishaq dari Saad bin Abi Waqqash, bahwa ada seorang wanita dari Bani Dinar yang ayah, suami, saudara laki-lakinya gugur di medan Perang Uhud. Mendengar tiga orang kerabatnya gugur, sahabiyah ini bertanya, “Apa yang terjadi dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam”? Orang-orang menjawab, “Beliau dalam keadaan baik.” Wanita itu memuji Allah dan mengatakan, “Izinkan aku melihat beliau.” Saat melihatnya ia berucap,

كُلُّ مُصِيْبَةٍ بَعْدَكَ جَلَلٌ

“Musibah (selain yang menimpa Rasulullah SAW) adalah ringan”

Artinya itu kecil, yang penting Rasulullah selamat, Alhamdulillah. Adapun suami, bapak, kakak, adik, ataupun saudaranya sudah meninggal dunia dan mereka masuk surga. Sampai mereka mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam luar biasa sekali.

Dalam Perang Uhud tersebut, kaum muslimin mengalami kekalahan, sehingga Rasulullah SAW terperosok dalam satu lubang. Lalu seorang sahabat ketika melihat panah-panah hendak menghujam tubuh Rasulullah, dipeluknya Rasulullah dan dibiarkan panah-panah itu menghunjam tubuhnya. Sampai begitu pengorbanan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Inilah kecintaan salah seorang sahabat kepada Rasulullah SAW. Dan inilah pula yang seharusnya menjadi kecintaan setiap muslim kepada Rasulullah SAW. Kecintaan kita kepada beliau SAW merupakan sesuatu yang sangat penting. Kecintaan ini bukanlah kajian sampingan atau upaya sepintas yang dilakukan dalam bersyariat.

Kepribadian beliau yang begitu agung. Kasih sayang beliau yang begitu tulus dan suci. Perjuangan dan pengorbanan beliau untuk peri-kehidupan dan peri-kemanusiaan sangat murni dan bersih dari segala kepentingan duniawi. Cinta beliau kepada umat manusia semata-mata karena Allah SWT telah menghembuskan rahmat dan berkah itu di dalam diri beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sahabatku sekalian, demikianlah pemaparan cinta kepada Rasulullah SAW. Mencintai Rasulullah SAW adalah “pintu gerbang” mencintai Allah SWT. Sehingga menjadi mutlak dalam prinsip yang harus dipegang teguh oleh para pejalan (salik) dalam Tarekat Tasawwuf, yakni mencintai terlebih dahulu Rasulullah SAW. Lalu bagaimana upaya kita untuk menumbuhkan kecintaan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?

Sahabatku yang dikasihi Allah SWT, semoga kita diberikan kekuatan untuk mencintai Rasulullah SAW, mencintai jalan yang diajarkan oleh Rasulullah SAW dan mencintai segala sesuatu yang dicintai oleh Rasulullah SAW. Âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn.

Mari kita tutup artikel ini dengan do’a:

اللّٰهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ وَالْعَمَلَ الَّذِي يُبَلِّغُنِي حُبَّكَ، اللّٰهُمَّ اجْعَلْ حُبَّكَ أَحَبَّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِي وَأَهْلِي وَمِنَ الْمَاءِ الْبَارِدِ

Allâhumma innî as-aluka ĥubbaka wa ĥubba man yuĥibbuka wal-‘amalal ladzî yuballigunî ĥubbaka, Allâhummaj’al ĥubbaka aĥabba ilayya min nafsî wa ahlî wa minal mâil bâridi.

“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu kecintaan-Mu, dan kecintaan orang yang mencintai-Mu, serta amalan yang menyampaikanku kepada kecintaan-Mu. Ya Allah, jadikanlah kecintaan-Mu lebih aku cintai daripada diriku, keluargaku serta air dingin”.

Âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn

https://pasulukanlokagandasasmita.com/mencintai-nabi-saw-bukan-perkara-sampingan/

Semoga bermanfaat…

 


Share posting

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *