DEMOKRASI DAN PANDEMI COVID-19
Artikel Eksklusif
Oleh: Nuni Nurbayani, M. Pd.I.
Tidak banyak yang mendeskripsikan relasi demokrasi dengan kesehatan dalam kehidupan masyarakat. Demokrasi erat dikaitkan dengan negara, kepemimpinan, politik serta kadang ekonomi dan budaya. Namun, saat ini tidak ada yang tidak berkaitan dengan kesehatan. Demokrasi prosedural pun turut merasakan dampak dari Coronavirus Disiase 2019 (Covid-19). Yaitu dengan ditundanya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2020 yang tengah berlangsung di 270 daerah (9 provinsi 224 kabupaten dan 37 kota).
Serangan tiba-tiba, ketidakpastian waktu, tempat, kapan terjadi mengharuskan kita meningkatkan kewaspadaan agar pendemi ini tidak meluas. Opsi awal yang dipilih pemerintah untuk pencegahan meluasnya infeksi adalah pembatasan jarak fisik (physical distancing). Tentunya ini berimplikasi pada aktifitas masyarakat di ruang publik yang dibatasi. Termasuk tahapan Pilkada serentak 2020. Melalui rapat kerja Komisi II bersama Mendagri Tito Karnavian, Ketua KPU Arief Budiman, Ketua Bawaslu Abhan, dan Plt Ketua DKPP Muhammad di Gedung DPR Senayan Jakarta, senin 30 Maret 2020, pilkada 2020 yang sebelumnya di jadwalkan akan dilaksanakan tanggal 23 September 2020 disepakati untuk ditunda.
Sebagai dasar etis dan yuridisnya adalah Undang-Undang No. 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Undang-undang tersebut pada pasal 121 ayat 1 menyebutkan, “Dalam hal di suatu wilayah Pemilihan terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, dan atau gangguan lainnya yang mengakibatkan terganggunya seluruh tahapan penyelenggaraan pemilihan maka dilakukan pemilihan susulan. Ayat 2,” pelaksanaan pemilihan susulan dilakukan untuk seluruh tahapan penyelenggaraan pemilihan.
Jurnal lancet pada bulan Maret 2019 mempublikasikan sebuah riset dengan judul, The relationships between democratic experience, adult health, and cause-specific mortality in 170 countries between 1980 and 2016: an observational analysis. Riset ini mengubah cara pandang mengenai demokrasi yang lebih banyak ditempatkan di ruang-ruang pemilihan. Hasil riset menyimpulkan praktik demokrasi di 170 negara yang diteliti antara tahun 1980 hingga 2016, ternyata mampu menggeser angka kematian di negara yang mengadopsi sistem demokrasi ke prosentase yang lebih rendah.
Dalam penelitian yang dilakukan Thomas J Bollyky, Tara Templin, Matthew Cohen, Diana Schoder, Joseph L Dieleman, Simon Wigley ditemukan bahwa lembaga dan proses demokrasi yang bebas dan adil bisa menjadi katalisator untuk meningkatkan kesehatan populasi dengan perolehan kesehatan terbesar yang mungkin untuk penyakit kardiovaskular dan penyakit tidak menular lainya. Sistem demokrasi dimungkinkan memberikan prioritas lebih tinggi untuk investasi perawatan kesehatan. Tentunya jika dijalankan oleh pemerintahan yang akuntabel dan memiliki daya tanggap/sensitifitas yang baik pada kebutuhan utama masyarakat.
Riset ini menjadi catatan penting bagaimana sebuah negara dengan sistem terbaik yang dimilikinya ternyata tidak mampu mempersenjatai rakyatnya dengan kesehatan yang baik. Meskipun pemerintah Indonesia telah meningkatkan anggaran kesehatan 2 kali lipat lebih besar di tahun 2020, yaitu sebesar 132,2 triliun. Dengan program yang cukup baik seperti program memperkuat layanan dan akses kesehatan di fasilitas tingkat pertama. Juga pemenuhan program promotive dan preventif melalui pemenuhan gizi dan imunisasi balita. Serta edukasi publik tentang pentingnya pola hidup sehat untuk menekan angka penyakit tidak menular. Namun ternyata program ini belum dirasakan efektif karena beberapa sebab.
Pertama, orientasi masyarakat terhadap kesehatan dirinya lebih kepada pengobatan daripada pencegahan/preventif. Masyarakat lebih menikmati gaya hidup tidak sehat, misalnya terbiasa dengan sanitasi yang buruk dan terbiasa mengkonsumsi makanan tidak sehat. Terlihat dari beberapa penyakit yang diderita masyarakat Indonesia. Obesitas, gula, gagal ginjal, hipertensi, jantung dll. Misalnya hipertensi dari riset kesehatan dasar dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 8 juta orang pertahun meninggal karena penyakit ini. Lalu tuberkulosis (Tb), menurut dr. Erlina Burhan, koordinator penanganan Covid-19 di RSUP Persahabatan dalam program Indonesia Lawyer Club (ILC) selasa malam 24 Maret 2020. 11 orang perjam meninggal karena penyakit ini. Indonesia tahun 2020 memiliki 845.000 kasus baru per tahun, 98.000 orang meninggal setiap tahunnya.
Kedua, Sama halnya dengan masyarakat, kontrol pemerintah terhadap program promotive dan preventif masih kurang maksimal. Program Gerakan Masyarakat Sehat (Germas) belum sampai secara langsung pada masyarakat di rumah-rumah. Hanya sampai di posyandu itu pun dalam bentuk penimbangan balita dan pemberian makanan alakadarnya. Begitupun program pemberian makanan sehat seperti telur di koperasi desa tidak semua masyarakat merasakan manfaatnya. Di sekolah-sekolah tempat pendidikan anak tidak ada edukasi pada pedagang mengenai jualan makanan yang sehat. Ini penting untuk melakukan pendidikan ke padagang. Bisa disertai reward untuk pedagang makanan yang sudah memenuhi standar gizi.
Ketiga, Tidak ada edukasi mengenai kesehatan yang diintegrasikan dengan pendidikan. Mata pelajaran pendidikan kesehatan jasmani di sekolah, khususnya sekolah negeri, hanya sebatas pelajaran olah raga saja. Ada pun pendidikan kesehatan tidak dibahas secara spesifik dan menjadi bagian dari keseharian siswa di sekolah, sebagai pendidikan kecakapan hidup. Padahal pendidikan kesehatan ini penting diterapkan sejak dini mulai di sekolah. Edukasi kesehatan juga bisa dilakukan di masyarakat melalui pengajian, rembug warga di desa dan inisiasi pertemuan lainnya. Pembangunan Sumber Daya Manusia yang sadar kesehatan sangat penting untuk meningkatkan indeks kesehatan manusia Indonesia.
Pentingnya kesehatan dan imunitas ditegaskan lagi oleh dr. Erlina Burhan terkait dengan pendemi corona saat ini. Erlina menegaskan bahwa sebenarnya covid 19 dapat dikendalikan dan menyerah pada imunitas yang baik. Kuman-kuman akan dikendalikan oleh sistem imun yang baik. Kalaupun ada gejala ringan. Artinya tubuh yang sehat akan dapat menangkal berbagai penyakit yang datang. Beberapa pasien yang sembuh dari corona karena imunitas dalam dirinya baik. Beberapa wabah yang melanda dunia, sebut saja pes, SARS, MERS dan corona, pangkalnya tetap pada sanitasi yang buruk dan imunitas yang rendah.
Dilansir dari detik.com, hingga tanggal 30 Maret 2020 pasien positif terinfeksi covid 19 meningkat 129 dari satu hari sebelumnya. Saat ini pasien positif covid 19 menjadi 1.414 kasus, 122 orang meninggal, dan 75 orang sembuh. Covid juga berhasil menaklukkan 199 negara. Termasuk negara-negara adikuasa yang memiliki system pertahanan yang lebih canggih. Dengan mudah dalam waktu singkat, hanya 4 bulan dari Desember 2019 hingga Maret 2020, dunia dibayangi suasana mencekam. Covid-19 sejak ditemukan di Wuhan Cina Desember 2019 dari pantauan Worlometer berhasil melucuti pertahanan Amerika Serikat (AS). Hingga akhir bulan Maret AS menjadi negara yang memiliki kasus Covid 19 tertinggi. Jumlah pasien terinfeksi di AS sebanyak 143.055 kasus, meninggal 2.513 orang dan yang sembuh 4.865 orang.
Hingga saat ini dunia masih kalang kabut menghadapi wabah ini. Cina negara pertama yang terinfeksi covid telah berhasil keluar dari pendemi. Tempo.co melaporkan, Cina mengalami penurunan infeksi virus corona dalam negeri untuk hari keempat. Termasuk nol kasus di wuhan selama enam hari berturut-turut. Otoritas Cina berhasil menekan angka positif Covid-19 sejak pukul 10 pagi 23 Januari dengan system lockdown (mengunci kota). Dan sejak 14 Maret di buka kembali, Cina tengah memulihkan perekonomian dengan berbagai kebijakan. Salah satunya memberikan pinjaman sebesar 200 miliar yuan (Rp. 460 triliun) kepada 5000 bisnis dari 300 miliar yuan (Rp. 691 triliun) yang dialokasikan untuk membantu perusahaan saat beroperasional.
Jika pasien positif covid di Indonesia terus bertambah mungkin saja tidak bisa tidak Indonesia menerapkan metode serupa dengan Cina. Meski taruhannya ekonomi nasional terguncang. Terkecuali masyarakat mematuhi secara sadar himbauan pemerintah untuk jaga jarak dan di rumah saja dan mempersenjatai diri dengan gizi makanan seimbang. Tentunya pemerintah harus turun tangan dengan memberikan bantuan. Pun masyarakat harus bahu membahu saling membantu. Seperti pepatah founding father kita Ir. Soekarno dalam pidato 1 Juni 1945, bahwa esensi dari demokrasi Pancasila kita adalah gotong royong. Gotong royong adalah pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu membantu bersama, amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua. Holopis kuntul baris buat kepentingan bersama.
Referensi:
DetikNews. Data Corona Terkait Indonesia, 30 Maret 2020 Pukul 16.00 WIB. Diakses pada tanggal 30/03/2020 pukul 22:25
Dokumen Rapat Dengar Pendapat (RDP) KPU RI, Maret 2020.
Eka Yudha Saputra. (2020). Wuhan Bebas Kasus Virus Corona Selama Enam Hari Terakhir. Tempo.co. Diakses pada tanggal 30/03/02 pukul 21:30
http://www.kemenkeu.go.id. Diakses pada tanggal 30/03/2020 21:25
Jagat Patria. (2018). Membumikan Ajaran Bung Karno: Gotong Royong, Ruh Bangsa (Bagian 1). http://medium.com/@jagatpatria/membumikan-ajaran-bung-karno-gotong-royong-ruh-bangsa-bagian1. Diakses pada tanggal 30/03/02 pukul 22:20
Jurnal The Lancet. www. The Lancet.com. Published online March 13, 2019 http:// dx.doi.org/10.1016S0140-6736(19)30235-1 Diakses pada tanggal 28/03/02 pukul 20:20