#Di rumah saja: Memupuk Tradisi Membaca sejak Dini

Share posting

Artikel Eksklusif

 

Oleh: Nuni Nurbayani, M.Pd.I.

   

Nuni Nurbayani, M.Pd.I : Divisi Sosialisasi dan SDM KPU Kab. Garut
(Foto file pribadi-grahabignews.com)

 Beberapa pekan sejak sekolah diliburkan karena pandemi covid-19. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menghimbau sekolah untuk membimbing anak-anak belajar melalui media on line. Namun ada sekolah yang memulainya terlambat sehingga orang tua banyak yang resah karena setiap hari anak-anaknya asyik dengan TV atau bermain gadjet seharian.  Ada yang senang dengan anjuran kemedikbud ini. Namun, ada juga yang merasa terbebani karena orang tua dituntut berperan lebih aktif membimbing dan mengajari anak seperti guru di sekolah.

Plus minus tanggapan masyarakat pada kebijakan pemerintah mengenai learning  from home (belajar dari rumah) di tengah wabah corona yang melanda dunia adalah hal biasa. Namun, sesungguhnya ini bisa dijadikan kesempatan yang baik bagi pemerintah dan orang tua untuk membiasakan anak membaca sejak dini. Hal ini selaras dengan semangat Hari Buku Anak Internasional yang diperingati setiap tanggal 2 April. Ini merupakan momentum yang baik untuk memulai kembali tradisi membaca di masyarakat kita yang mulai pudar. Apalagi tingkat literasi membaca di negara kita begitu rendah.

Dari tulisan Evita Devega yang dipublikasikan kominfo.go.id., UNISCO menyebutkan bahwa Indonesia berada di urutan kedua dari bawah soal literasi dunia. Sementara riset yang bertajuk World’s Most Literate Nasional Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univercity pada Maret 2016, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. Berada di bawah Thailand dan di atas Bostwana.

Membaca diyakini sebagai pintu gerbang yang dapat membuka dunia. Membaca dapat mengantarkan generasi kepada kehidupan yang gemilang, seperti yang diinginkan para orang tua. Setiap orang tua menginginkan masa depan yang terbaik untuk anak-anaknya. Dunia yang nyaman dan aman, tanpa ketakutan dan kecemasan. Dapat bermain dengan riang gembira, belajar tanpa terhalang hambatan biaya. Mendidik anak dengan pendidikan terbaik baik formal maupun informal adalah investasi bagi masa depan bangsa. Berkomitmen dan berupaya menciptakan dunia tersebut adalah tanggung jawab pemerintah dan orang tua berkewajiban pula memastikan upaya ini bisa terlaksana.

Jacqueline Kennedy mantan Ibu negara Amerika Serikat mengatakan, ada banyak cara meluaskan dunia anak-anak,  mengajarinya mencintai buku adalah cara yang terbaik. Mengajari anak mencintai membaca memang bukan perkara mudah. Apalagi jika kebiasaan ini tidak ada dalam kehidupan keluarga sehari-hari. Ketika ditanya, berapa buku yang kita baca dalam sehari? Sebulan? Setahun? Jika jawabannya gelengan kepala, ini menunjukan literasi membaca memang belum menjadi budaya di masyarakat kita.

Mudah menemukan orang yang sedang ‘membaca’. Membaca status di smart phone?’. Bukan hanya dalam hitungan menit bahkan berjam-jam.  Bukan hanya orang dewasa, anak-anak usia sekolah dasar pun banyak yang sudah dibekali smart phone oleh orang tuanya. Tanpa pengawasan anak-anak bebas mengakses internet yang didalamnya tidak bebas dari content dewasa yang belum boleh dikonsumsi anak-anak. Dari data wearesocial  per Januari 2017, orang Indonesia bisa menatap layar gadget kurang lebih 9 jam sehari. Dalam hal cuitan di media sosial orang Indonesia berada di urutan ke 5 di dunia. Warga Jakarta tercacat paling cerewet menuangkan segala unek-uneknya di Twitter. Lebih dari 10 juta tweet setiap hari.

Belajar dari Pemimpin yang juga Penulis

Tidaklah  sulit menamkan rasa cinta pada membaca. Keajaiban membaca bisa diceritakan kepada anak-anak dengan bahasa yang mudah diserap. Bagaimana seorang pemimpin penakluk dunia mengangkat senjatanya melalui propaganda pena. Tulisannya yang sarat makna, mampu menggerakkan sendi-sendi kehidupan, merubah dan merevolusi pemikiran. Menjadikan peradaban semakin maju dan berkembang.

Membaca dan menulis adalah dua hal yang sangat berkaitan. Tidak ada seorang penulis yang dapat menuangkan gagasannya tanpa membaca terlebih dahulu. Para pemimpin baik nasional maupun dunia yang terkenal di bidangnya masing-masing pada umumnya adalah para pembaca dan penulis besar. Kita mengenal presiden Soekarno sang proklamator kemerdekaan. Dari perjalanan hidupnya dia berhasil menuliskan banyak essai dan pidato. Kumpulan tulisannya kini sudah di bukukan dalam buku berjudul, Di Bawah Bendera Revolusi jilid I dan II. Gelora perjuangan dan kobaran semangatnya tergambar dalam setiap kalimat yang ditulisnya. Bung Karno menulis dalam segala keadaan bahkan ketika diasingkan produktifitas menulisnya semakin menjadi.

Lalu Bung Hatta, Wakil Presiden Republik Indonesia yang pertama, dalam tulisan Betti Alisjahbana, Hatta menulis sejak usia 16 tahun dan terus menulis hingga usia 77 tahun. Tulisannya berbahasa Idonesia, Inggris, Belanda dan beberapa dalam bahasa Perancis. 10 seri buku karya lengkap Bung Hatta (KLBH) terdiri dari 800 tulisan dan diterbitkan oleh LP3ES bekerjasama dengan Universitas Bung Hatta.

Daratan Tiongkok mencatat nama jenderal Sun Tzu. Jendral besar yang hidup di tahun 54SM-470SM. Semasa hidupnya Sun Tzu menulis buku Sun Zi Bing Fa, yang dalam bahasa Inggris dikenal The Art of War. Melalui taktik perang yang ditulisnya, pasukan yang dipimpinnya berhasil mengalahkan pasukan kerajaan Chu. Kemudian memimpin pasukan kerajaan Wu dan memenangi 5 kali peperangan.

Tokoh lainnya yang pernah menulis adalah Thomas Stamford Raffles, Gubernur Jenderal asal Inggris. Ketika menjajah Indonesia tahun 1811-1816 ia menulis History of Java. Dalam tulisan Idris Apandi dijelaskan buku tersebut menjadi sebuah masterpiece dan sudah di cetak di luar negeri.

 Menanam Embrio Pembaca di masa karantina

Anjuran Work from home (bekerja dari rumah) yang sejalan dengan learn from home (belajar dari rumah) di masa pemerintah memberlakukan pshical distancing adalah momentum terbaik untuk menanam embrio pembaca dalam keluarga. Dimasa ini orang tua dan anak yang biasanya sibuk dengan aktifitas masing-masing memiliki kuantitas waktu bersama yang banyak. Berbagai cara dapat dilakukan untuk memupuk kebiasaan membaca di tengah meningkatnya pasien positif covid 19 yang sudah menembus angka lebih dari 2000 pasien positif covid.

Kita bisa belajar pada Finlandia sebagai negara terbaik dalam pendidikan di dunia. Di Finlandia, orang tua (ibu dan ayah) diberi buku tentang perkembangan anak. Sistem pendidikan Finlandia menekankan pembelajaran dengan metode imajinasi, bermain, bercerita, self discovery. Setelah bersekolah anak diwajibkan  membaca satu buku setiap minggu. Hal ini tentunya dapat terus memupuk minat baca pada anak yang didukung oleh para orang tuanya.

Banyak langkah yang bisa dilakukan dalam kondisi darurat ini untuk meningkatkan literasi membaca anak-anak. Pertama, dengan diwajibkan orang tua  membuat video yang di upload ke grup kelas dirasa sangat efektif untuk meningkatkan minat belajar anak. Sekolah bisa menugaskan berbagai aktifitas yang berkaitan dengan membaca setiap hari. Misalnya, membuat laporan kegiatan sehari-hari seperti diari yang dilaporkan setiap hari atau setiap akhir pekan. Membuat kegiatan membaca bersama orang tua dalam bentuk story telling dan diceritakan kembali dalam bentuk video. Meresensi cerita, membuat dan membaca puisi dan pidato.

Kedua, kesadaran membaca bisa dikampanyekan melalui media sosial. Bagaimana keajaiban membaca ini bisa mengubah dunia bisa di viralkan melalui media. Mengkampanyekan pentingnya komentar positif di media. Juga menjadi langkah yang baik agar netizen berhati-hati dalam menuliskan komentarnya dan membaca dahulu sebelum menuangkan gagasannya. Dan juga media sosial bisa menjadi ajang memviralkan banyak buku dan meresensinya untuk bisa di baca pengunjung.

Ketiga, Setelah pendemi ini selesai. Pemerintah sebagai pemegang peran sentral dapat mendorong pertumbuhan minat baca di masyarakat dengan mensuplai banyak buku ke sekolah. Mengaktifkan balai desa sebagai kajian dan tempat membaca. Membuat banyak sayembara dan atau pelatihan membaca dan menulis. Melatih guru agar pandai bercerita dan mendorong banyak penulis muda lahir dari sekolah dengan kurikulum yang diintegrasikan.

Dengan begitu, selama learn from home berlangsung embrio-embrio pembaca ulung dapat lahir dari setiap keluarga Indonesia. Mari di rumah saja. Mendukung pemerintah memberantas corona. Sembari mengisi waktu luang dengan aktifitas yang bermanfaat. Salah satunya menumbuh suburkan tradisi membaca di masyarakat.

 

* Penulis adalah Ibu dan bekerja sebagai Anggota KPU Kab. Garut

 

Referensi:

Betti Alisjahbana, qb.leadership.com, diakses 1 april 2020 pukul 10.26

Evita Devega https://www.kokminfo.go.id, diakses 1 april 2020 pukul 10.30

Idris Apandi. https://www.kompasiana.com, diakses 1 april 2020 pukul 10.20

 


Share posting

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *