Jurnalis Dengan Progres Resolusi 2020, Mari Bangun Harmoni Berkomunikasi, Bersaing Dengan Sehat Buang Sikap Iri Tanda Tak Mampu

Share posting

Oleh : Wishnoe Ida Noor, Pemimpin Redaksi GrahaBigNews

Wishnoe Ida Noor Pemimpin Redaksi GrahaBigNews

Bulan Februari telah berlalu, di dalamnya ada peringatan Hari Pers Nasional. Itu artinya, bahwa kita sedang menjalani tahun 2020, meninggalkan tahun 2019. Tahun 2019 adalah tahun yang telah menyisakan banyak pekerjaan yang patut untuk di evaluasi, di koreksi, dijadikan  instropeksi dan perbaikan menuju perubahan yang lebih baik dari tahun sebelumnya. Pertanyaannya adalah, Apakah sisa-sisa  dari pekerjaan atas sikap, perbuatan, kinerja dan tindakan yang dilakukan untuk berbagai  solusi dari rentetan resolusi di tahun 2019 sudah menuju arah perubahan? Apakah perubahan itu sendiri, ketika diterapkan dari mulai perbaikan sisi moralitas bangsa ini menimbulkan kontra diktif, ketika komunitas yang tak doyan perubahan tetap merongrong dengan berbagai cara? Dan akhirnya keterpurukkan mental, loyalitas, dedikasi disadari atau tidak telah membunuh karakter untuk suatu perubahan itu sendiri?.

Demikian halnya dengan keberadaan dari kejurnalistikan kita khususnya di kabupaten Garut ini, ketika suatu perubahan demi perbaikan sama-sama di benahi, di tata dan di terapkan, tak ayal telah membuat suatu persepsi tersendiri. Jika kita mau jujur, bahwa perubahan untuk mentaati aturan di dalam menjalankan tufoksinya masing-masing baik dari kalangan legislatif, yudikatif dan eksekutif termasuk jurnalis di dalamnya tak ayal nada-nada sumbang tetap menjadi irama dari ritme perjalanan yang membuat kita mengelus dada.

Bagaimana tidak, ketika kita sama-sama sepakat untuk suatu “ perubahan “, alih-alih keberadaan jurnalis itu sendiri kerap dipandang nyinyir oleh sebagian oknum-oknum yang merasa terusik dan tidak nyaman untuk suatu perbaikan dan itupun kita tak bisa menutup mata, semua terjadi karena belum adanya kesadaran moralitas untuk sama-sama memperbaikinya.

Bukankah harapan besar dari semua pihak agar kita di medianya masing-masing, baik cetak, elektronik, maupun online, agar menjadi mitra dalam transformasi informasi mempunyai karakteristik edukatif, inovatif, selektif, konstruktif, cover boot side, dan saling member manfaat dengan keberimbangan pemberitaan? Ketika hal itu di implementasikan oleh rekan-rekan kita, baik ketika menjalankan tufoksinya, menuliskan pemberitaannya, disambut dengan sikap arogan?

Tak jarang, ketika suatu temuan atas azas praduga tak bersalah di konfirmasikan dengan komunikasi yang tak lepas dari kode etik kejurnalistikan, ujung-ujungnya tendensius, prontalitas, radikalisme dilakukan di belakang layar dengan bermunculannya teror ataupun berdatangannya oknum-oknum “ ayam jago “ yang di duga  telah dipesan oleh sang oknum kalangan tertentu. Bahkan ada juga yang menantang dari kalangan oknum ASN tanpa berpkir bijak mengeluarkan statemen, “silahkan beritakan saja, karena itu bagus biar ada efek jera!”. Apa yang terjadi? Setelah diberitakan, dia marah, antipati, dan dalam komunikasi penuh dengan sindiran yang tak patut dilakukan oleh orang-orang intelektual sebenarnya.

Pertanyaan berikutnya, apakah dengan realita tersebut kita para jurnalis yang ada di kabupaten Garut ini akan diam, ikut pada pola permainan kotor mereka, tutup mata atau bahkan Eskapis tanpa berbuat nyata untuk berkaya sesuai tufoksinya sebagai kontrol sosial? Atau prustasi yang tak ada hentinya ketika pola “ di kotak-kotak “ antara jurnalis harian dengan mingguan tetap lekat?. Padahal sejatinya di dalam aturan Undang-Undang Pers  No.40 tahun 1999 keberadaan kita adalah sama, sejajar bahkan sebagai pilar ke empat, tapi mengapa justeru di dalam keprofesian kita sendiri kita larut dalam setingan oknum-oknum yang tidak suka jika kita bersatu, dan berkarya memberikan konstribusi signifikan dalam roda pembangunan dari mulai pemberitaan kondusif dan masukan tajam atas kasuistik di lapangan.

Sikondisi seperti inilah yang kadang telah membuat kita para jurnalis di buai dengan pola sendiri, senang sendiri, kepentingan sendiri dengan alasan, bahwa jurnalis juga manusia harus hidup dan berkehidupan. Tapi apakah harus dengan cara opurtunis terlebih mengorbankan rekannya sendiri? Yang nota benenya adalah sama-sama jurnalis? Jangan biarkan dalang-dalang intelektual yang telah membuat scenario dengan cipta kondisi, peta komplik atas semua ini, mentertawakan kita  terbahak-bahak di belakang layar.

Mulailah menyayangi dan mencinta juga menjaga profesi kita sendiri. Hargailah rekan-rekan kita yang tetap berkarya, jangan mencoreng muka dengan arang sendiri. Bersikaplah netral, dan yakinlah bahwa setelah kita berkarya nyata, semua mempunyai kapasitasnya masing-masing, mempunyai karakteristiknya masing-masing, jangan sampai rasa iri dengki menyelimuti hati kita dalam berkiprah, dan itu menunjukkan ketak mampuan kita menekuni profesi kita sendiri, sehingga iri tanda tak mampu merasuki hati dan pikiran yang menyebabkan kita tak mempunyai rasa percaya diri.

Semog saja seiring dengan era perubahan, dan perbaikan menuju bangsa yang lebih baik ini, kita mulai bersama-sama untuk membangunnya dari semua bidang terutama menumbuhkembangkan moralitas yang jujur, bertanggung jawab dan  bijaksana di tahun 2020 ini di mulai dari diri kita sendiri, karena tidak menjamin, bahwa begitu banyak pertanyaan yang diakomodir dan tercatat menghasilkan jawaban dan kepuasan  sesaat tanpa dibarengi dengan kerja nyata untuk mewujudkannya.

Gunakanlah etika keprofesian kita dengan bertanggungjawab. Komunikasikanlah, jika kita hendak mengutip suatu saduran dari berita yang telah di buat oleh rekan kita dengan sopan santun, karena ketika suatu komunikasi tidak di bangun, selain akan berdampak negatif juga merugikan citra diri sendiri.

Perubahan walaupun terasa pahit, jika berkemauan untuk sama-sama membenahi, dan menata serta melaksanakannya diharapkan bisa mengeliminier  sikap, tindakan dan keputusan yang berbau  Eskapis, sebab sejatinya Eskapis  yang senantiasa bersandar pada angan, dan  pemikiran semata tanpa dibarengi kerja nyata, tetap saja tidak akan membuahkan hasil yang diharapkan, karena Eskapis adalah salah satu perbuatan yang dibenci Tuhan, “ melak meureun dina sugan, hasilnya ge duka teuing !!!

Demikian juga dengan Tufoksi kita sebagai jurnalis hendaknya tetap berpegang teguh pada rambu-rambu yang telah menjadi pegangan kejurnalistikan itu sendiri, bagaimana suatu perubahan akan tercipta jika kita tak berkarya nyata? Sementara jelas tersirat dan tersurat suatu penegasan Tuhan, bahwa Tuhan tidak akan merubah keadaan suatu kaum jika kaum-Nya itu sendiri tidak mau merubahnya.

Kita jangan pesimis dengan keberadaan kita sebagai jurnalis Mingguan, Dwi Mingguan bahkan Bulanan, sebab jurnalis dimanapun dia berkerja menjalankan tugasnya dan  berkarya, sama saja lebelnya adalah jurnalis. Bersainglah dengan sehat, jujur mengakui kafasitasnya masing-masing, bersatu padu dan diharapkan ada Resolusi baru yang positif dengan progres yang signifikan serta tendang jauh-jauh sikap Eskapis, ABS untuk kepentingan pribadi. Terlebih saling menjatuhkan antar sesama jurnalist hanya karena iri merasa tesaingi, alih-alih hal irosionalpun dilakukan agar rasional, sehingga mendholimi dirinya sendiri.

“Cacak-cacak ada karyanya, begitu susahnya membangun suatu perubahan bersama-sama, tetapi kalau tidak di tumbuhkembangkan, apakah akan terjadi suatu perubahan itu? Perubahan bagi yang tak bernyali untuk belajar, adalah menyakitkan, karena pikiran iri di mendominasi hati. Padaal kalu mau jujur, sebaiknya mari saring eavaluasi menadikan semua yang telah kita lalui dengan kiprah kita sebagai kontemplasi dan berusaha terus untuk memperbaikinya serta mau belajar”.

Penulis berharap di Hari Pers Nasional di tahun 2020 dan Bulan Februari telah berlalu ini,  agar keberadaan kejurnalistikan kita kian memberikan warna perubahan untuk sama-sama memperbaikinya, karena kita menyadari bahwa ketak sempurnaan adalah dinamika indah untuk menyatukannya  dengan menciptakan kenyamanan saling menghargai satu sama lain, berpikir positif, berbesar hati… kikis sikap “ ingin selalu menjadi nomor satu “ , dengan  progres Resolusi 2020  jurnalis dengan karyanya, kikis habis sikap Eskapis, tumbuhkembangkan jiwa optimistis, sehingga nantinya akan terbentuk karakter jurnalis yang berkapabilitas. Amiiinn……

 

Penulis adalah Pemimpin Redaksi GrahaBigNews, Kabiro SKU PROGRESIF dan Online, Ketua BPC HIPSI (Himpunan Insan Pers Seluruh Indnesia), Dosen IMN Bidang keredaksian Jurnalistik dan Produksi Radio Siaran( non aktif).


Share posting

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *