SEABAD FLU SPANYOL (Bagian kedua)

Share posting

Artikel Eksklusif Pasulukan Loka Gandasasmita

Oleh : H Derajat

SEABAD FLU SPANYOL Bagian Kedua (foto sejarah file Pasulukan Loka Gandasasmita-grahabignews.com)

SEJARAH YANG BERULANG

Mari kita lanjutkan tentang FLU SPANYOL sebuah fakta sejarah yang diungkap Ravando Lie tentang Virus yang mewabah seabad yang lalu tepatnya tahun 1918 yang Virus maupun gejala penyakitnya sama dengan Virus Corona saat ini. Dengan belajar sejarah semoga kita segera bisa mengatasinya.

MASUKNYA FLU SPANYOL KE INDONESIA

Di Hindia (kini Indonesia), pandemi itu terbawa masuk besar kemungkinan melalui jalur laut, entah lewat kapal penumpang ataupun kapal kargo. Pemerintah Hindia Belanda mencatat, virus ini pertamakali dibawa oleh penumpang kapal dari Malaysia dan Singapura dan menyebar lewat Sumatera Utara. Investigasi polisi laut terhadap kapal penumpang Maetsuycker, Singkarah, dan Van Imhoffmendapati beberapa penumpang positif terjangkit virus tersebut. Virus bahkan menjangkiti seluruh penumpang dan awak kapal  Toyen Maru yang baru tiba di Makassar dari dari Probolinggo.

Menariknya, harian Sin Po dan Pewarta Soerabaia memiliki beberapa nama untuk menyebut pandemi itu: “Penjakit Aneh”, “Penjakit Rahasia”, dan “Pilek Spanje”. Dalam salah satu artikelnya, Pewarta Soerabaia bahkan menggunakan istilah “Russische Influenza” meskipun pandemi Flu Rusia sudah berakhir pada 1890.  Namun dalam artikel-artikel berikutnya, Sin Po maupun Pewarta Soerabaia menggunakan terminologi yang lazim digunakan di seluruh dunia untuk menyebut penyakit ini: Flu Spanyol.

Ketika virus itu mulai menyerang kota-kota besar di Jawa pada Juli 1918, pemerintah dan penduduk tidak memperhatikan. Mereka tidak sadar virus tersebut akan menjalar dengan cepat dan mengamuk dengan sangat ganas. Terlebih, saat itu perhatian pemerintah lebih terfokus pada penanganan penyakit-penyakit menular lain seperti kolera, pes, dan cacar.

Beberapa suratkabar juga menganggap Flu Spanyol belum berbahaya. Aneta, misalnya, dari korespondensinya dengan Asosiasi Dokter Batavia menyimpulkan bahwa Flu Spanyol tidaklah berbahaya bila dibandingkan dengan flu pada umumnya. Sementara, Sin Po menulis,  “Ini penjakit lagi sedang hebatnja mengamoek di seantero negeri, sekalipoen tiada begitoe berbahaja seperti kolera atau pes.”

 

Burgerlijken Geneeskundigen Dienst (BGD/Dinas Kesehatan Sipil) Hindia Belanda bahkan sempat salah kaprah dengan menganggap serangan Flu Spanyol sebagai kolera. Akibatnya, setelah muncul beragam gejala, pemerintah menginstruksikan BGD untuk mengadakan vaksinasi kolera di tiap daerah. Kesalahan penanganan itu menyebabkan jumlah korban semakin banyak, mayoritas berasal dari golongan Tionghoa dan Bumiputera.

Menurut BGD, gejala Flu Spanyol layaknya flu biasa. Penderita merasakan pilek berat, batuk kering, bersin-bersin, dan sakit kepala akut di awal. Dalam beberapa hari, otot terasa sakit dan disusul demam tinggi. Gejala umum lainnya, mimisan, muntah-muntah, menggigil, diare, dan herpes. Pada hari keempat atau kelima, virus telah menyebar hingga ke paru-paru. Dalam banyak kasus, gejala itu berkembang menjadi pneumonia. Bila penderita sudah sampai pada tahapan ini, kecil kemungkinan bisa bertahan.

Menurut Sinar Hindia, penyakit itu disebabkan perang yang berkecamuk di Eropa membuat kondisi udara menjadi buruk. Faktor tersebut berkelindan dengan musim kemarau panjang yang tengah terjadi di Hindia. Namun, De Sumatra Post membantah pendapat itu dengan menyebut influenza tersebut sebagai “Penjakit Rakjat”, berasal dari dalam Hindia, dan tidak menular. De Sumatra Post terpaksa menelan ludahnya sendiri ketika dalam salah satu artikelnya mendorong agar seluruh suratkabar di Hindia Belanda berkenan menyediakan rubrik singkat guna memberikan informasi mengenai bahaya penyakit ini.

Penyebaran Flu Spanyol di Hindia terjadi dalam dua gelombang. Pertama, Juli 1918-September 1918, sekalipun di beberapa tempat, seperti Pangkatan (Sumatera Utara), virus ini sudah menyebar pada Juni 1918. Diduga kuat penyakit itu ditularkan penumpang dari Singapura. Sementara, kawasan timur, seperti Sulawesi dan Maluku, masih terbebas dari Flu Spanyol selama gelombang pertama.

 

 

 


Share posting

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *