MURSYID PEGULAT DAN CUCU RASULULLAH SAW

Share posting

Artikel Eksklusif

Oleh : H Derajat

Imam Junaid Al Baghdadi (foto file Pasulukan Loka Gandasasmita=grahabignews.com)

Seorang Mursyid agung kami di Pasulukan Loka Gandasasmita yaitu Syeikh Junaid Al Baghdadi qs dulunya seorang ahli bela diri yang tak terkalahkan, di sisi ini mungkin banyak yang tidak mengetahuinya. Untuk lebih mengenal beliau maka ku sajikan kisah masa lalu beliau sebelum menjadi Mursyid Thariqat.

Bagi kalangan umat Muslim yang akrab dengan dunia tasawuf, tentu nama Syekh Abul Qasim Junaid al-Baghdadi sudah tak lagi asing di telinga mereka. Bagaimana tidak, ia begitu terkenal akan kewaliannya. Sampai-sampai, setiap kali membaca hadrah (pembacaan Surat Al Fatihah sebelum melakukan amalan mujahadah) para salik—sebutan bagi orang yang telah menempuh jalan tarekat—selalu mengkhususkan penyebutan nama Abul Qasim Junaid Al-Baghdadi tepat setelah penyebutan nama Suthanul Auliya’ Syekh Abdul Qodir Al Jilani, sang raja wali.

Lantas, bagaimanakah sejarah kewaliannya hingga ia begitu masyhur, terkenal sebagai kekasih Allah?

Ternyata, ia sebenarnya merupakan seorang pegulat tangguh tak terkalahkan pada masanya. Ia juga sangat ditakuti oleh para lawannya. Hingga suatu ketika, sang raja pada masa itu mengadakan sayembara bahwa siapa saja yang dapat mengalahkan Abul Qasim akan mendapatkan hadiah yang begitu banyak.

Sayembara tersebut akhirnya terdengar juga oleh seorang lelaki paruh baya di salah satu sudut Kota Baghdad. Ia adalah seorang keturunan Rasulullah Muhammad sallallahu ‘alaihi wasalam yang hidupnya begitu memprihatinkan. Sudah beberapa hari terakhir, keluarganya tak makan. Usianya juga sudah cukup tua, kira-kira 65 tahun. Namun, hal itu tak menciutkan nyalinya untuk mengikuti sayembara melawan Abul Qasim. Karena ia memiliki cara tersendiri.

Hari pertarungan telah tiba. Hingga saat itu, anehnya tidak ada seorang pun yang berani mendaftar melawan Abul Qasim. Maklum, seluruh penduduk kota sudah mengerti kehebatan Abul Qasim dalam bergulat. Mereka lebih memilih nyawa mereka daripada harus mati konyol demi memimpikan hadiah sayembara dari raja. Berbeda dengan lelaki dzurriyah rasul itu, ia tak gentar sama sekali. Demi keluarga yang sudah beberapa hari tak makan, ia rela mengorbankan nyawanya.

Saat ia mulai beradu pandang dengan Abul Qasim, saat melakukan penghormatan salam sebelum bertarung ia berbisik kepada Abul Qasim:

“Wahai Abul Qasim, aku tahu bahwa engkau adalah pegulat terhebat di kota ini dan aku pun yakin bahwa aku tak akan mampu mengalahkanmu. Namun, tahukah engkau mengapa aku berani bertarung denganmu. Aku adalah cucu Rasulullah, namun kelurgaku sedang tertimpa kesusahan. Sudah beberapa hari terakhir aku dan keluargaku tak mampu makan. Maka dari itu, aku memohon kepadamu agar engkau bersedia berlagak kalah hingga akhirnya hadiah sayembara itu ku dapat dan kelurgaku dapat makan.”

Mendengarnya, Abul Qasim begitu prihatin. Ternyata ada juga keturunan Rasulullah yang seperti itu. Akhirnya, dengan niatan memuliakan anak-cucu Rasulullah, ia turuti permohonan lelaki itu. Dan benar, lelaki tersebut sukses memenangkan sayembara dan kemudian membawa pulang hadiahnya untuk keluarga.

Sedang Abul Qasim harus menanggung  malu, bahwa pegulat terhebat di kota itu telah dikalahkan hanya dengan pukulan lelaki tua usia 65 tahun. Tapi hal itu tak membuat hati Abul Qasim kecewa sedikit pun. Ia justru bersyukur sudah dapat membantu cucu Nabi. Meskipun orang-orang sekota menghujatnya, karena memang tidak tahu dan Abul Qasim pun merasa hal ini tidak perlu diberitahukan.

Hingga suatu malam yang indah, Abul Qasim bermimpi ditemui oleh seorang lelaki yang ketampanannya tak dapat tergambarkan oleh kata-kata. Ia begitu penuh dengan cahaya. Namun, keteduhan wajahnya dan kewibawaannya tak membuat mata silau melihat pancaran cahaya dari dalam manusia terbaik sepanjang masa. Ya, ternyata ia adalah Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaih wasallam.

Dalam mimpinya itu, sang rasul berkata pada Abul Qasim bahwa mulai malam itu ia diangkat oleh Allah derajatnya menjadi waliyullah, kekasih Allah. Bukan karena kekuatannya, melainkan karena ia telah rela menolong dzurriyah rasul, anak-cucu keturunan sang utusan terkasih Allah, Muhammad sallallahu ‘alaihi wasalam.

Itulah kisah luar biasa dari sosok Abul Qasim yang terkenal dengan nama Imam Junaid al-Baghdadi, imamnya para ulama’ ahlussunnah wal jama’ah dalam hal akidah.

Dengan memuliakan keturunan Rasulullah saja dapat mengangkat derajat manusia yang awalnya hanyalah seorang pegulat menjadi wali Allah yang terkenal seantero jagat. Tak ada salahnya jika kita mau untuk sekadar membaca shalawat di bulan Ramadhan ini dalam rangka memuliakan Rasulullah. Tentu, andaikata hal itu ditampakkan, betapa manfaatnya tak dapat terkias oleh kata.

Kisah ini juga memberikan pesan, bahwa menolong orang yang terdesak oleh kebutuhan merupakan sebuah kemuliaan. Imam Junaid al-Baghdadi memberi contoh tentang pentingnya memprioritaskan kepentingan orang lain daripada diri sendiri. Ia ikhlas mengorbankan gengsi dan popularitas prestasinya demi membantu orang lain memenuhi kebutuhan dasarnya.

Ku tutup dengan do’a thariqat

Do’a (Hizib) Syekh Abdul Qodir Al Jailani

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

رَبِّ اِنِّي مَغْلُوْبٌ فَانْتَصِرْ، وَاجْبُرْ قَلْبِي الْمُنْكَسِرْ وَاجْمَعْ شَمْلِي الْمُنْدَثِرْ، اِنَّكَ أَنْتَ الرَّحْمَنُ الْمُقْتَدِرْ إِكْفِنِي يَاكَافِي وَأَنَا الْعَبْدُ الْمُفْتَقِرْ،وَكَفَى بِاللهِ وَلِيَّا،وَكَفَى بِاللهِ نَصِيْرَا إِنَّ الشِرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمِ، وَمَا اللهُ يُرِيْدُ ظُلْمًالِلْعِبَادْ فَقُطِعَ دَابِرَالْقَوْمِ الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا، وَالْحَمْدُللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنِ

Robbi innii maghluubun fantasir, wajbur qolbil munkatsir Wajmà syamlil mundatsir, innaka antar rohmanul muqtadirIkfinii yaa kaafi wa anal`abdul muftakir, wa kafaa billaahi waliyya , wa kafaa billaahi nashiiroInnasy syirka la zhulmun `azhiim, wa mallaahu yuriidu zulman lil `ibaadz Fa quthi`a daabirul qoumil ladziina zholamuu, wal hamdu lillaahi rabbil `aalamin

Artinya:

“Wahai Yang Mahakuasa saya sudah kalah (kalah oleh badan dan nafsuku hingga tak bisa terus-menerus berdzikir dan mendekat kepada-Mu) maka berilah pertolongan, maka hiburlah hati yang telah hancur ini (Maka padukanlah kemuliaan dan kesempurnaan yang telah terselubung, sungguh Engkau Yang Maha Pengasih dan Maha Menentukan). Cukupkanlah bagiku (cukupilah segala kebutuhanku) dan saya ialah Hamba yg sangat membutuhkan uluran bantuan-Mu dan cukuplah sudah Yang Mahakuasa sebagai yang diandalkan, dan cukuplah sudah Yang Mahakuasa sebagai Penolong (Sungguh menduakan Yang Mahakuasa ialah kejahatan yang besar, dan tiadalah menginginkan kejahatan dan kegelapan bagi hamba hamba-Nya) (Maka terputuslah segala kebijaksanaan kancil dan perjuangan mereka mereka yang berbuat kejahatan, dan segala puji bagi Tuhan sekalian alam)”.

 


Share posting

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *