BERNOSTALGIA

Share posting

Oleh  ;  Deni. AR

Kang Denny Ahmad Ruskayadi, adalah wartawan senior dan Koordinator Reforter GrahaBigNews untuk wilayah Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut.

Satu senja aku merenung diatas kursi depan rumah yang kebetulan suasana komplek dimana aku tinggal begitu sepi dan sunyi, mungkin karena efek bombatisnya  berita tentang  covid -19 atau karena memang cuaca agak mendung jadi orang-orang males untuk keluar rumah.

Anganku  tiba-tiba melayang kemasa silam berpuluh tahun yang lalu, ketika tubuh ini masih kekar dan penuh semangat  menyala-nyala, yang selalu penasaran pada sesuatu yang belum diketahui   ( serba ingin tahu). Dan diantara sekian banyak keingintahuanku pada saat itu adalah tentang alam raya. Karena hatiku selalu terpesona melihat alam liar yang  terhampar untuk bisa menjelajahinya, selalu bernafsu melihat gunung-gunung  menjulang untuk mendakinya, tergoda oleh rimba perkasa  juga sungai elok yang  melintas bagaikan ular raksasa yang mengungkit hati untuk menyusurinya.  Alam  ciptaan Tuhan  ini memang luar biasa dan penuh misteri.

Masih segar dalam ingatan ini ketika malam-malam bergentayangan dirimba cikuray, betapa seringnya naik turun papandayan karena papandayan telah jadi tempat tidur keduaku selain kamar yang ada dirumah. Atau  betapa damainya puncak Ciremai juga anggunnya Semeru yang kadang ada deru yang menakutkan atau mengerikannya malam  penuh hujan badai dipantai Manalusu. Atau juga bengisnya sungai Cibeureum yang  saat disusuri ada ribuan ular terhampar menghalangi jalan kita.sampai-sampai kita kabur becerai berai tanpa arah. Ahhhh… betapa banyaknya nostalgia berceceran, seperti gegap gempitanya Stasiun Balapan saat senja kujemput kamu, termasuk Malioboro kala kita menyaksikan pengamen jalanan yang mengasyikan hingga kita lupa untuk pulang. Hilangnya ransel di ujung Kute hingga kita jadi gelandangan untuk beberapa hari, dinginnya kota malang, dan digairahnya Bromo. Saat pulang digebukin preman dibangkalan…

Teringat masa itu,  tiba-tiba ada mutiara bening yang jatuh melintasi pipi tak bisa dibendung. Jiwaku jadi melankolis dan rapuh, mengingat kenyataan kini yang begitu jauh dengan masa lalu dalam lamunanku, tubuhku kini kian melemah dimakan usia.

Diusiaku yang sudah berkepala enam ini, segala penyakitpun berdatangan menggerogoti tubuh . Anak-anak yang sejak bayi ku sayangi dan kubesarkan dengan keringat, darah dan air mata sudah pada pergi jauh mengarungi jalan hidupnya masing-masing ( aku tak bisa berbuat apa) dirumah sederhana ini aku hanya tinggal berdua dengan ibunya anak-anak yang telah ikhlas mendampingiku dalam segala keadaan.

Dalam lintasan bathinku tiba-tiba muncul sesosok manusia yang dulu sangat aku kagumi dan telah menjadi inspirasi dalam kegemaranku, meski aku hanya seorang pecinta alam amatiran dan bersolo karir, tapi sosok itu telah menyatu dengan jiwaku. NOORMAN EDWIND

Dia manusia hebat sebagai seorang sahabat  alam yang pernah aku kenal. meskipun hanya lewat karya-karyanya yang sempat aku baca

Norman Edwin, adalah salah satu legenda pendaki gunung Indonesia yang hingga kini namanya masih terus terngiang kuat dalam batin dan hati seorang pendaki. .
Noorman  pionir yang ahli. Bedanya dengan pendekar lain, Dia tak pernah pelit mengisahkan ilmunya kepada para penggemarnya dunia kegiatan alam bebas Indonesia.
Norman sebagai kapten perahu yang andal dibuktikan ketika ia dan rekan – rekan rafters – nya atau pengarung jeram, mengarungi Sungai Kayan dan Kapuas ( Kalimantan ) , Alas dan Tripa ( Aceh ), serta Progo dan Serayu ( Yogyakarta ). Norman membuktikan, dirinya memang pengarung yang ahli, tetapi tetap rendah hati dan merasa bukan manusia yang tak punya rasa takut meskipun ada dua sahabat karibnya tewas saat menaklukkan jeram – jeram Sungai Alas bersamanya pada 1986.

Di dalam perut bumi, Norman juga pionir. Pada periode awal 80 – an, Norman sudah menggantung- gantung di tali untuk menelusuri 150 meter kedalaman Luweng ( gua ) Ombo, Pegunungan Sewu, Gunung Kidul, Yogyakarta. Norman pula yang ikut membidani berdirinya persatuan caving dan speleologi Indonesia; Specavina, serta klub speleologi Gharbabhumi. Perjalanannya menelusup ke Luweng Ombo bersama para anggota kedua klub itu menjadikan ekspedisi Norman cs dianggap ekspedisi pertama orang Indonesia di dalam perut bumi Indonesia. Tonggak sejarah caving atau penelusuran gua pun dimulai oleh Norman.
Tingginya gunung, derasnya jeram sungai, gua – gua yang gelap pekat atau dahsyatnya gelombang laut yang pernah dijelajahi

Norman, adalah bentukan alam yang tetap selalu dekat dengan mereka yang  mengaku dirinya sebagai pecinta alam atau penjelajah alam bebas.

Dia sangat menyukai dunia yang  sepi daripada ramainya tepuk atau sorak sorai penonton dan riuhnya kejuaraan panjat dinding di kampus – kampus atau sekolah yang kini semakin digilai dan banyak mendatangkan sponsor ketimbang ekspedisi penjelajahan ilmiah seperti yang kerap dilakukan Norman dan teman – temannya dahulu . Mengingat Norman, rasanya sedang mengingat sesosok teman, sahabat, senior, juga guru, yang tak pernah jemu membagi rahasianya menjelajahi alam bebas Indonesia dan dunia lain yang belum terjamah oleh tangan – tangan manusia.tapi sayang  mimpi-mimpinya tidak tercapai semua .Tuhan telah berkhendak lain Noorman tampaknya memilih mati diketinggian gunung berselimut tebalnya es Ancocanqua,dalam keheningan alam,tanpa sumpah serapah dan kepanikan orang-orang.Dia menikmati kematiannya dengan berdialog langsung dengan Tuhan. Dia kini telah tenang disurgaNYA..nyenyaklah dalam tidur panjangmu kawan..! begitulah bisik doaku dalam lamunan yang kian dalam

“Yahhh..ayahhh”, tiba-tiba ada suara yang sangat begitu aku kenal, memanggil “kenapa sih berlama-lama diluar, ngga baik lho, nanti masuk angin”.

Buyarlah semua lamunan dalam nostalgiaku, karena suara itu adalah suara istriku,yang menyuruhku untuk segera masuk rumah. Dengan mesranya diapun memapah tubuh rentaku masuk kedalam rumah sambil berbisik, “ yah, kamu sedang mengingat saat pertemuan kita yang pertama di Rinjani, ya..” ? pertanyaan genit  itu percis seperti di saat  pertama aku berkenalan dulu 40 puluh tahun yang lalu.

Sumber : buku Noorman edwin catatan sahabat alam

Catatan :

Kang Denny Ahmad Ruskayadi, adalah wartawan senior dan Koordinator Reforter GrahaBigNews untuk wilayah Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut.

 

 

 


Share posting

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *