Mensyukuri Nikmat Kemerdekaan

Share posting

Oleh: Kh.Cecep Jaya Karama,S.Pd.I – Wakabid Dakwah 2 PC PIN Garut

Di antara kewajiban umat islam adalah bersyukur atas segala nikmat dari Allah, Dzat Yang Maha Ghofur, baik nikmat dunyawiyah, nikmat ukhrowiyah maupun nikmat diniyah, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Ibrahim, 14:7;

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat”.

Nikmat Allah SWT, pasti ‘tak akan terhitung.  Dan di antara sekian banyak nikmat Allah bagi kita adalah nikmat kemerdekaan. Tentu sebagai orang yang beriman kita wajib mensyukuri nikmat kemerdekaan ini, adapun caranya  antara lain dengan menjaga dan merawat kebhinekaan serta sumber daya alam Indonesia.

Kita semua tahu bahwa Indonesia adalah negara yang kaya dengan sumber daya alam, kaya budaya dan masyarakatnya yang majemuk, berbeda-beda agama, bahasa, suku bangsa dan lain-lain.  Negara Indonesia adalah negara yang dibangun oleh para pendiri bangsa di atas perjanjian kebangsaan (Mu’ahadah Wathoniyah). Dalam konteks berbangsa dan bernegara, sebagai umat islam kita diperintahkan oleh Allah Swt.  sebagaimana termaktub dalam QS.  An-Nahl ayat 91-92:

وَاَوْفُوْا بِعَهْدِ اللّٰهِ اِذَا عَاهَدْتُّمْ وَلَا تَنْقُضُوا الْاَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيْدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللّٰهَ عَلَيْكُمْ كَفِيْلًا ۗاِنَّ اللّٰهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُوْنَ

Dan tepatilah janji dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu melanggar sumpah, setelah diikrarkan, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat”.

وَلَا تَكُوْنُوْا كَالَّتِيْ نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْۢ بَعْدِ قُوَّةٍ اَنْكَاثًاۗ تَتَّخِذُوْنَ اَيْمَانَكُمْ دَخَلًا ۢ بَيْنَكُمْ اَنْ تَكُوْنَ اُمَّةٌ هِيَ اَرْبٰى مِنْ اُمَّةٍ ۗاِنَّمَا يَبْلُوْكُمُ اللّٰهُ بِهِۗ وَلَيُبَيِّنَنَّ لَكُمْ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ مَا كُنْتُمْ فِيْهِ تَخْتَلِفُوْنَ

Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali. Kamu menjadikan sumpah (perjanjian)-mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Allah hanya menguji kamu dengan hal itu, dan pasti pada hari Kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.”

Dengan tegas ayat ini memerintahkan seluruh umat islam untuk senantiasa menjaga perjanjian, tidak boleh melanggarnya, termasuk di dalamnya adalah perjanjian kebangsaan yang menjadi pokok berdirinya negara kesatuan Republik Indonesia.  Maka siapa pun yang berusaha untuk melanggar perjanjian kebangsaan ini maka ia membangkang terhadap perintah Allah di dalam Al-Qur’an dan orang yang membangkang terhadap perintah Allah adalah orang yang durhaka atau maksiat dan ia terperosok ke dalam jurang kehinaan.

Indonesia bukanlah negara islam, dan bukan pula negara kafir. Indonesia adalah negara damai yang dibangun di atas pondasi mu’ahadah wathoniyah. Indonesia  bukan Darul Islam, bukan Darul Kufur,  tapi Darussalam, Darul ‘ahdi wal mitsaq.

Merawat kebhinekaan merupakan salah satu ajaran Islam sebagaimana dalam QS. Al-Hujuraat, 49:13;

Hai manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.

Allah SWT. tidak melarang umat islam untuk berbuat baik dan berlaku adil kepada mereka yang berbeda agama atau keyakinan dengan kita. Sebagaimana dalam QS. Al-Mumtahanah ayat 8

لَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَلَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَتُقْسِطُوْٓا اِلَيْهِمْۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ

Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.”

Adapun yang dilarang oleh Allah adalah umat islam bersekongkol dengan orang-orang kafir dalam hal-hal yang dilarang oleh Allah dan rasul-Nya, seperti memerangi umat islam dan mengusir mereka dari negeri mereka serta saling melindungi satu sama lainnya. Sebagaimana dalam QS. Al-Mumtahanah ayat 9:

اِنَّمَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ قَاتَلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَاَخْرَجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوْا عَلٰٓى اِخْرَاجِكُمْ اَنْ تَوَلَّوْهُمْۚ وَمَنْ يَّتَوَلَّهُمْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ

Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan mereka sebagai kawanmu, orang-orang yang memerangi kamu dalam urusan agama dan mengusir kamu dari kampung halamanmu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, mereka itulah orang-orang yang zalim”.

Adapun sebatas hubungan muamalah antara umat islam dengan orang-orang kafir, maka hal itu tidak dilarang, bahkan Rasulullah SAW. memiliki hubungan muamalah yang baik dengan orang-orang non muslim.

Syekh Muhammad Thohirul Qadri menyatakan: ”Zaman keemasan islam di zaman Rasulullah SAW. adalah zaman yang tiada tanding. Dalam sejarah tidak ada zaman yang dapat dibandingkan dengan zaman Rasulullah SAW. terutama yang berkaitan dengan perlindungan hak-hak sipil non muslim yang teraplikasikan dengan sangat baik. Rasulullah SAW. memberikan status konstitusional dan legal dengan bentuk perlindungan melalui beragam perjanjian damai, kesepakatan, kontrak dan seluruh maklumatnya, kontrak kerja.  Kontrak kerjasama yang berhasil disepakati dengan rakyat Najran merupakan di antara contoh bersejarah ketika hak dan kebebasan, khususnya kebebasan beribadah dijamin dengan sangat baik”.

Seluruh Kabilah Najran berada di dalam jaminan Allah SWT. dan jaminan Muhammad Rasulullah SAW. atas darah, jiwa, agama, tanah, harta, pendeta dan uskup mereka, yang hadir dan yang absen di kalangan mereka serta yang lainnya, utusan dan simpatisan mereka, kepercayaan mereka, tidak boleh diganggu hak mereka serta simpatisan mereka, uskup dan pendeta mereka tidak boleh diganggu karena keuskupan dan kependetaan mereka, serta sakramen mereka atas apa yang mereka miliki sedikit atau banyak, mereka juga tidak boleh dibebani melebihi kemampuan mereka”. Demikian pernyataan jaminan Rasulullah Saw terhadap nasrani Najran.

Lalu yang kedua adalah merawat sumber daya alam Indonesia, hal ini sangat penting, karena merawat sumber daya alam dan memanfaatkannya secara bijak adalah bagian dari ajaran islam.  Manusia tidak diperkenankan mengeksploitasi sumber daya alam untuk kepentingan individu maupun kelompok tertentu.  Jika ia melanggar, maka yang terjadi adalah kehancuran dan kerusakan sebagaimana yang terdapat dalam surah Ar-Rum ayat 41:

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, agar Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

Mari kita syukuri nikmat kemerdekaan Indonesia dengan merawat kebhinekaan dan sumber daya alam Indonesia menuju Indonesia sebagai baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur.


Share posting

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *