Pers dan Demokrasi Ditengah Turbulensi Media Digital

Share posting

Artikel Eksklusif

Oleh: Nuni Nurbayani, M.Pd.I

Nuni Nurbayani, M.Pd.I,
Penulis adalah Anggota KPU Kabupaten Garut Divisi Sosialisasi dan SDM (foto istimewa-grahabignews.com)

Peran Pers sebagai pilar keempat demokrasi mendapat tempatnya pada era reformasi. Pemerintah yang dipimpin Presiden B. J Habibie mengeluarkan kebijakan melalui Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers.  Undang-undang yang disahkan pada 23 September 1999 ini mengandung 10 bab dan 21 pasal. Di dalamnya melegitimasi kebebasan Pers yang ditegaskan dalam pasal 2 yang berbunyi, “Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum.”

Pengekangan yang terjadi pada rezim Orde Baru mulai terurai dengan undang-undang ini. Dalam undang-undang Pers pada pasal 4 ayat 2 disebutkan bahwa kemerdekaan  terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran. Dilanjut pada ayat tiga pasal tersebut dijelaskan, untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

Tidak cukup disini, pemerintah juga mencabut sejumlah peraturan yang dianggap mengekang kebebasan pers. Diantaranya, Peraturan Menteri Penerangan (Permenpen) Nomor 1 tahun 1984 tentang Ketentuan-ketentuan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP), Permenpen Nomor 2 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Wartawan, Surat Keputusan Menpen Nomor 47 tahun 1975 tentang Pengukuhan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Serikat Pekerja Surat Kabar sebagai satu-satunya organisasi wartawan dan organisasi Penerbitan Pers Indonesia.

Sejumlah kebijakan pemerintah tersebut menjadi angin segar untuk pertumbuhan kebebasan Pers Nasional, meskipun sejumlah persoalan dikemudian hari juga turut menyertai. Apalagi ditengah arus deras menjamurnya media baru dalam platform digital yang juga dikenal dengan istilah reformasi digital sejak tahun 1980an. Keberadaan Pers mendapatkan tantangan baru tidak hanya menguatkan eksistensi kelembagaan namun juga menguatkan idealisme agar tidak menggadaikan perannya sebagai pilar keempat demokrasi hanya demi eksistensi.

Eksistensi Pers dalam Turbulensi Media Digital

 Dilansir dalam laman telkomsel.com media digital didefinisikan sebagai format konten yang dapat diakses oleh perangkat-perangkat digital. Media digital ini bisa berupa website, media sosial, gambar dan video digital, audio digital dan lain-lain. Perkembangan media digital begitu pesat. Berdasarkan data dari e-marketer, belanja iklan digital pada tahun 2018 mencapai 43,5%. Sementara media bisnis Nielsen Indonesia menyebutkan pada tahun 2019 belanja iklan media digital naik sebesar 20% dari tahun 2018 dengan total belanja Rp. 189 triliun. Pada tahun 2020 tren belanja iklan media digital naik sebesar Rp. 229 triliun. Belum lagi tahun 2021. Ini artinya labih dari 60% pemasang iklan lebih memburu media digital dari pada media tradisional. Hal ini memastikan bahwa media tradisional  banyak ditinggalkan Masyarakat beralih kepada media digital.

Sebagai lembaga yang membuat penerbitan media massa secara berkala, tidak bisa tidak Pers juga terus harus beradaptasi dan bertransformasi dengan pasar agar tidak gulung tikar. Menembus pasar digital, beberapa media berusaha berebut perhatian khalayak. Bersaing dengan berbagai platform media sosial yang cukup digandrungi masyarakat dari berbagai jenjang usia. Masyarakat di era ini juga berganti peran sebagai citizen journalism (jurnalisme warga). Mereka bukan hanya menyerap berita namun juga mengabarkan dan menyebarkan berita secara spontan baik melalui tulisan, gambar maupun video. Tentu saja ini menjadi tantangan yang sangat berat bagi pers, sebagai produsen berita agar mampu bersaing dengan para jurnalisme warga.

Untuk menarik perhatian khalayak tidak sedikit media massa digital meluncurkan berita dengan judul-judul yang menarik bahkan ekstrim. Yang terkadang mengandung hoax atau berita bohong. Seperti berita hoaks penganiayaan Ratna Sarumpaet yang awalnya pada tanggal 2 Oktober 2018 disebarkan melalui facebook. Lalu setelah itu ramai-ramai diberitakan berbagai media massa baik Televisi, online, maupun media cetak.

Pada perhelatan Pemilihan Umum (Pemilu) berita hoaks semakin merajalela. Dilansir dari kompas.com, kementerian Komunikasi dan Informatika menemukan 1.645 konten hoaks sejak bulan Agustus 2018 hingga 25 April 2019. Selain itu 800.000 situs di Indonesia telah terindikasi sebagai penyebar informasi palsu. Berita hoaks ini tentu saja sangat meresahkan dan berdampak pada kehidupan sosial masyarakat, termasuk terjadinya polarisasi di masyarakat akibat hoaks seperti pada pemilu 2019. Beredarnya isu bohong mengenai pasangan calon presiden dan wakil presiden membuat masyarakat terbelah hingga ke akar rumput. Sampai menimbukan bentrokan pisik dan psikis.

Disinilah peran pers dibutuhkan. Pada tanggal  5 Mei 1018 sebanyak 22 media massa di Indonesia, kelompok masyarakat dan Google berkolaborasi untuk melawan hoaks, dengan meluncurkan cekfakta.com. Selain melawan isu hoaks Pers ditantang untuk dapat memenuhi kebutuhan 212,35 juta pengguna internet (data internerwordstats pada Maret 2021). Bagaimana agar mereka tidak beralih ke situs palsu dan lebih melek terhadap informasi yang positif dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.

 Pers sebagai Pilar keempat Demokrasi

Dilansir dari Wikipedia, Pers adalah istilah yang mulai digunakan pada tahun 1920, di populerkan untuk menyebut jenis media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Dalam istilah sehari-hari, istilah ini sering disingkat menjadi media.  Menurut R Eep Saefulloh Fatah, Pers merupakan pilar kempt bagi demokrasi  (the fourth estate of democracy) dan mempunyai peranan yang penting dalam membangun kepercayaan, kredibilitas, bahkan legitimasi pemerintah. Pers dalam hal ini memiliki fungsi sebagai alat kontrol sosial dalam kehidupan demokrasi. Pers diharapkan dapat melakukan cover both side (melihat sudut pandang berita dari dua sisi). Selain itu berfungsi sebagai gate keeper, menyaring setiap pemberitaan.

Dari hal tersebut pers memiliki tanggung jawab yang besar agar tidak masuk kedalam pusara konflik kepentingan. Bersikap netral dan tidak terjebak pada isu hoaks seperti kasus penganiayaan Ratna Sarumpaet. Sesuai pasal 3 dalam Undang-undang Pers yang berbunyi, “Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.” Dari pasal tersebut dalam mencari pemberitahaan pers harus menggali informasi dengan benar dan berimbang agar tidak terjerumus pada pemberitaan yang salah atau bohong.

Salah satu berita hoaks yang menyudutkan penyelenggara pemilu dan berimbas pada menurunnya kepercayaan masyarakat pada delegitmasi hasil pemilu, diantaranya adalah berita hoaks tercoblosnya 7 kontainer surat suara di Tanjung Priok. Isu tersebut terbantahkan dengan terbukti bahwa berita tersebut palsu. Oknum yang menyebarkan berita tersebut juga telah tertangkap. Namun tetap saja jika berita bohong terus menerus dikonsumsi masyarakat, menurut Psikiater Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM), dr. Gina  Anindyajati, Sp. Kj. ini akan menyebabkan masyarakat percaya dan meyakini hal tersebut sebagai kebenaran meskipun telah diklarifikasi.

Dalam hal ini Pers bertanggung jawab untuk memborbardir masyarakat dengan informasi yang benar, informatif dan mendidik. Informasi yang mendidik akan meningkatkan kualitas masyarakat dalam berbagai aspek. Namun demikian keamanan digital (digital safety) harus menjadi komitmen pemerintah. Bagaimana pemerintah tidak melalukan pembiaran pada menjamurnya situs-situs palsu dan melakukan proteksi pada media digital agar layak dikonsumsi oleh masyarakat.

Diperingatan Hari Pers Nasional (HPN) ke-76 yang jatuh pada tanggal 9 Februari 2022 ini, merupakan momentum bagi Pers untuk membenahi diri. Peran Pers sebagai pilar ke empat demokrasi harus dikuatkan. Pers harus menjadi tuan dalam pesatnya arus media digital, mengawal demokrasi agar mampu menjadi intisari kehidupan masyarakat. Agar masyarakat kita  semakin cerdas, maju dan sejahtera.

Catatan :

Penulis adalah Anggota KPU Kabupaten Garut Divisi Sosialisasi dan SDM

 

 


Share posting

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *