Katamu Adalah Telangkai Langkahku

Share posting

Cerpen Hari Libur : Oleh Noe ‘71


Ilustrasi-mediaindonesia.com

Tak ada kata, tak ada suara yang terucap darimu ketika kau ambil suatu keputusn terbesar dalam hidupmu, memutuskan ikatan dengannya.

Bukan dirimu jika tak mampu melakukannya, bukan dirimu jika tak bergeming dengan egomu, sehingga atasmu semua ada ditanganmu bukan atas kesepakatan.

“Sudahlah mas Bro…usah kau lara hati eung! Mungkin itu yang terbaik bagimu berpisah darinya meskipun perpisahan itu diluar kehendakmu,” ujar Endras sambil menpuk bahu Dinan yang kusut masai.

“Cinta itu Ranyaaaanynynyny….hehehe,” selorohnya tanpa mau peduli sorot mata Dinan yang melotot.

Ya, ituah hidup. Kadang apa yang telah menjadi milik kita, tak akan selamanya dalam genggaman ketika parahara datang melanda. Bukan masalah SDM, pendidikan, status atau apapun itu, melainkan ketakberdayaan menepisnya jika salah satu diantara kita sudah tak hendak dalam suatu kebersamaan itu sendiri.

“Jadi, Arini memutuskanmu?,” tanya Afsin sahabat dekatnya Arini ketika Dinan ceritera padanya.

“Eu’eummmm…seperti itulah kira-kira,” jawab Dinan pendek.

“Elo sih, ndak terbuka tentang pekerjaanmu, dan kawan-kaan dekatmu yang suka mengejarmu. Jadinya wajarlah kalo Arini mengambil keputusan seperti itu,” tandas Afsin.

Dinan hanya mengehla nafas panjang, walau bagaimanapun apa yang dikatakan oleh Afsin ada benarnya meski ketidakterbukaannya pada Arini karena takut melukai perasaannya, tak begitu penting diceriterakan sebab wanita satu-satunya yang ada dihatinya hanya Arini saja.

“Woiii…bangkitlah! Dunia belum kiamat! Semangat mas bro!!!,” sergah Afsin sebelum berpisah dengan Dinan dibandara.

“Apakah ini milik Anda,” tanya suara merdu di sebelahnya.

Dinan memandang lekat-lekat wanita yang satu kursi dengannya diiringi anggukan kecil samba meraih buku kecil yang terjatuh.

Dalam perjalanan singkat, wanita itu memperkenalkan dirinya, “Saya, Audy. Senan berkenalan dengan Anda,” ujarnya.

Dinan menyambut perkenalan singkat itu dengan menyebutkan namanya.

Dingin, hatinya sudah tak hendak untuk bersentuhan dengan sosok wanita selain Arini.

“Sepertinya Anda sedang sakit,” tohok Audy diantara senyum kecilnya.

Dinan hanya mesem saja, dibiarkannya sahabat barunya seperjalanan yang bernama Audy berseloroh dan berceritera tentang profesinya.

Hmmmm…seorang dokter, guman Dinan. Bodo amat ach!!! Aku ingin segera sampai ketujuan, berkarya, menghabiskan waktu untuk karir tanpa ada embel-embel cinta.

Apa yang kau cari

Sudahkah kau dapatkan jati diri yang hakiki dengan cara dan sikapmu menjauh dari ekspektasi yang pernah menjadi tujuan dalam mengejar mimpi?

Apakah dengan sikap selalu curiga lantas protektif membentangi diri dengan ego yang tinggi dan membiarkannya dengan sikap diam, adalah paling bijak yang kau pilih?

Sementara aku dengan segala upaya tak pernah kau pahami terlebih dimengerti, tapi segala kesabaranku untuk selalu meraih hatimu agar tetap diam dihatiku, adakah pengorbanan yang kau pandang sebelah mata?

Eummmmm….

Kejamkah dirimu?

Apakah aku harus sepertimu?

Menganggap, bahwa semua perjalanan diantara kita seakan tidak pernah terjadi apa-apa terlebih kedekatan emosional yang mengikat hati kita?

Sudah sejauhmana kebahagian yang kau dapatkan dengan membiarkan duri menancap dihatiku dan asa yang kian meredup oleh polamu?

Seperti suatu waktu di senja hari, kau dan aku berkomunikasi, bercanda…tapi kau sisipkan niat yang kau sembunyikan di balik bola matamu untuk membalas kekecewaanmu padaku di waktu lalu dengan pembalasan indah yang kau tutupi diantara sudut keningmu.

 


Share posting

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *