Dampak Kenaikan Harga BBM dan Validasi Data Penerima BLT BBM Dalam Diskusi FKDM Kab. Garut

Share posting

Liputan Khusus

Oleh : Wishnoe Ida Noor

Bah Janur, selaku pemandu Diskusi (foto oleh Wishnoe Ida Noor-grahabignews.com)

Garut – Tepat pukul 14:16, WIB, acara rapat koordinasi antara Bakesbangpol dengan Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) yang berlangsung di Palagio Café Jl. Raya Samarang, dilanjutkan dengan Diskusi yang dipandu oleh wartawan senior, Bah Janur. Kamis (08/09/2022).

Dengan kepiawainnya dalam berkomunikasi serta penguasaan materi, Bah Janur dihadapan peserta diskusi menandaskan bahwa dampak paska pengumuman kenaikan BBM dan ini menimbulkan gejolak.

“Untuk itu silahkan kepada rekan-rekan jajaran kepengurusan FKDM untuk menyampaikan pemikiriannya dari permasalahan tersebut dengan kajiannya, kendalanya serta bagaimana solusinya,” ungkap Bah Janur.

Pantauan GrahaBigNews, bahwa selama diskusi berlangsung baik yang disampaikan oleh Kang Dedi Kurnia, Kang Tedy Rochendi, pak Muhtarom, Mas Hendro, Kang Riswanda, Kang Hafidz, dan Kang Toni Saputra masing-masing menyampaikan asumsinya dari sudut pandang mereka dari berbagai sudut, baik secara ekonomi, sosial,hukum, dan lainnya serta kendala yang terjadi  di lapangan.

Bah Janur selaku pemandu diskusi, menyampaikan prologhnya bahwa kenaikan harga BBM menimbulkan gejolak di semua kalangan, sehingga terjadi demo dan Bupati Garut juga dalam menerima auidien di gedung DPRD pada prinsifnya menolak kenaikan harga BBM, dan Bupati menilai bahwa kenaikan harga BBM sangat memberatkan warga masyarakat Garut, dan Pemerintah Kabupaten Garut memberikan kebijakan dengan subsidi pada warga masyarakat dengan berbagai programnya, baik penyaluran BLT BBM, BPJS, PKH, maupun BPNT.

Kang Dedi Kurnia (foto oleh Wishnoe Ida Noor-grahabignews.com)

Menurut Kang Dedi Kurnia, berkaitan dengan BBM bahwa pemerintah terjadi inkonsistensi logika berpikir, seharusnya yang menjadi fokus kita adalah terkait dengan pemulihan kemampuan ekonomi masyarakat.

Selanjutnya kata Kang Dedi dengan kebijakan pemerintah mencabut subsidi BBM ketika lebih fokus pada IKN padahal itu tidak sedarurat menyelamatkan inflasi, dan dampak kenaikan harga BBM. Untuk itu kami tidak akan berhenti mengkritisinya, karena sejatinya Negara demokratis itu harus mau menerima kritik dengan metode dan cara yang logis, ilmiah, dan humanis guna mencegah potensi konflik.

Kang Tedy Rochendi selaku Ketua Parade Nusantara (foto oleh Wishnoe Ida Noor-grahabignews.com)

Kang Tedy Rochendi selaku Ketua Parade Nusantara dalam pandangannya mengatakan bahwa, sebetulnya memang kontek di Desa itu  sangat sederhana pola pikirnya karena kita tidak bisa mengintervensi pada kebijakan Pemerintah Pusat, karena baik Bupati maupun Dewan di DPRD hanya bersifat kewajiban menyampaikan kebijakan tersebut.

Selanjutnya pandangan generasi milenial dari Mas Hendro menjelaskan bahwa dari sisi moral apa yang dilakukan oleh rekan-rekan mahasiswa yang melakukan demo sebagai upaya gerakannya biarkan mereka melakukannya. Sedangkan  dalam kontek kaca mata FKDM merekomendasikan yang paling penting adalah apa sumbangsih kita dari FKDM kepada Pemerintah adalah bobot dari inflasi, dan apa upaya Tim Pengendali Inflasi Daerah, sehingga jika kendur pengendaliannya akan berdampak pada masyarakat.

Bah Janur, selaku pemandu Diskusi (foto oleh Wishnoe Ida Noor-grahabignews.com)

Disinggung Bah Janur, untuk menggerakan roda perekonomian agar tidak terjerumus ke inflasi, apakah dipandang cukup dengan BLT BBM dan hal ini tentu saja berkaitan dengan DTKS.

Imam Solahudin (di tengah) foto oleh Wishnoe Ida Noor-grahabignews.com

Disikapi oleh Imam Solahudin, melihat bahwa kondisi ini sudah tidak bisa ditoleransi lagi, karena kenaikan inflasi akan berdampak pada tingkat kemiskinan. Sedangkan dengan stimulant BLT itu, tidak berdampak ketika terjadi tidak tepat sasaran.

Riswanda, menagku selama dirinya 38 tahun  berkiprah di Pendidikan menandaskan bahwa sikondisi ini tidak ada kejelasan. Konsumsi BBM di masyarakat kita lebih banyak tidak diimbangi dengan pendapatan mereka, baik bagi PNS maupun masyarakat lainnya.

Diskusi yang dipandu oleh Bah Janur ini amat komunikatif, dimana dengan durasi waktu yang efektif tapi mampu mengakomodir beberapa sumbangsih pemikiran dari para pengurus jajaran FKDM yang heterogen dari berbagai praktisi dan profesi.

Kang Hafidz (foto oleh Wishnoe Ida Noor-grahabignews.com)

Kang Hafidz, menjelaskan bahwa yang akan kita hadapi ini harus introfeksi diri sebagai FKDM yang harus mengawal kebijakan. Bahwa sejatinya pengguna BBM bersubsidi itu bukan hanya kendaraan umum saja atau roda dua semata, adalah mobil-mobil mewah pribadi, ini ada kalkulasi perimbangan.

“Dengan adanya riak BLT akan tersandung dengan data base validasi penduduk, jadi ini akan terjadi potensi konflik,” tandas Kang Hafidz.

H.Nanang memandang bahwa terkait kenaikan harga BBM dan pemberian BLT BBM ini, ada gep antara penghasilan dan pengeluaran dan ini menjadi suatu persoalan yang betkaitan dengan kebijakan Pemerintah.

Dirinya berpendapat agar adanya edukasi pada masyarakat bagaimana membiasakan pola hidup hemat energy, karena dengan kenaikan BBM, otomatis kemunculan harga-harga yang naik tidak akan terkendali.

Pak Muhtarom (foto oleh Dadang-grahabignewscom)

Muhtarom menandaskan, semua ini terjadi karena adanya perkeliruan di dalam implemntasi tata ruang. Karena pemimpin yang tidak tahu tata ruang, mustahil akan ada perubahan. Untuk itu perlu dilakukan peminjauan tata ruang, zona industri maupun pemukimanya. Lakukan konvensasi yang akan diberikan  untuk Garut dari para investor. Hal berikutnya, kenaikan BBM berdampak pada ekonomi masyarakat, maka taikan UMK.

“Tata Ruang, konservasi yang akan berhubungan dengan UMK. Bagaimana menyikapi BBM, menarik investor jika tata ruang tidak dibereskan tetap saja akan terjadi permasalahan dan tidak akan maju,” tegasnya.

Jajaran kepengurusan FKDM Kabupaten Garut (foto oleh Dadang-grahabignews.com)

Diskusi kian menggelinding pada semua aspek dari kebijakan-kebijakan Pemerintah yang berdampak pada masyarakat, dan intinya bahwa problem terkait DTKS, bagaimana bisa memfasilitasi data yang tepat dan akurat dan ini harus disikapi oleh FKDM, karena kita akan berhadapan dengan problem penyaluran bantuan dengan DTKS

Namun permasalahannya ketika BLT BBM sampai di tatatan pemerinahan Desa, kita punya rentang kendali, pada yang punya kebijakan. Ketika berbicara rakyat, apakah ada imbasnya? Pasti ada, untuk itu PPID tidak hanya bicara inflasi.

Jika ini mmang sudah menjadi kebijakan Pemerintah Pusat dengan memberikan subsidi, apakah DTKS-nya sudah valid karena akan menjadi konflik di masyarakat.

Kang Toni (foto oleh Wishnoe Ida Noor-grahabignews.com)

Sementara Kang Toni, menyampaikan  pandangannya terkait Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Jangan sampai kejadian lagi ketika banyak ASN yang menerima program bantuan dari Pemerintah, dan persoalan ini harus ada Tim Verifikator dan harus ada edukasi indikatornya. Artinya harus ada regulasi yang jelas, karena sedahsyat apapun rekomendasi yang FKDM berikan tentu saja akan meninggalkan potensi konflik.

Terkait DTKS ini sambung menyambung memberikan asumsinya, dapat ditarik benang merah dari diskusi tersebut adalah terkait proses verifikasi oleh Dinsos, karena problemnya, banyak data yang tidak sesuai.Data kemiskina itu idialnya oleh BPS untuk itu kita machingkan data denga Dinsos dan BPS, meski akhirnya  bahwa selama 13 tahun urusan data ini tidak pernah maching.

Direkomendasikan agar adanya penambahan Tim yang meng-Entry data dari tingkat Kecamatan, dan Desa sehingga mudah-mudahan validasi data ini bisa ditempuh agar BLT betul-betul tepat sasaran.

Alhamdulillah, akhirnya diskusi bisa berjalan dengan lancar, aman, dan kondusif serta di tutup oleh Kang Andri Rahmandani selaku Sekretaris FKDM Kabupaten Garut.

 

 

 


Share posting

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *