WASIAT SYEIKH ABDUL QADIR JAELANI QS
Artikel Eksklusif
Oleh : H Derajat
Bismillahirrohmanirrohim
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ
Berikut ingin ku sampaikan amanah Mursyid kami yang mulia dalam Thariqat Syattariyyah dan Qadriyyah, yang aku kutipkan dari KITAB ADAB MURID KEPADA MURSYID yang telah turun temurun disampaikan oleh Mursyid kami Syeikh Yusuf Makassari, Syeikh Abdur Rauf Fanshuri, Syeikh Abdul Muhyi Pamijahan dan Mursyid-mursyid kami yang mulia lainnya. Tentunya amanah ini ditujukan bagi murid-murid beliau saja, namun dikarenakan baiknya wasiat ini maka aku sampaikan pula kepada mu untuk dijadikan pegangan di akhir zaman ini.
Telah berkata Syeikh Abdul Qadir Jaelani qs. :
Gunung (Al-Thur) adalah hatimu; setan tidak dapat merusaknya, tidak ada penguasa duniawi (sulthan) yang dapat melakukannya. Allah ta’ala telah bersumpah dengan gunung (lihat QS 52:1) untuk dapat mengungkapkan rahasia pada sahabat tercinta (habib)-Nya dan teman berbicara (kalim)-Nya yaitu Musa a.s dan untuk memperlihatkan diri-Nya padanya.
Bila hati sungguh-sungguh mengetahui (arafa) Tuhan kebenarannya SWT maka Dia melapangkan hati itu sehingga hati itu dapat mengetahui jin, ras manusia dan malaikat, dan kemudian bila tidak ada lagi yang dapat memalingkan perhatiannya dari Dia, maka Dia mendekatkan hati itu (pada Diri-Nya). Tentu saja engkau pernah mendengar tentang tongkat Musa a.s dan bagaimana tongkat itu menelan habis semua tongkat dan tali temali tanpa mengalami perubahan.
Mursyid kami Hasan al-Bashri berkata, ‘Jika ulama bukan seorang zahid (orang saleh yang tidak mencintai dunia), maka dia akan menjadi siksaan bagi masyarakat pada zamannya. Mengapa dia menjadi siksaan bagi mereka?”.
Syeikh Abdul Qadir memberikan jawaban: “Karena dia berbicara dengan tidak ikhlas, dan tidak mengamalkan pengetahuan atau ilmunya, sehingga kata-katanya tidak akan menyentuh hati mereka. Kata-katanya tidak akan lama pengaruhnya, karena para muridnya hanya akan mendengarnya tanpa mempraktekkan”.
“Apakah anda melihat Tuhan anda?”, Jawab orang saleh: “Kalau aku tidak melihat Dia, maka segenap wujudku akan hancur tercerai berai”. Si penanya bertanya lagi: “Bagaimana anda melihat Dia ?”. Orang saleh itu menjawab: “Orang harus memejamkan kedua mata jasmaninya kemudian dia akan melihat Tuhannya, persis seperti Dia mempertunjukkan diri-Nya kepada para penduduk surga. Jika Dia menghendaki, maka dia akan melihat hatiNya, dia akan melihat sifat-sifatNya, dia akan melihat kebaikan (ihsan)-Nya, dia akan melihat keramah tamahan (luthf)-Nya, dia akan melihat kemurahan hati (birr)-Nya, dan dia akan melihat sayap pelindung (kanaf)-Nya”.
Sufi adalah orang yang hatinya suci (shafa) tidak terikat dengan wujud jasmaniahnya. Hatinya menjadi perantara bagi hubungan dirinya dengan Tuhannya. Dia tidak dapat menjadi sufi sebelum dia bertemu dengan Nabi SAW dalam mimpi, yang mendidik dirinya, yang menyuruhnya melakukan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan.
Hatinya akan memperoleh kemajuan. Wujud paling dalam (sirr)-nya akan menjadi suci (yasfu) di pintu Raja, sementara tangannya dipegangi tangan Nabi SAW.
“Yaa Rasulullah, siapakah anggota-anggota keluargamu?” tanya seseorang. Rasulullah SAW menjawab: “Setiap mukmin yang takwa adalah dari keluarga Muhammad (kullu taqiyyin ahlu Muhammadin)”
Kemudian daripada itu Mursyid kami Syeikh Abdul Qadir Jaelani pun berkata :
“Tanyalah pada Munkar dan Nakir tentang aku bila mereka mengunjungimu di dalam kuburmu, karena mereka akan menceritakan padamu semua yang ingin engkau ketahui tentang diriku. Nama sekarang kamu adalah Mudznib (pendosa). Besok pada hari kiamat namamu adalah Muhasab (yang dihisab) dan Munaqasah (yang diperiksa). Di dalam kubur engkau harus menderita setelah seluruh kesalahanmu dipaparkan. Engkau tak tahu apakah engkau akan digolongkan sebagai ahli neraka atau ahli surga. Tujuan akhirmu tidak jelas, maka janganlah terlalu tinggi menaksir kesucian keadaan ruhani (hal) –mu. Engkau tidak tahu namamu besok..!”
Wahai ibu Musa, jika engkau mengkhawatirkan keselamatan Musa, maka hanyutkanlah dia di lautan luas ! Engkau juga, jika engkau mengkhawatirkan agamamu, maka hanyutkanlah hatimu kepada Allah! Pasrahkanlah hatimu ke perlindungan-Nya. Serahkanlah keluargamu kepada perlindungan-Nya. Katakanlah, “Engkau akan jadi Sahabat dalam perjalananku dan Pelindung istri dan anak-anakKu”.
Demi Allah, sekali lagi demi Allah ! Keadaan ruhani (hal) para wali adalah seperti keadaan ruhani para Nabi, meski gelar (laqab) mereka berbeda dengan gelar para Nabi. Para Nabi dan Rasul, di dalam kubur mereka, tidak didatangi malaikat pemeriksa, Munkar dan Nakir. Sebab para Nabi dan Rasul itu perantara (syufa’a) atas nama (untuk) makhluk. Dengan demikian, mereka tidak akan dihisab (pada hari kiamat), karena mereka adalah orang-orang khusus di antara semua makhluk Allah.
Demikianlah sebagian kecil dari wasiat Mursyid kami Syeikh Abdul Qadir Jaelani qs bagi murid-muridnya yang telah kami catat dan khususkan dalam buku ADAB MURID yang tidak dipublikasikan untuk umum kecuali untuk anggota dari Pasulukan Loka Gandasasmita.