Pemerintah Dituntut Berikan Solusi KBM Daring di Daerah Tertinggal

Share posting

Oleh : Hidir Hidayat,S.Pd.

Kepala Sekolah SMP IT Tunas Bangsa Eva Sudiana,S.Pd,M.Pd,MM.””Kasian orangtua siswa,mereka terbebani dengan HP,ekonominya bagaimana,kesusahan apalagi ditengah pandemi covid-19 ini,kami minta solusi,”. (Foto oleh Hidir Hidayat-grahabignews.com)

Garut – Pelaksanaan Pembukaan hari pertama pelaksanaan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah ( MPLS) khususnya di wilayah daerah tertinggal  khususnya daerah Kecamatan Cikelet yang merupakan daerah yang jauh dari pusat kota Kabupaten Garut, mendapat beragam tanggapan baik positif maupun negatif pelaksanaan kegiatan tersebut.Hal tersebut tidak beralasan mengingat daerah tersebut merupakan daerah terdalam dan tertinggal terutama dalam hal akses internet dalam pelaksanaan MPLS melalui daring (dalam jaringan) tersebut.

Pelaksanaan cukup terharu dan bangga memang sempat dirasakan oleh Kepala Sekolah SMP IT Tunas Bangsa Eva Sudiana, S.Pd., M.Pd., MM., Sekolah yang beralamat di Jalan Raya Girimukti Kp. Ciserahan, Rt 03 rw 03 Ds.Girimukti Kecamatan Cikelet  yang berada dibawah naungan Yayasan Zahratul Jannah Akbar khususnya dalam Pelaksanaan Webinar MPLS hari pertama dan dilanjutkan dengan hari kedua pelaksanaan MPLS tersebut.

Kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah(MPLS) hari pertama di SMP IT Tunas Bangsa Kecamatan Cikelet (foto oleh Hidir Hidayat-grahabignews.com)

“Sebagai guru dan pejuang pendidikan di sekolah kami dilaksanakan dengan baik,insya Allah pelaksanannya di Yayasan Zahratul Jannah Akbar, akses pendidikan SMP IT Tunas Bangsa, kami mengikuti arahan Bupati Garut melalui video confrence, itu membuat kami bangga,” ujar Eva.

Eva mengatakan, hanya di Rayon 7 video confrence yang dilaksanakan di daerahnya. Namun Eva mengungkapkan kendala terkait MPLS secara daring tersebut.

Eva memberikan fakta dilapangan kepada GrahaBignNews, yang menunjukan dan menggambarkan bagaimana pelaksanaan pembelajaran daring tersebut khususnya Rayon 7 di SMP IT Tunas Bangsa, dengan jumlah 40 orang siswa yang masuk pada tahun ajaran 2020/2021, hampir 90 persen tidak memiliki Handphone android, apalagi kuota untuk mengikuti metode pembelajaran daring yang di instruksikan pemerintah daerah, khususnya Dinas Pendidikan Kabupaten Garut, ditambah lagi terutama akses jaringan internet yang sulit.

“Kasian orangtua siswa, mereka terbebani dengan HP, ekonominya bagaimana, kesusahan apalagi ditengah pandemi covid-19 ini,” tutur Eva

Eva juga menambahkan bahwa tatap muka dengan standar WHO telah diterapkan mengingat susahnya akses internet ke sekolahnya.

“Kami menganjurkan masyarakat khususnya bagi orang tua siswa dengan sistem prosedural WHO standar seperti jaga jarak, cuci tangan, penggunaan hand sanitizer, alat pengukur suhu tubuh,” imbuh Eva.

Eva meminta kepada Pemerintah pusat maupun daerah, khususnya Dinas Pendidikan untuk bisa memberikan solusi khususnya ke sekolahnya dilingkup wilayah swasta untuk memberikan kebijakan khusus bagi daerah tertinggal dan terdalam dari pusat kota Garut.

“Skala lokal dulu daerah tertinggal yang belum terjamah internet dalam pelaksanaan pembelajaran daring ini,solusi dari pemerintah bagaimana?, siswa kami di daerah pedalaman, kasian mereka,” ungkap Eva.

Lanjut Eva, hal-hal teknis tesebut membuat pihak nya kebingungan,dan meminta pemerintah mengkaji terutama dalam pelaksanaan teknis pembelajaran daring terutama bagi peserta didiknya yang berada dilingkup daerah yang notabene kesulitan akses internet.

 

 

 

 

 

 

 

 


Share posting

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *