Ketika Mursyid Kami Menyadari Apa Yang Dibawa Mati

Share posting

kematian adalah suatu kepastian maka berbekallah dengan selalu mengingatnya.

Artikel Eksklusif

Oleh : H Derajat

H Derajat Bersama Irjen Pol Dr Eko Budi Sampurno Kapolda Sulawesi Barat (foto istmewa-grahabignews.com)

Bismillahirrohmanirrohim

Allahumma sholli ala Sayyidina Muhammad wa ala ali Sayyidina Muhammad.

Kisah ini terinspirasi ketika saya mengobrol dengan sahabat karib saya Irjen Pol Dr Eko Budi Msi Kapolda Sulbar, maka saya mulai membuka Kitab Tadzkiratul Auliya dan saya menemukan kisah Mursyid kami Syeikh Hasan Al Bashri yang mendapatkan nasehat yang menyentuh Qalbunya dari kematian Putra Mahkota seorang Raja.

Pada mulanya Hasan dari Bashrah adalah seorang pedagang batu permata, karena itu ia dijuluki Hasan si pedagang mutiara. Hasan mempunyai hubungan dagang dengan Bizantium, karena itu ia berkepentingan denga para Jenderal dan Menteri Kaisar, dalam sebuah peristiwa ketika bepergian ke Bizantium, hasan mengunjungi Perdana Menteri dan mereka berbincang-bincang

beberapa saat.

“Jika engkau suka, kita akan pergi ke suatu tempat”, si menteri mengajak Syeikh kami Hasan Bashri.

“Terserah kepadamu,” jawab Hasan, “Ke mana pun aku menurut.”

Si menteri memerintahkan agar disediakan seekor kuda untuk Syeikh Hasan Bashri.

Si menteri naik ke punggung kudanya, Hasan pun melakukan hal yang serupa, setelah itu berangkatlah mereka menuju padang pasir. Sesampainya di tempat tujuan, Hasan melihat sebuah tenda yang terbuat dari brokat Bizantium, diikat dengan tali sutra dan di pancang dengan tiang emas di atas tanah. Hasan berdiri di kejauhan.

Tak berapa lama kemudian muncul lah sepasukan tentara perkasa dengan perlengkapan perang yng sempurna. Mereka lalu mengelilingi tenda itu, menggumamkan beberapa patah kata kemudian pergi. Setelah itu muncul para filosof dan cerdik pandai yang hampir empat ratus orang jumlahnya. Mereka mengelilingi tenda itu, menggumamkan beberapa patah kata kemudian berlalu dari tempat itu.

Datang lagi tigaratus orang-orang tua yang arif bijaksana dan berjanggut putih, mereka menghampiri dan mengelilingi tenda itu, lalu menggumamkan beberapa patah kata, kemudian berlalu, Akhirnya datang pula lebih dari dua ratus perawan cantik masing-masing mengusung nampan penuh dengan emas, perak dan batu permata, mereka mengelilingi tenda itu dan menggumamkan beberapa patah kata kemudian pergi meniggalkannya. Hasan mengissahkan betapa ia sangat heran menyaksikan kejadian-kejadian itu dan bertanya kepada dirinya sendiri. Apakah artinya semuanya itu?

“Ketika kami meninggalkan tempat itu”, Hasan meneruskan kisahnya,

“Aku bertanya kepada si perdana menteri, Si perdana menteri menjawab bahwa dahulu Kaisar mempunyai seorang putera yang tampan, menguasai berbagai cabang ilmu pengetahuan dan tak terkalahkan di dalam arena kegagah perkasaan. Kaisra sangat sayang kepada puteranya itu. Tanpa terduga-duga, si pemuda jatuh sakit. Semua tabib paling ahli sekalipun tidak mampu menyembuhkan penyakitnya. Akhirnya si pemuda putera mahkota itu meninggal dan dikuburkan di bawah naungan tenda tersebut. Setiap tahun orang-orang datang berziarah ke kuburannya”.

Sepasukan tentara yang mula-mula mengelilingi tenda tersebut berkata :  “Wahai putera mahkota, seandainya malapetaka yang menimpa dirimu ini terjadi di medan pertempuran, kami semua akan mengorbankan jiwa raga kami untuk menyelamatkanmu. Tetapi malapetaka yang menimmpamu ini datang dari Dia yang tak sanggup kami perangi dan tak dapat kami tantang”.

Setelah berucap seperti itu berlalu dari tempat itu.

Kemudian tiba lah giliran para filosof dan cerdik pandai. Mereka berkata :  “Malapetaka yag menimpa dirimu ini datang dari Dia yang tidak dapat kami lawan dengan ilmu pengetahuan. Filsafat dan tipu muslihat. Karena semua filosof di atas bumi ini tidak berdaya menghadapi-Nya dan semua cerdik pandai hanya orang-orang dungu di hadapan-Nya. Jika tidak demikian halnya, kami telah berusaha dengan mengajukan dalih-dalih yang tak dapat di pantah oleh siapa pun di alam semesta ini”.

Setelah berucap demikian para filosof dan cerdik pandapi itu pun berlalu dari tempat tersebut.

Selanjutnya orang-orang tua yang mulia tampil seraya berkata :

“Wahai putera mahkota, seandainya malapetaka yang menimpa dirimu ini dapat dicegah oleh campur tangan orang-orang tua, niscaya kami telah mencegahnya dengan do’a do’a kami yang rendah hati ini, dan pastilah kami tidak akan meninggalkan engkau seorang diri di tempat ini. Tetapi malapetaka yang ditimpakan kepadamu datang dari Dia yang  sedikit pun tak dapat dicegah oleh campurtangan manusia-manusia yang lemah”.

Setelah kata-kata ini mereka ucapkan merekapun berlalu.

Kemudian dara-dara cantik dengan nampan-nampan berisi emas dan batu permata datang menghampiri, mengelilingi tenda itu dan berkata : “Wahai putera Kaisar, seandainya malapetaka yang menimpa dirimu ini bisa ditebus dengan kekayaan dan kecantikan, niscaya kami merelekan diri dan harta kekayaan kami yang banyak ini untuk menebusmmu dan tidak kami tinggalkan engkau di tempat ini. Namun mala petaka  ini ditimpakan oleh Dia yang tak dapat dipengaruhi oleh harta kekayaan dan kecantikan.” Setelah berkata-kata ini

mereka ucapkan, merekapun meninggalkan tempat itu.

Terakhir sekali Kaisar beserta perdana menteri tampil, masuk ke dalam tenda dan berkata :  “Wahai biji mata dan pelita hati ayahanda! Wahai buah hati ayahanda! Apakah yang dapat dilakukan oleh ayahanda ini? Ayahanda telah mendatangkan sepasukan tentara yang perkasa, para filosof dan cerdik pandai, para pawang dan penasehat, dan dara-dara cantik yang jelita, harta benda dan segala macam barang-barang berharga. Dan ayahanda sendiri pun telah datang.

Jika semua ini ada faedahnya, maka ayahanda pasti melakukan segala sesuatu yang dapat ayahanda lakukan. Tetapi malapetaka ini telah ditimpakan kepadamu oleh Dia yang tidak dapat dilawan oleh ayahanda beserta segala aparat, pasukan, pengawall, harta benda dan barang-barang berharga ini. Semoga engkau mendapat kesejahteraan, selamat tinggal sampai tahun yang akan datang.”

Kata-kata ini diucapkan sang Kaisar kemudian ia berlalu dari tempat itu.

Pengisahan si menteri ini sangat menggugah hati Hasan. Ia tidak dapat melawan dorongan hatinya. Dengan segera ia bersiap-siap untuk kembali ke negerinya. Sesampainya di kota Bashrah ia bersumpah tidak akan tertawa lagi di  atas dunia ini sebelum mengetahui dengan pasti bagaimana nasib yang akan dihadapinya nanti. Ia melakukan segalam macam kebaktian dan disiplin diri yang tak dapat ditandingi oleh siapa pun pada masa hidupnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Share posting

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *