Presidential Thershold Perlu Pengkajian

Share posting

Oleh : Hartono

Bayu Sukma Pujanegara (foto oleh Hartono-grahabignews.com)

Garut – Sabtu (04/12/2021) Perjalanan demokrasi di Indonesia sungguh sangat luar biasa , namun tidak sedikit perubahan-perubahan yang sering berpihak kepada calon pemenang yang terkondisikan, wajar dan lumrah namun tidak mudah di negri ini untuk merubah sebuah regulasi dengan aturan – aturan yang dibuat dan diciptakan saat ini, disebabkan warga Negara yang semakin cerdas dalam menyikapi alur – alur yang dibuat secara sistemik, pertumbuhan pola piker dan kecerdasan anak bangsa mampu mengkritisi ketika sebuah aturan dibuat untuk menggiring pada kepentingan kelompok atau pun golongan secara politik.

Bayu Sukma Pujanegara merupakan putra daerah Garut,seorang yang memilki profesi Advokat di Bayu Sukma Pujanegara Law Office, dan juga Partner di kantor hukum Finsensius Mendrofa & Partner yang beralamat di gedung Palma One Jalan Rasuna Said No. 4 Kuningan Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan menyikapi laju perpolotikan di Indonesia kepada GrahaBigNews  memaparkan bahwa,”Presidential Thershold Ciderai Demokrasi“, tahun 2024 harus menjadi tolak ukur pemilu yang berbeda dari penyelenggaraan pesta demokrasi sebelumnya, salah satunya adalah pemilihan presiden, ajang pemilu 5 tahunan tersebut harus menjadi pesta demokrasi bagi rakyat dalam menentukan calon pemimpinya. Pemilihan Presiden diselenggarakan harusnya memberikan kesempatan kepada setiap partai politik untuk dapat mengirimkan kadernya dalam kontestasi politik tersebut, tetapi dengan adanya Presidential Thershold maka tidak semua partai politik mengirimkan kadernya sebagai calon.

Menurut Bayu sebagai pengamat politik secara kacamata hukum Presidential Treshold menjadi momok yang sangat menakutkan, tentunya hal ini menjadi prasarat bagi para calon yang akan maju dalam pencalonan menjadi presiden, oleh karena itu PT ( Presidential Treshold ) ini menjadi celah baik bagi partai atau calon untuk memuluskan jalannya menjadi penguasa yang harus memilki kekuatan financial bukan lagi melihat kualitas, tidak menutup kemungkinan menjadi dugaan politik transaksional dan penjegalan bagi para calon yang berkompeten sehingga hal ini semakin membuktikan bahwa Oligarki partai politik tidak dapat kita hindari dan menciderai demokrasi.

Tambah Bayu sebagaimana tertuang dalam pasal 6A UUD 1945 yaitu pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum, partai politik yang seharusnya menjadi marwah pintu gerbang demokrasi dengan adanya kaderisasi untuk mengikutkan kader terbaiknya dan mampu mengusung calonnya masing-masing, akan tetapi hal ini menjadi tidak ideal ketika UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum memuat ambang batas pencalonan. Untuk mewujudkan demokrasi secara utuh maka seyogyanya dilakukan revisi terhadap UU Pemilu mengenai ambang batas tersebut sehingga Presidential Threshold menjadi 0, bahkan tidak menutup kemungkinan ketika kepercayaan masyarakat semakin berkurang pencalonan pun harus dibuka melalui jalur independen ketika rakyat menghendaki, maka amandemen konstitusi akanmenjadi solusi demi terwujudnya pesta demokrasi, pungkasnya.

 


Share posting

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *