Peranan Pers Tak Berhenti Karena Pandemi Covid-19 Setelah Idul Fitri Tugas Tetap Menanti

Share posting

Oleh : Wishnoe Ida Noor, Pemimpin Redaksi

Wishnoe Ida Noor, Pemimpin Redaksi GrahaBigNews (foto file pribadi-grahabignews.com)

Diawal bulan Syawal 1441 H ini, tepatnya hari Minggu,  tanggal 24 Mei 2020, kita selaku umat Islam merayakan hari kemenagan Idul Fitri atau yang lebih populer disebut lebaran, termasuk di dalamnya para Insan Pers. Atas nama Pimpinan Redaksi dan seluruh jajaran kepengurusan, beserta Crew GrahaBigNews dengan kerendahan hati mohon maaf lahir dan bathin.

Sebelan menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan, dan pada saat itu pula kita dalam kondisi siap siaga mematuhi semua peraturan yang telah di tetapkan oleh Pemerintah terkait pandemi Covid-19 dengan menjaga jarak, tidak berkerumun, membiasakan diri dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, mencuci tangan memakai sabun dengan air yang mengalir.

Pada masa-masa tersebut, bagi kami dari kalangan jurnalis tentu saja mempunyai tugas dan peranan di dalam mentransformasikan informasi guna mengedukasi masyarakat akan anjuran dan peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah, baik pusat maupun Daerah.

Sedikit catatan kaki, jika mau jujur. Sebenarnya sempat membuat keprihatinan tersendiri ketika para Insan Pers dengan tufoksinya sebagai Kontrol Sosial tanpa lelah membantu menyebarkan informasi pada masyarakat, meski dalam kondisi serba sulit sekalipun.

Insan Pers tak memikirkan, bagaimana keperluan akomodasi ketika dirinya menjalankan tugas, terlebh keselamatannya, dan faktor ekonomi guna memenuhi kewajibannya selaku kepala keluarga bagi istri dan anak-anaknya.

Tapi, semua itu dijalani dengan suka rela, karena saya percaya bahwa dengan meleburkan diri menjadi jurnalis berarti sadar benar apa tugas, bagaimana menjalankannya, mengapa menjalankan tugas itu sendiri, dalam kondisi apa mereka menjalankannya, tak menjadi soal, sehingga tujuan akhir memberikan informasi agar sampai ke masyarakat dengan pemahaman membangun pikiran, dan tindakan yang positif bisa di laksanakan.

“Susahnya di  masa Physical Distancing ini, ketika akan mengkomfirmasikan hal urgent ternyata tersekat dengan layanan peringatan dari setiap Dinas/instansi untuk tidak berkomunikasi secara langsung. Padahal melalui jalur digital yaitu WA sudah ditempuh, tapi tidak ada jawaban”.

Demikian kira-kira nada keluhan yang sampai dan kami tentunya kalangan jurnalis turut prihatin, tapi tetap memberikan pemikiran positif, bahwa jalankan saja tugas kita sesuai aturan dan filterisasi dari diri kita akan hal yang akan di komfirmasikan, bagaimana dampak yang akan terjadi dari bahan temuan yang memerlukan klarifikasi.

Meski tidak semua instansi berlaku demikian, dan tidak semua pejabat ketika di klarifikasi melalui selulernya tidak menjawab dengan penjelasan sebagai respon untuk sama-sama membenahi dan mengevaluasi, karena masih banyak juga kalangan birokrasi yang responsif dan persuasif.

Sementara kita memahami, bahwa memberikan informasi pada masyarakat dengan informasi yang akurat, itu suatu kewajiban bagi kita untuk menyampaikannya, sesuai dengan Undang-Undang Pers No 40 Tahun 1999, di dalam pasal 6 menyatakan, bahwa salah satu peranan Pers di dalam menjalankan tugasnya yaitu ; Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui. Dalam hal ini masyarakat/publik berhak untuk mengetahui informasi yang akurat tentang suatu informasi yang di sampaikannya dengan mematuhi kode etik kejurnalistikannya.

Tak ubahnya seperti informasi yang kini menjadi primadonanya dunia, terkait perkembangan wabah virus Corona yang lebih popular disebit Covid-19. Para jurnalis Nasional, dan lokal turut andil di dalamnya memberikan informasi, baik kasus perkembangan Covid-19 yang resmi di keluarkan oleh Pemerintah Daerah melalui Juru Bicaranya masing-masing.

Dalam hal inipun Pers di dalam menstransformasikan informasi terkait Covid-19, diharuskan mematuhi UU Pers No. 40 Tahun 1999, UU ITE No.11 tahun 2008, UU No 14 tahun 2008, dan saya percaya rekan-rekan Pers di Garut sudah memahami hal itu.

Karena patokan bagi kita, bahwa insan Pers mempunyai fungsi sebagai Media Informasi, sebagai Media Pendidikan, sebagai Media Hiburan, sebagai Media Kontrol Sosial serta sebagai Lembaga Ekonomi.

Kiranya, membangun harmoni dengan komunikasi itu meski tak mudah, tapi tetaplah harus kita jalankan. Lepaskan diri dari belenggu like this like, guna menyuguhkan informasi yang benar-benar objektif serta bisa dipertanggungjawabkan.

Ada tanya lagi dari rekan-rekan, setelah kita berkarya tapi mereka tak mau juga memahami tugas kita terlebih nilai kesejahteraannya, apakah akan terus berkarya? Jawaban saya tetap saja tidak berubah, yaitu berkarya. Meski kita tahu, bahwa ada anggarannya guna biaya publikasi dan peliputan bagi para Insan Pers, tapi bukan berarti kita harus menghinakan diri dengan memaksa mereka untuk mengeluarkan anggaran itu sendiri, jika yang bersangkutan sudah dibutakan mata hatinya untuk tidak merealissikan apa yang menjadi hak kita, terlebih harus bersikap oportunis.

Karena jika kita terjebak pada hal itu, cipta kondisi dan peta komplik telah merasuki diri kita sehingga tak ayal akan terjadi sikap “Merasa Paling Ter…”, menyekat infromasi antar sesama rekan jurnalis, mengklaim karya cipta, ataupun sikap lain yang seharusnya sudah tak pantas dilakukan dan harus segera ditinggalkan, agar kita punya harga diri, dan karya kita dihargai bukan secara materi saja, tapi citra diri di dalam menjalankan profesi yang Insya Allah akan menjadikan diri kita punya karakteristik tersendiri.

Kuncinya hanya satu, bahwa profesi apapun itu selama kita menjalankannya dengan benar, jujur, konsisten, dan mempunyai komitmen pada diri sendiri, serta Allah adalah Maha Segalanya, semoga bisa meringankan beban dan pikiran di tengah himpitan perekonomian yang memprihatinkan seperti sekarang ini.

Pandemi Covid-19 tak akan menghentikan karya kita di kejurnalistikan, perkuatlah keimanan dalam setiap gerak dan langkah kita. Bekerjalah secara professional, karena orang-orang yang mengerti dan memahami kiprah kita, tentu mereka akan mampu nemberikan apresiasi tersendiri tanpa dipinta, terlebih diembel-embelin dengan timbal  balik dan rasa chadellisasi.

Semoga awal bulan Syawal ini, langkah kita semakin menunjukkan progress yang bagus dalam kiprah kejurnalistikan, dan dari kalangan kitapun sejatinya harus terus di pupuk rasa kebersamaan, saling menghargai di dalam membangun harmoni guna terwujudnya komunikasi yang sinergi menuju akselerasi di semua bidang.

Ingatlah baik-baik,

Harmoni itu harus dibangun dari kalangan kita para jurnalis. Oleh kita, dari kita, dan untuk kita, sehingga semua pihak akan menjalin komunikasi yang santun, tidak jumawa, angkuh, maupun arogan. Karena, sejatinya hanya orang-orang yang punya hati serta mengerti arti rasa saling menghargai yang akan menuntun kita pada kebijaksanaan dalam bersikap dan bertindak, dan akan menumbuhkembangkan “Pinter merasa bukan Merasa Pinter serta Membiasakan yang Benar bukan Membenarkan yang Biasa”.

 


Share posting

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *