ABSURD

Share posting

Oleh  : Denny.AR

Kang Denny AR, adalah Penulis, wartawan senior&Koordinator Reforter GarhaBigNews Wilayah Kec. Karangpawitan Kab. Garut. (foto istimewa-grahabignews.com)

Pengarang Perancis Albert Camus yang berhaluan Eksistensialis mengarang sebuah naskah drama kuno “Caligula”. Dimana dalam satu dialognya muncul pertanyaan untuk bathinnya yang naif dan skeptis, Camus mempertanyakan”apakah Tuhan itu ada ?”

Camus menuduh pada mereka yang tidak mempertanyakan soal tadi sebagai manusia yang telah melakukan bunuh diri secara phylosofi (phylosofhical suicide) karena bagi Camus semua tadi merupakan problem yang punya kontek dengan kematian, Relativitas cinta dan absurditas ( kesia-siaan hidup) Problem dan kesepian adalah mutlak milik manusia.

Problem kematian begitu dominan dalam Caligula seperti terungkap: Caligula berdiri tegap. Didepan Kaisar Romawi terbujur sosok mayat adiknya sekaligus kekasihnya “Drusilla”. Wajah Caligula tegang mencekam penuh kedukaan mendalam, kecewa serta putus asa. Caligula terpesona oleh kematian yang begitu realistis. Kematian perlahan-lahan datang  tanpa kompromi angkuh dan sewenang-wenang.

Dengan penuh emosi Caligula memukul simayat sambil keluar Istana disaksikan para bangsawan Romawi yang terheran-heran pada sang raja.

Sejak itu Caligula bertekad untuk melakukan perlawanan pada  “kematian” yang dianggap sewenang-wenang .Dia melawan dengan rasionalitas tanpa Iman ” Buat apa kehidupan jika ahirnya ada kematian ?”

Drama Caligula merupakan kisah tragis dari seorang manusia yang frustasi dan merupakan sebuah Tragedi manusia yang menghancurkan dirinya dengan mengejar sesuatu yang utofis, seperti juga si tokoh Gila yang meneriakan, God is Dead, God remain dead   Fredrik Nietze sang pencetus aliran eksistensialis dari Jerman yang mati sengsara dalam kegamangan hidup dan bertanya  “Seandainya ada Tuhan, maka dunia tidak seporak poranda ini “

Saya menilai bahwa kekecewaan manusia-manusia seperti itu sebetulnya merupakan satu bentuk  kesadaran baru yang  muncul  dari kesemrawutan falsapah hidup. Kesemrawutan tersebut akibat dari lepasnya ikatan manusia dari agama, sebab jika saja ajaran agama benar-benar dihayati dan dilaksanakan secara mendalam, tidaklah akan ditemui manusia semacam Albert Camus atau Fredriech Nietze. Setidaknya jika dilihat dari kecamata orang beriman bahwa dalam melihat masalah kematian keduanya telah mengenyampingkan satu segi yang amat penting yaitu dimensi Transcendental.

Tuhan bagi kta bukanlah ide manusia tapi benar-benar satu eksistensi yang kehadirannya dalam hidup ini diyakini dengan hati yang tulus, diikralkan dengan lisan dan dikerjakan dengan amal perbuatan ( Iman) dalam keyakinan penuh (aqidah) secara jujur dan terbuka. Bahwa kehidupan ahirat juga bukanlah sekedar ungkapan optimisme phycologis dari orang-orang yang beriman tapi lebih dari itu. Ahirat mengandung tujuan dan makna yang lebih dalam bagi kehidupan manusia didunia ini. Betapa banyak tanda-tanda kekuasaan Tuhan yang terhampar didalam kehidupan dunia ini.asal saja manusia mau terbuka dalam arti mampu mengungkapkan semua peristiwa dengan keimanannya yang haqiqi “Kematian” merupakan pelajaran terbaik bagi manusia untuk hidup. Kematian sebenarnya adalah awal dari sebuah kehidupan yang panjang, karena dunia dan kehidupan hanyalah merupakan sebuah persinggahan yang sebentar tapi penuh dengan ujian dan penilaian. Hasilnya akan dibawa kelak kehadapan pengadilan yang terahir, dan menentukan kemana manusia itu akan berangkat, ke surgakah ? Atau ke neraka ? Hal itu tergantung dari perbuatannya sekarang didunia. Wallahu’alam bissawab.

Sumber Panjimas

Kang Denny. AR, adalah Penulis, wartawan senior&Koordinator Reforter GrahaBigNews Wilayah Kec. Karangpawitan Kab. Garut.

 


Share posting

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *