Risalah Penerang Hati

Share posting

meluruskan Tauhid dalam pandangan Wahdatul Wujud Tarekat Syathariyyah

Artikel Eksklusif

Oleh : H Derajat

Risalah Penerang Hati Buku yang ditulis oleh Mama H. Derajat Asy-Syathari Al-Qadiri (Bagian Kesatu) (foto file Pasulukan Loka Gandasasmita-grahabignews.com)

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Wasshalaatu wassalaamu ‘alaa Muhammadin wa aalihi ma’at tasliimi wabihii nasta’iinu fii tahshiilil ‘inaayatil ‘aammati wal-hidaayatit taammah, aamiin yaa Rabbal ‘aalamiin.

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Salawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai InayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, aamiin ya Robbal ‘alamin”.

Sebelum aku mulai risalah kecilku ini, bacalah dengan perlahan dengan hati yang tenang, semoga Allah akan melimpahkan kekuatan kepadamu dalam mengarungi kehidupan ini…

إِلٰهِيْ إِنَّ قُدْرَتَكَ عَلَى كَشْفِ مَا أَنَا فِيْهِ كَقُدْرَتِكَ عَلَى مَا ابْتَلَيْتَنِيْ بِهِ، وَإِنَّ ذِكْـرَ عَوَآئِدِكَ يُوْنِسُنِيْ، وَالرَّجَآءُ فِي إنْعَامِكَ وَفَضْلِكَ يُقَوِّيْنِيْ، لِأَنِّيْ لَمْ أَخْلُ مِنْ نِعْمَتِكَ مُنْذُ خَلَقْتَنِي

Ilaahii, inna qudrataka ‘alaa kasyfi maa anaa fiihi kaqudratika ‘alaa maa ibtalaytanii bihi, wa inna dzikra ‘awaaidika yuunisunii, war-rajaau fii in’aamika wa fadhlika yuqawwiinii, liannii lam akhlu min ni’matika mundzu khalaqtanii

“Ya Allah, Kekuasaan-Mu untuk melepaskan aku dari apa yang aku alami sama seperti kekuasaan-Mu untuk menguji-ku. Sungguh, mengenang kebaikan-Mu membahagiakan-ku. Harapan akan nikmat dan anugrah-Mu menguatkanku. Karena tidak pernah aku kehilangan nikmat-Mu sejak Kau ciptakan aku.”

Inilah risalah yang baik yang dibuat oleh H. Derajat murid yang dha’if yang selalu mengharap keberkahan dari Mursyid-mursyidnya yang mulia Kyai Muhammad Arja’en, Syeikh Rahmatullah, Kanjeng Sunan Gunung Jati dan tentunya dari yang mulia Mursyidnya tercinta Syeikh Abdurrauf Fanshuri yang sebagian kecil dari ilmunya yang sangat luas tertuang dalam risalah ini.

Mursyid kami yang agung Syeikh Abdurrauf telah berpesan agar kita selalu mentauhidkan Allah ta’ala; jika kita mengatakan wahhadtu Allaha وحدت الله (aku mengesakan Allah), maka yang dimaksud adalah nasabtuhu ilà al-wahdaaniyah نسبته إلى الوحدانية (aku mengaitkan Allah dengan sifat Esa) bukan ja’altuhu waahidan جعلته واحدا (aku menjadikan Allah Esa). Syeikh kami memandang bahwa hal tersebut perlu ditegaskan, karena sifat Esa bagi Allah itu adalah sesuatu yang telah melekat pada Zat-Nya sendiri, bukan karena diberikan oleh pihak lain.

Tauhid adalah bekal utama yang harus ditanamkan seorang Mursyid kepada para muridnya sebelum para murid tersebut menjalankan amalan-amalan dalam tarekat.

فَاعْلَمْ اَيُّهَا الْمُرِيْدُ وَفَّقَنَا اللّٰهُ وَاِيَّاكَ لِطَاعَتِهِ وَاسْتَعْمَلْنَا وَاِيَّاكَ فِيْمَا يَرْضَاهُ اَنَّ اَوَّلَ وَاجِبٍ عَلَيْكَ تَوْحِيْدُ الْحَقِّ سُبْحَانَهُ وَتَعَالٰى وَتَنْزِيْهُهُ مِمَّا لَا يَجُوْزُ عَلَيْهِ بِكَلِمَةِ لَآ إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ الْجَامِعَةُ لِجَمِيْعِ مَرَاتِبِ التَّوْحِيْدِ اْلأَرْبَعَةِ

Fa’lam ayyuhal muriidu, waffaqanallaahu wa iyyaaka lithaa’atihi wasta’malnaa wa iyyaaka fiimaa yardhaahu anna awwala waajibin ‘alaika tauhiidul haqqi subhaanahu wa ta’aalaa watanziihuhu mimmaa laa yajuuzu ‘alaihi bikalimati laa ilaaha illallaahu al-jaami’atu lijamii’i maraatibit tauhiidil arba’ati.

“Selanjutnya, ketahuilah wahai murid, – semoga Allah memberi petunjuk kepada kami dan kepadamu untuk ta’at kepadaNya, dan semoga Allah menghendaki kita untuk melakukan apa yang diridhaiNya– bahwa kewajiban pertama atasmu adalah mengesakan al-Haqq swt, dan mensucikanNya dari hal-hal yang tidak layak bagiNya dengan kalimat: Laa ilaaha illaa Allaah, yang menghimpun empat tingkatan tauhid yaitu tauhid uluhiyyah (mengesakan Ketuhanan Allah), tauhid af’al (mengesakan Perbuatan Allah), tauhid sifat (mengesakan Sifat-sifat Allah) dan tauhid zat (mengesakan Zat Allah) yang dalam konteks tasawuf dianggap sebagai tauhid tertinggi”.

Salah satu bukti keesaan Allah ta’ala adalah tidak rusaknya alam sebagaimana Allah berfirman :

لَوْ كَانَ فِيْهِمَا آلِهَةٌ إِلَّا اللّٰهُ لَفَسَدَتَا

Law kaana fiihimaa aalihatun illallaahu lafasadataa

“Sekiranya di langit dan di bumi ini ada tuhan-tuhan lain selain Allah, tentulah keduanya (langit dan bumi) itu telah rusak binasa”.

Jadi, tidak rusaknya langit dan bumi adalah bagian tak terpisahkan dari alam.

Apakah hubungan ontologis antara Tuhan dan alam, antara al-Haqq dan al-khalq, antara Sang Pencipta dan ciptaan-Nya, antara Yang Esa dan yang banyak, antara al-Wujud dan al-maujuudaat, antara Waajibul Wujuud dan al-mumkinaat? Maka Syeikh kami mengatakan tentang alam adalah:

إِسْمٌ لِمَا سِوَى الْحَقِّ عَزَّ وَجَلَّ

Ismun limaa siwal haqqi ‘azza wa jalla

“….nama untuk segala sesuatu selain al-Haqq (Allah) Yang Mahamulia dan Mahaagung”.

Kemudian tentang alam Syeikh kami menambahkan :

اَلْوُجُوْدُ الْمُقَيَّدُ بِصِفَاتِ الْمُمْكِنَاتِ وَلِهٰذَا يَطْلُقُ عَلَيْهِ بِأَنَّهُ سِوَى الْحَقِّ

Al-wujuudul muqayyadu bishifaatil mumkinaati wa lihaadzaa yathluqu ‘alaihi bi annahu siwal haqqi

“…wujud yang terikat dengan sifat-sifat mumkinat (sifat-sifat yang mungkin), oleh karena itulah, alam ini dikatakan sebagai sesuatu selain al-Haqq”.

Berangkat dari penjelasan dalam konsep tauhid ini bahwa satu-satunya wujud adalah Allah (Laa ilaaha illaa Allah), tidak ada wujud selain wujud Allah. Dengan kata lain, wujud dalam pengertian hakiki hanya milik al-Haqq, segala sesuatu selain al-Haqq tidak memiliki wujud. Jika satu-satunya wujud adalah al-Haqq, bagaimana dengan alam (al-khalq)? Apakah alam identik dengan Allah? Atau apakah alam tidak mempunyai wujud sama sekali? Maka Mursyid kami yang mulia Syeikh Abdurrauf menyatakan;

وَهُوَ بِالنِّسْبَةِ إِلَى الْحَقِّ كَالظِّلِّ وَلَيْسَ هُوَ سَيِّئًا زَائِدًا عَلَى حَقَائِقِ مَعْلُوْمَةٍ لِلْحَقِّ أَزَلًا مُتَّصِفَةً بِالْوُجُوْدِ ثَانِيًا اِنْتَهَى، فَالْاِنْسَانُ عَلَى هٰذَا ظِلُّ الْحَقِّ أَوْ ظِلُّ ظِلِّهِ

Wa huwa binnisbati ilal haqqi kadzh-dzhilli wa laysa huwa sayyian zaaidan ‘alaa haqaaiqi ma’luumatin lilhaqqi azalan muttashifatan bilwujuudi tsaaniyan, intahaa. Fal-insaanu ‘alaa haadzaa dzhillul haqqi aw dzhillu dzhillihi

“Dan jika dihubungkan dengan al-Haqq, alam itu bagaikan bayangan, ia bukanlah hakikat lain di samping hakikat-hakikat Allah yang telah diketahui sejak zaman azali, dan kemudian memiliki wujud. Karena itu, menurut konsep ini, manusia adalah bayangan al-Haqq, atau bayangan dari bayanganNya”.

Mursyid kami Syeikh Abdurrauf mengutip perkataan Syeikh Ibnu Arabi :

وَاَعْيَانُنَا فِى نَفْسِ اْلأَمْرِ ظِلُّهُ لَا غَيْرُهُ

Wa a’yaanunaa fii nafsil amri dzhilluhu laa ghairuhu

“Pada hakikatnya, entitas kita adalah bayangan Allah, tidak lain dari itu”.

Sehingga dapat disimpulkan, Mursyid kami berpendapat bahwa, alam tidak identik secara mutlak dengan Tuhan, karena alam hanya merupakan bayanganNya, bukan wujudNya. Beliau menegaskan transendensi Tuhan atas makhlukNya. Alam ini termasuk manusia di dalamnya, tidak memiliki wujud tersendiri, karena ia hanya bayangan Tuhan, atau bahkan hanya bayangan dari bayanganNya. Kehadiran bayangan itu sangat tergantung pada ada dan tidak adanya sumber bayangan. Oleh karena itu, wujud hakiki yang sebenarnya adalah sumber bayangan tersebut berikut segala sifat yang melekat padanya.

وَمَا نَحْنُ إِلَّا بِهِ وَلَهُ

Wamaa nahnu illaa bihii wa lahuu

“Keberadaan kita ini semata-mata karena Dia, dan milikNya”.

Bahwa segala sesuatu selain Allah yaitu alam ini bersumber padaNya dan keberadaannya pun sangat tergantung pada wujudNya.

Syeikh kami berpandangan bahwa alam adalah bayangan Allah semata dan bukan benar-benar zat al-Haqq, agar lurus pandangan bahwa al-Haqq adalah mutlak sebagai Pencipta alam raya ini. Sang Pencipta mustahil mencipta-kan zatNya sendiri secara utuh.

خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ

Khaaliqu kulli syaiin

“Ia adalah Pencipta segala sesuatu”.

Di dalam al-Quran tidak sekalipun Allah mengatakan bahwa Ia menciptakan zatNya sendiri. Kepada Nabi yang mulia Muhammad saw, Allah mengatakan; Qul Allahu khaaliqu kulli syai’in قل الله خالق كل شيء (katakanlah Wahai Muhammad; Allah adalah Pencipta segala sesuatu) dan Dia Yang Maha Suci mengatakan; Wa Allahu khalaqakum wa ma ta’maluuna والله خلقكم وما تعملون dan Allah tidak mengatakan wa Allahu khaaliqu ‘ainihi  والله خالق عينه (Dan Allah menciptakan zatNya sendiri). Juga dalam al-Quran dikatakan alhamdulillaahi rabbi al-’alamiina الحمد لله رب العالمين (segala puji bagi Allah seru sekalian alam) dan tidak pernah dikatakan alhamdulillaahi rabbi ‘ainihi  الحمد لله رب عينه(segala puji bagi Allah, Tuhan zatNya sendiri). Syeikh kami berargumen jika alam adalah zat Allah sendiri, tentu Dia tidak akan menitahkan kewajiban-kewajiban syariat yang memberatkan, seperti puasa, shalat dan sebagainya.

Jika manusia benar-benar merupakan zat Allah maka seharusnya manusia bisa mewujudkan apapun yang dikehendakinya dan dikatakannya dalam sekejap. Sedang-kan dalam al-Quran dikatakan Idzaa araada syai’an an yaquula lahuu kun fayakuunu إذا أراد شيئا أن يقول له كن فيكنون (apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, jadilah !!! Maka terjadilah ia). Namun kenyataannya manusia tidak mampu melakukan itu karena kehendaknya tidak bisa selalu seiring dengan kehendak Allah. Hal ini menjadi bukti bahwa manusia, alam atau al-khalq tidak identik dengan Allah, atau al-Haqq secara mutlak.

Dalam hadits Qudsi dikatakan :

يَاابْنَ آدَمَ، تُرِيْدُ وَاُرِيْدُ وَلَا يَكُوْنُ إِلَّا مَا أُرِيْدُ فَإِنْ سَلَّمْتَ لِى فِيْمَا اُرِيْدُ اَعْطَيْتُكَ مَا تُرِيْدُ وَإِنْ نَزَعْتَنِىْ فِيْمَا أُرِيْدُ اَتْعَبْتُكَ فِيْمَا تُرِيْدُ ثُمَّ لَا يَكُوْنُ إِلَّا مَا أُرِيْدُ

Yabna aadama, turiidu wa uriidu walaa yakuunu illaa maa uriidu fain sallamta lii fiimaa uriidu a’thaituka maa turiidu wain naza’tanii fiimaa uriidu at’abtuka fiimaa turiidu tsumma laa yakuunu illaa maa uriidu.

“…Wahai anak Adam!! Engkau mempunyai keinginan, Aku pun demikian, tapi tidak akan terjadi kecuali apa yang Aku inginkan. Jika engkau rela atas apa yang Aku inginkan, maka Aku akan memberikan apa yang engkau inginkan, dan jika engkau menentang apa yang Aku inginkan, Aku akan mempersulit apa yang engkau inginkan, sehingga tidak akan terjadi kecuali apa yang Aku inginkan”.

Dapat disimpulkan di sini tentang hubungan ontologis antara Tuhan dan alam bahwa alam tidak memiliki wujud tersendiri.

Syeikh kami berpendapat bahwa alam tercipta melalui proses pemancaran al-faid (emanasi) dari zat Allah. Proses keluarnya alam sebagaimana proses keluarnya pengetahuan dari Allah. Dengan demikian, meskipun alam bukan zat Allah secara mutlak, namun ia juga tidak berbeda denganNya secara mutlak pula karena alam bukan wujud kedua yang benar-benar terpisah dariNya.

Sebagaimana Syeikh kami mengambil dari kitab Bulgah al-Masir :

وَحَاصِلُهُ اَنَّ وُجُوْدَ الْعَالَمِ لِكَوْنِهِ لَيْسَ وُجُوْدًا مُسْتَقِلًّا اِسْتِقْلَالًا بَلْ فَائِضَةً وَالْمُرَادُ بِالْفَيْضِ هُوَ كَفَيْضِ الْعِلْمِ مِنْهُ تَعٰلٰى كَمَا لَا يَتَّصِفُ بِكَوْنِهِ عَيْنِ الْحَقِّ لِكَوْنِهِ مُبْدِعًا كَذَالِكَ لَا يَتَّصِفُ بِأَنَّهُ غَيْرُهُ مَغَائِرَةً تآمَّةً بِحَيْثُ يَتَّصِفُ بِأَنَّهُ وُجُوْدُ ثَانٍ مَعَهُ مُسْتَقِلٌّ

_Wa haashiluhu anna wujuudal ‘aalami likaunihi laysa wujuudan mustaqillan istiqlaalan bal faaidhatan wal-muraadu bil-faidhi huwa kafaidhil ‘ilmi minhu ta’aalaa kamaa laa yattashifu bikaunihi ‘ainil haqqi likaunihi mubdi’an kadzaalika laa yattashifu biannahu ghairuhu maghaairatan taammatan bihaitsu yattashifu biannahu wujuudu tsaanin ma’ahu mustaqillun.

“Walhasil, wujud alam ini tidak benar-benar berdiri sendiri, melainkan terjadi melalui pancaran. Dan yang dimaksud dengan memancar di sini adalah bagaikan memancarnya pengetahuan dari Allah Ta’ala. Seperti halnya alam ini bukan benar-benar zat al-Haqa –karena ia merupakan wujud yang baru, alam juga tidak benar-benar lain dariNya. Ia bukan wujud kedua yang berdiri sendiri di samping Allah”.

Demikianlah pandangan Syeikh kami tentang faham Wahdatul Wujud yaitu alam  bukan merupakan wujud kedua yang benar-benar terpisah dari al-Haqq, karena ia adalah pancaran dari zatNya. Juga alam bukanlah zat al-Haqq secara mutlak melainkan sekedar bayanganNya, atau bahkan bayangan dari bayanganNya karena Tuhan adalah Zat Yang Esa, tidak ada sesuatupun yang menyertaiNya (laa syarika lahu), meskipun Ia selalu menyertai segala sesuatu (al-Muhiith).

وَهُوَ مَعَكُمْ اَيْنَمَا كُنْتُمْ

Wa huwa ma’akum ainamaa kuntum

“Dan Dia bersama kamu dimana saja kamu berada”.

كَانَ اللّٰهُ وَلَا شَيْءَ مَعَهُ

Kaanallaahu wa laa syaia ma’ahu

“Allah tetap seperti adaNya tak ada sesuatu pun yang menyertaiNya”.

Syeikh kami pun mengutip keterangan para ulama :

وَهُوَ اْلآنَ عَلَى مَا عَلَيْهِ كَانَ

Wa huwal aana ‘alaa maa ‘alaihi kaana

“Keadaan Allah sekarang, sama dengan keadaanNya dahulu”.

Demikianlah aku tutup bagian pertama risalah ini, semoga Allah melimpahkan ilmu dan kefahaman kepada kita semua agar tidak tergelincir kepada kesesatan. Aamiin Yaa Rabbal ‘aalamiin.

Wassalam,

Jakarta,

Ahad, 6 Ramadhan 1442 H / 18 April 2021 M

https://pasulukanlokagandasasmita.com/risalah-penerang-hati-risaalatu-munawwiril-quluub/

Silahkan download dan cetak Risaalatu Munawwiril Quluub pada link tersebut di atas. Semoga Allah merahmati perbuatan dan amal baik saudaraku dalam menyebarkan ajaran kewalian Mursyid mulia kami yang merupakan Wali Allah yang kesolehan dan ibadahnya sangatlah mulia.

 

 


Share posting

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *