Renungan di Pematang Sawah
Oleh: Gunawan, SP
Sang buruh tani, sungguh mulia. Merekalah pahlawan tanpa jasa yang keseharianya bergelut dengan lumpur bergelimang dengan teriknya matahari
Meskipun kegiatan rutinya, hanya untuk menyambung hidup dengan penuh harap berlanjutnya tungku yang mengepul asap. Itu pertanda hari ini dan esok bisa memasak untuk menghidupi keluarganya sehingga bisa makan.
Menyangkul, menanam, memupuk juga memlihara hingga panen, itulah yang tersirat dibenak pikiranya dengan menghitung waktu, hari bahkan bulan masih tetap rutinitas tak tergantikan.
Sejak usia muda hingga menjelang renta, namu seandainya masih diperlukan tenaganya, mereka pantrang tuk megucap tidak mau. Selagi ada kesempatan mereka tetap berkiprah dan berkarya.
Keberlangsungan hidup adalah tuntutan yang mau tidak mau harus tetap berjalan, walau terkadang tidak sesuai apa yang diharapkan.
Wahai sang buruh tani, engkaulah pahlawan sejati. Kau pelantara yang bisa menyediakan pangan, sayur sehingga jutaan orang bisa terpenuhi kebutuhan hidupnya.
Mereka tinggal beli bahkan duduk manis tinggal makan diatas meja karena sumber uang yang seimbang. Berbeda dengan Sang buruh tani, dia dapat uang kalau Si-kaya bisa mempekerjakanya
kesederhanaan hidup sudah biasa mereka jalani. Bertani mau untung mau rugi tidak tahu yang penting mereka bisa bekerja.
Sungguh mulia wahai buruh taniku. Engkau adalah pahlawan sejati, pahlawan tanpa jasa yang sebenarnya. Semoga rutinitasmu jadi amal yang diridhoi-NYA, Aamiin YRA…