Warung Kopi Bi Sari

Share posting

Oleh : Denny. AR

Ilustrasi-wikiwand.com

Sudah menjadi kebiasaan  sebelum berangkat kerja, aku nongkrong dulu diwarung kopi bi Sari sambil bincang-bincang dengan para pelanggan warung kopi bi Sari yang sudah kukenal.

Topik pembicaraannya serba tak jelas dan terkesan ngawur, dari mulai perang dunia kedua sampai soal korupsi yang sudah kronis di negeri ini yang melanda kalangan atas sampai ketingkat  bawah dan menyengsarakan rakyat-perang Palestina yang berkepanjangan, hutang Negara yang kian hari semakin membengkak, kehawatiran masa depan nasib anak dan cucu kelak, jika pihak asing sudah menguasai kebijakan dan ekonomi dinegeri ini, wabah covid yang merajalela sampai merenggut ribuan jiwa hingga pemerintah kalang kabut mengatasi permasalahan tersebut, banci yang terkencing-kencing karena ketangkap Satpol PP, bahkan perselingkuhan emak-emak di Sosmed yang lagi trendi saat ini yang seakan-akan perbuatan menduakan hati dengan suami itu bukan lagi perbuatan dosa, malah sudah dianggap lumrah. Tentang para penjilat yang hanya mementingkan dirinya sendiri tidak memikirkan masa depan bangsanya, seolah-olah hidupnya akan seratus tahun.dan lain-lainnya…dan lainnya…!!!

Namun seperti biasa juga hingga acara ngopi pinggir jalan bubar menuju tujuan masing-masing, tidak pernah ada kesimpulan  bahkan obrolan panjang  tadi menguap begitu saja bagaikan angin lalu.  Kalau besoknya nongkrong lagi, yaa.. ngobrol lagi, ujungnya bubar lagi. Hal seperti itulah yang aku lakukan ketika ngopi bareng diwarung kopi Bi Sari sebelum berangkat kerja.

Warung kopi  Bi Sari terletak dipinggir jalan raya kotaku yang cukup ramai, meski hanya sebuah roda dipinggir jalan yang ditutupi dengan kain panjang yang sudah kumal dan bangku serta meja panjang dari kayu, tapi warung kopi Bi sari tidak pernah sepi dari pengunjung, terutama orang-orang yang akan pergi bekerja baik sebagai PNS kelas bawah sampai pegawai pabrik ataupun kuli bangunan, bahkan tukang ojeg dan tukang becakpun pada seneng nongkrong dan ngopi bareng di warung kopi bi Sari.

Bi Sari adalah sosok seorang wanita tua yang tangguh, dia wanita yang punya kharisma, ramah dan murah senyum pada setiap orang yang dikenalnya tapi meskipun Bi Sari cukup akrab dengan orang-orang, dia tidak pernah kehilangan harga dirinya , aura wibawanya alami, hingga bermacam ragam karakter orang  yang senang nongkrong di warung kopi Bi Sari merasa segan dan menghargai Bi sari. Sisa-sisa kecantikannya masih nampak walaupun usia dan takdir yang kurang begitu baik telah menggerogoti kecantikan Indo belanda itu.

Pada satu pagi seperti biasa aku sudah nongkrong di warung kopi Bi sari,kebetulan waktunya masih pagi dan orang-orang masih belum pada datang,maka obrolanpun terjadi dan meluncurlah cerita duka panjang Bi sari sejak dia lahir hingga sekarang.:

Pada zaman penjajahan belanda dahulu bapaknya Bi sari yang merupakan Belanda totok  ( tulen ) adalah pejabat disalah satu perkebunan teh yang cukup luas, dia jatuh cinta   pada Minah (ibunya Bi Sari) gadis kampung yang  cantik alami, meskipun Minah berusaha menghindar tapi tuan Belanda itu  tetap mencintainya dan memaksa Minah utuk jadi istrinya,

Saat itu siapapun bumi putra tidak  akan  bisa  menolak  jika sang Belanda punya keinginan, (apapun itu,) temasuk Minah tidak berdaya ketika Sang Belanda itu memgawininya, karena jika saja berani menolak maka urusannya akan panjang dan mengundang derita penjara, bukan saja untuk Minah tapi juga keluarganya.

Minah hidup hanya bersama ibunya yang sudah tua, karena bapaknya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Minah tidak punya siapa-siapa lagi didunia ini dia tidak mau, jika ibunya mengalami kejadian pahit hanya karena gara-gara dirinya menolak keinginan dari salah satu  sang penjajah negeri ini. Ingat hal itu Minah akhirnya pasrah dan menerima menjadi istrinya kedua dari tuan Belanda bernama Kraein Brenk Van Deboor, meskipun bathinnya  teriris pedih.

Sebenarnya Minah sudah mempunyai kekasih bernama Sopian tetangga kampungnya yang merupakan santri terbaik dari ustad  Jili, dimana Minah belajar mengaji, bahkan Minah dan Sopian sudah mengikat ikrar dan janji setia sampai mati. Namun kenyataannnya nasib menentukan lain, Minah dengan terpaksa harus melepaskan Sopian.

Dan hari hari-hari Minah menjadi hari-hari yang duka penuh derita, karena tidak lebih dari tiga bulan Minah menjadi istri tuan Kraein brenk, Sopian mengakhiri hidupnya dengan cara meminum racun di kebun tempat mereka berdua dulu mengikat janji. Minah saat itu sedang mengandung anaknya dari Tuan Belanda yang merupakan sosok asing bagi Minah.

Sekali lagi jiwa Minah terguncang hebat, hampir-hampir putus asa dalam menjalani kehidupannya, tapi untung dasar-dasar keimanan yang diajarkan oleh ibunya masih Minah ingat betul, bahwa Tuhan tidak akan menguji hambanya diluar batas kemampuan hambanya, apalagi bila ingat bahwa dalam dalam tubuhnya ada janin yang sedang dikandungnya. Minah memasrahkan semua yang terjadi pada Tuhan yang Maha Kuasa dan berusaha menelan semua kesedihan serta deritanya.meskipun sebagian jiwa Minah sudah hilang terbawa oleh Sopian kekasih hatinya yang telah pergi untuk selamanya.

Tepat pada bulan kelima usia kehamilannya, Minah harus rela ditinggalkan oleh ibu yang sangat dicintainya. lengkap sudah derita Minah dalam hidupnya yang penuh duka dan nestapa, tapi Minah pantang menyerah pada nasibnya, dia jalani hari-harinya dengan sabar dan tabah, “Apapun yang terjadi aku harus kuat,bagaimanapun caranya aku harus menyelamatkan si jabang bayi ini,” bisik Minah sambil mengusap perutnya yang mulai membesar. Hatinya menangis, jiwanya terkoyak, air mata Minah tidak bisa dibendung lagi. Dia menangisi hari-harinya sendiri, kenapa nasibku begini pahit,Tuhan..?

Orang-orang yang aku sayangi satu persatu telah kau ambil, mulai ayahku, kekasihku, kini ibuku yag kau ambil. Aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi dalam dunia ini, kuatkanlah jiwaku ya  Tuhan..Hanya itu doa Minah yang dipanjatkan tiap selesai solat malamnya.

Begitulah Minah dalam menjalani hari- hari panjangnya, hingga   pada suatu hari lahirlah si jabang bayi yang merupakan masa depannya, tapi sayang, seiring dengan senyum bahagia seorang ibu menyambut kehadiran anak pertamanya, sang suami Tuan kraein Brenk menerima tugas  untuk pergi kesatu tempat yang entah dimana, Minah tidak cukup paham posisi sang suaminya yang jelas dinegara ini sedang berkecamuk perang untuk merebut kemerdekaan, suami Minahpun raib entah kemana. Hingga putri Minah bernama Sari berusia lima tahun, suaminya tak pernah kembali.

Sebagai orang desa Minah tidak mampu berbuat banyak untuk mencari sang suami, karena saat itu yang namanya belanda sedang dihajar habis-habisan oleh pribumi. Dimana-mana terjadi penangkapan orang-orang Belanda karena Belanda sudah kalah perang, hanya itu yang Minah ketahui,selebihnya Minah pasrah pada keadaan.

Setiap yang berbau Belanda pasti dibenci dan diikucilkan oleh lingkungan, maka Minah dan sang pelita hatinya bernama Sari mengungsi ke pinggiran hutan yang sepi, karena takut kena dampak dari apa yang sedang terjadi, apalagi jika melihat kenyataan bahwa perawakan anaknya sama sekali jauh berbeda dengan  wajah orang-orang disekitarnya. Dia mempunyai tubuh yang jangkung, kulit  bule mata hijau dan hidung mancung. Jadi warga sekitarnya membenci Minah dan anaknya, karena dianggap keturunan penjajah, katanya.

Minah dan anaknya hidup disebuah gubuk pinggiran hutan yang dibuatkan oleh seorang tua kampung yang merasa iba terhadap nasib yang dialami oleh Minah dan anaknya,Tiap hari Minah hanya mengandalkan dari berccocok tanam singkong, ubi atau apa saja yang sekiranya bisa menyambung hidupnya bahkan kadang hasil dari tanamannya tersebut Minah bawa ke  pasar kecamatan untuk dijual.

Bertahun tahun sudah Minah dan anaknya merasa tentram dengan hidup mengasingkan diri dipinggiran hutan tersebut, namun tiba-tiba satu hari datanglah ramai-ramai para tentara dan rakyat untuk menjaga hutan, Minah dan anaknya tidak mengerti dengan apa yang terjadi tapi belakangan Minah mendengar selentingan bahwa hal tersebut adalah PAGAR BETIS, sebuah kegiatan Negara untuk mempersempit gerak langkah para gerombolan yang ingin mendirikan Negara di negeri ini.

Tentu saja hal tersebut mengusik ketentraman hidup Minah dan anaknya, apalagi setelah ada seorang tentara yang sering mampir ke gubuknya sekedar meminta air minum dan istirahat, tapi akhirnya tentara tersebut meminta Minah jadi istrinya, maka dengan rasa takut yang luar biasa Minahpun tak mampu menolak karena sang tentara sudah bekerja sama dengan para tokoh kampong yang mempengaruhi hati Minah, bahkan sedikit mengancam jika Minah menolak maka akan ada bahaya, lagi-lagi Minah tak berdaya akan takdirnya yang pahit. Dia harus melewati hari-harinya dengan laki-laki asing yang sama sekali tidak dikenal dan sangat ditakutinya.

Sari anaknya yang baru menginjak usia remaja, merasa prihatin pada nasib ibunya, karena bapak sambungnya tidak pernah memperlakukan ibunya sebagaimana biasa bahkan datangnyapun kadang hanya seminggu sekali, kadang sebulan sekali bahkan suatu saat pernah tidak  datang dalam waktu yang cukup lama, dan Sari mendengar  bahwa bapak sambungnya sudah beristri diluar kota sana.

Melihat kenyataan itu jiwa Sari merasa terpukul, bahkan nyaris bunuh diri karena melihat derita-demi derita yang dialami oleh ibunya seakan tidak pernah berahir, hingga suatu hari dia memutuskan untuk pergi ke kota untuk mencari kehidupan yang lebih layak meski sebebenarnya hanyalah untuk menghindari segala penderitaan yang dia alami bersama ibunya.

Ibunya hanya bisa menangis melepas kepergian anaknya,”hati-hati dikota nak, pandailah membawa diri,maafkan ibu yang tak bisa membahagiakanmu selama ini,” ungkap ibunya, Sari hampir saja menangis ketika ibunya memeluk erat tubuhnya seakan ada sesuatu yang berat didalam hatinya, namun tekad Sari sudah bulat, “aku pergi bu, doakan saja Sari selalu ada dalam lindunganNYA,” ucap Sari Air mata ibunya ahirnya tertumpah juga sampai tubuh sari tak terlihat lagi.

Hampir tiga hari Sari meggelandang di kota yang baru di injak semur hidupnya, dia bingung mau kemana dan mau apa, namun untungnya pada satu sore dia melewati sebuah warung kopi punya Pak Rohim, Sari meberanikan diri mendatanginya serta mengutarakan maksudnya ingin bekerja apa saja. Setelah beberapa saat terlibat obrolan ahirnya Pak Rohim menerima Sari untuk bekerja membantu diwarung kopinya.

Haripun bergulir, karena sari giat dalam bekerja baik dalam penampilan serta pandai mengambil hati Pak rohim dan istrinya ahirnya Pak Rohim mengangkat Sari sebagai anaknya, karena kebetulan Pak Rohim tidak mempunyai anak meskipun sudah rumah tangga berpuluh-puluh tahun.

Sari sangat disayangi oleh Pak Rohim, seiring waktu Saripun beranjak dewasa dan Pak Rohim beserta istrinya semakin tua, dan tidak bisa mengelola warung kopinya hingga pada ahirnya Sarilah yang mengelola warung kopi Pak rohim tersebut.

Semenjak kehadiran Sari diwarung kopi itu, para pelanggan semakin banyak dan warung kopi Pak Rohim semakin terekenal, dimana hal tersebut sangat berpengaruh pada peningkatan ekonomi Pak Rohim dan Bu rohim.

Pak Rohim merasa bangga mempunyai anak angkat seperti Sari, bahkan istri Pak Rohim sangat menyayanginya, karena berkat kehadiran Sari rumah tangga Pak Rohim semakin makmur, bahkan sudah bisa membangun rumah yang layak secara permanen yang cukup nyaman  untuk dihunni oleh tiga orang.

Lima tahun Sari tidak pulang ke kampung halamannya, karena belum cukup tabungan untuk pulang kampung. Sari ingin membahagiakan ibunya dengan memperbaiki rumahnya yang reyot, hari itu Sari berpamitan pada Pak Rohim dan Bu Rohim untuk pulang menengok ibunya, pak Rohimpun dengan berat hati melepaskan Sari pergi menengok ibunya.

” Jangan lama-lama ya, Sar…bapak dan ibu sangat membutuhkanmu, terutama ibu akan sangat kehilangan kamu jika-lama-lama kamu dikampung” kata Pak rohim…Sari hanya mengangguk dan pergi,” ujar mereka.

Setibanya di kampung halamannya, Sari tidak menemukan rumahnya dulu, Sari bingung, dan pergilah kepada orang-orang sekitarnya, namun kabar yang didapat sangat memukul hatinya.

Kata orang-orang sekitarnya, bahwa ibunya sudah meninggal setahun yang lalu ketika gerombolan menyerang perkampungan ini, semua rumah dibakarnya tidak terkecuali rumah Minah ibunya Bi sari, karena rumahnya jauh dari perkampungan maka tak satupun warga yang mengetahui apa yang terjadi menimpa Minah, baru beberapa hari kemudian Minah diketemukan dalam puing-puing rumahnya sudah menjadi mayat, dan dikuburkan oleh masyarakat setempat.

Sari sedih dan merasa tak  ada gunanya lagi hidup didunia ini, satu-satunya orang yang sangat dicintainya adalah ibunya, sedangkan sekarang ibunya sudah tiada lagi, ”buat apa aku hidup didunia ini,” bisiknya.

Ketika Sari berada pada puncak kekecewaannya dan putus asa yang sangat mendalam, bahkan berniat mengahiri hidupnya, tiba-tiba berkelebat wajah Pak Rohim dan Bu Rohim, membuat sari tersadar dan mengurungkan niatnya untuk bunuh diri. ” Aku harus kuat” bisik hatinya.

Sari duduk disisi batu nisan ibunya dengan segala doa, air matanya sudah habis terkuras, lalu berpamitan padanya ibu, seakan akan ibunya masih ada, aku pergi lagi ibu, semoga engkau diterima disisiNYA, tidurlah dalam  pelukan yang maha kuasa, dan Saripun membalikan badan  untuk pergi lagi menelusuri  jalan hidupnya,yang entah sampai kapan…..??

Sekembali dari kampungnya, bi Sari hidup tentram dan bahagia bersama ibu dan bapak angkanyat, sampai akhirnya Pak Rohim dan Bu Rohimpun meninggal dunia, semua peninggalannya diwariskan kepada bi Sari sebagai pewaris tunggal, termasuk warung kopinya yang sekarang dijadikan tempat nongkrong aku dan orang-orang yang akan pergi bekerja, dengan obrolan yang ngawur..

Begitulah sekelumit cerita Bi sari saat pelanggan warung kopi bi Sari masih sepi, aku hanya bisa diam, entah apa yang meski aku komentari pada cerita duka tersebut, lalu aku bertanya, ” kenapa dulu bi Sari nggak kawin saja, toh bi Sari cantik pasti banyak orang yang pada mau pada bi Sari,”  tanyaku.

Bi sari terseyum kecil, ” kawin..buat apa kawin,l aki-laki hanyalah ingin melampiaskan nafsunya saja pada wanita, setelah puas maka dia akan pergi dengan tenang sedangkan wanita yang merupakan akibat akan menaggung resiko seumur hidupnya,” ucapnya.

“ Kok begitu bi,  bi Sari seakan-akan mengkambing hitamkan laki-laki,” protesku.

“ itulah kenyataan yang dialami aku dan ibuku selama ini, aku adalah korban dari ke egoisan dan serakahnya laki-laki, ”  jawab bi Sari….akupun tersenyum bersama-sama bi Sari.

Sebagaimana biasa setiap obrolan di warung kopi  itu, ahirnya akan menguap menjadi angin.

.” Aku pergi dulu bi,” pamitku.

“yaa, hati-hati, wartawan kampret, seniman ketinggalan zaman…” ucap bi Sari  tertawa riang

“ha ha ha…   “, aku tetawa juga sambil berlalu.

Hampir sebulan aku tak nongkrong di warung kopi bi Sari, karena ada tugas keluar pulau  untuk meliput kerusuhan antar warga disuatu tempat, aku sudah kangen pada wajah-wajah pelanggan kopi bi Sari juga pada bi Sari yang sangat baik hati, maka aku memutuskan untuk ngopi sore ini. Namun sesampainya ditempat tersebut, warung bi Sari terlihat tutup dan sepi, aku terpaksa pulang lagi ke rumah dengan pertanyaan yang macam-macam dalam hati.

Karena liburku masih tersisa dua hari lagi, maka hari ini aku tak kemana-mana selain mengurusi burung kesayanganku.Tiba-tiba ada  dua orang tamu menghampiriku yang memberitahukan, bahwa mereka pengurus kampungnya Bi sari, mereka memberitahukan bahwa bi Sari dalam keadaan sakit, dan menyuruh mereka berdua untuk mengundangku datang kerumah bi Sari.

Ada sesuatu yang akan dibicarakannya, jelas aku kaget, kaget karena mendengar bi sari sakit. Lebih kaget lagi karena undangan bi Sari, ada apa bi Sari mengundang aku kerumahnya dengan melibatkan pengurus kampungnya.

Sebelum aku bisa berpikir jernih, akupun mengikuti anjuran pak pengurus untuk datang kerumah bi Sari.

Dirumah Bi Sari sudah terlihat banyak orang, diantaranya beberapa orang tokoh dan pengurus kampung. Aku melihat bi Sari tergolek lemah diatas kasur dengan mata terpejam, wajahnya terlihat putih bersih dan cantik bercahaya.

Aku menghampirinya. Bi Sari membuka matanya perlahan, lalu berkata , “Kamu sudah datang wan,”  Iya bi,” jawabku

“Wan, sebentar lagi bibi akan pergi, maafkan segala kesalahan bibi, karena dalam pergaulan kita selama ini siapa tahu ada kesalahan bibi baik yang sengaja ataupun yang tidak sengaja,” lirihnya

“ Ahh bibi jangan bicara begitu ,bibi harus sehat lagi, biar kita bisa ngobrol lagi bercanda lagi sambil minum kopi bersama teman-teman, ” kataku

“ tidak Wan, ibuku sebentar lagi akan menjemput, bibi sudah mengamanatkan segalanya kepada para tokoh dan pengurus kampung ini, untuk itu sepeninggal bibi nanti tanyakanlah perihal tersebut kepada mereka,” katanya lemah.

Aku semakin bingung, ada apa sebenarnya namun tiba-tiba bi Sari memegang tanganku…”Wan bibi pergi sekarang ya, bila mati bibi belum rapih maka rapihkanlah dengan tanganmu, karena bibi merasa hanya tanganmulah yang paling bersih untuk mengantarkan bibi pergi,” suaranya melemah.

bi Sari mengehela nafas panjang dan terdiam sambil tersenyum, maka akupun mengusap wajahnya  menutupkan-matanya untuk selama lamanya…Innalilahi wa inailaihi rojiun…..Bi sari pedagang kopi yang baik hati telah pergi dengan tenang dan damai….Selamat jalan bi Sari, tenanglah dalam tidur panjangmu, ku yakin surga telah menantimu….!

Setelah dipulasara dan dikebumikan sebagaimana mestinya, aku diajak bincang-bincang oleh para tokoh dan pengurus kampung tersebut, yang intinya, sebelum meninggal bi Sari sudah mewasiatkan kepada para tokoh kampung dan pengurus bahwa semua harta peninggalannya diberikan kepadaku, sementara warung kopinya di wariskan kepada Sulaeman seorang tukang becak salah satu pelanggan warung kopi bi Sari, untuk diteruskan berjualan kopi disana.

Sesampainya dirumah, aku tak habis pikir, mengapa bi Sari mewasiatkan hal tersebut kepadaku, tapi untuk sementara aku tak pikirkan dulu hal tersebut, namun aku lebih fokus pada acara berdoa bersama ( tahlilan) dirumahku, istriku setuju bahwa tradisi doa bersama dari mulai hari pertama  sampai tujuh hari bahkan empat puluh harinya, diadakan dirumahku saja karena bi Sari sudah tidak punya keluarga dan aku bersama istri sudah menganggap bi Sari sebagai orang tua sendiri…dan kebetulan juga saat itu aku ada sedikit rejeki, karena baru pulang tugas dari luar kota.

Tepat ke 40 harinya bi Sari meninggal, aku mendatangi kampung dimana almarhumah bi Sari tinggal dan mengadakan pembicaraan dengan para tokoh yang menerima amanat wasiat bi Sari.

Setelah melalui obrolan panjang, akhirnya aku mengambil keputusan, bahwa semua harta peninggalan bi Sari rencananya akan aku jual, sementara uangnya akan aku  sumbangkan/ atau disodakohkan kepada yayasan yatim piatu dan panti jompo serta masjid yang sedang dibangun atas nama bi Sari.

Hal tersebut disetujui oleh semua tokoh, bahkan pelaksanaannya bukan hanya dikerjakan oleh aku, tapi juga oleh semua tokoh dan para pengurus kampung.

120 hari sudah sepeninggal bi Sari, semua urusan tetang wasiatnya sudah aku laksanakan secara bersama-sama dengan para pengurus dan tokoh, hatiku merasa lega…dan plong …..tapi setiap akan berangkat kerja aku merasa ada kurang dalam hidupku. Ada yang hilang dari hatiku, terkadang secara tak sengaja tiba-tiba air mataku menetes bila mengingat bi Sari yang telah pergi.

Selalu terbayang dalam ingatanku, wajah Bi sari ketika menyodorkan kopinya ke mejaku sambil berbisik dan penuh senyuman “ Selamat menimati wahai wartawan kampret seniman katinggalan zaman,” candanya.

Lalu aku menjawab dengan candaan yang sama, “ terimakasih  Bi sari yang cantik Indo Belanda yang ketiban kesemek, ” jawabku sekenanya.

“ ha ha ha haaa..” Dan tawa kamipun berkumandang lepas tanpa beban…Namun sekarang tidak akan ada lagi candaan  Bi sari yang membuat orang-orang merasa bahagia dalam dunia yang hanya sekejap ketika Ngopi diwarung kopi Bi sari, seorang wanita tangguh yang mempunyai harga diri tinggi serta daya juang yang luar biasa.

Bi Sari tidak pernah mengeluh dengan takdirnya yang sedih, bahkan bi Sari bersyukur setiap saat karena Tuhan telah memberi kesempatan hidup untuk melakukan kebaikan pada sesama dan beribadah kepadaNYA.****

Dunia adalah Pentas

Kita para pelakunya

Entah siap atau tidak

Lakon akan tetap dimainkan

GCW. 09.21

 

Catatan :

Penulis adalah wartawan senior, Koordinator Reforter GrahaBigNews Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut.

 

 

 

 

 

 

 


Share posting

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *