TAK KAN PERNAH KITA TERLEPAS DARI PERGUNJINGAN MANUSIA

Share posting

Artikel Eksklusif

Oleh : H Derajat

Ilustrasi google search-aminbenahmed.blogspot.com

Dalam sebuah riwayat diceritakan, pada suatu hari Luqman Hakim telah masuk ke dalam pasar dengan menaiki seekor himar, sedangkan anaknya mengikut dari belakang.

Melihat tingkah laku Luqman itu, setengah orang pun berkata, “Lihat itu orang tua yang tidak bertimbang rasa, sedangkan anaknya dibiarkan berjalan kaki.”

Setelah mendengarkan desas-desus dari orang ramai maka Luqman pun turun dari himarnya itu lalu diletakkan anaknya di atas himar itu.

Melihat yang demikian, maka orang di pasar itu berkata pula, “Lihat orang tuanya berjalan kaki sedangkan anaknya enak enakan menaiki himar itu, sungguh kurang ajar anak itu.”

Setelah mendengar kata-kata itu, Luqman pun terus naik ke atas belakang himar itu bersama-sama dengan anaknya.

Kemudian orang ramai pula berkata lagi, “Lihat itu dua orang menaiki seekor himar, adalah sungguh menyiksa himar itu.”

Oleh karena tidak suka mendengar perkataan orang, maka Luqman dan anaknya turun dari himar itu, kemudian terdengar lagi suara orang berkata, “Dua orang berjalan kaki, sedangkan himar itu tidak dikendarainya.”

menasehati anaknya tentang sikap manusia dan pergunjingan mereka, katanya, “Sesungguhnya tiada terlepas seseorang itu dari percakapan manusia. Maka orang yang berakal tiadalah dia mengambil pertimbangan melainkan kepada Allah S.W.T saja. Barang siapa mengenal kebenaran, itulah yang menjadi pertimbangannya dalam setiap mengambil tindakan.”

Kemudian Luqman Hakim berpesan kepada anaknya, katanya, “Wahai anakku, tuntutlah rezeki yang halal supaya kamu tidak menjadi fakir. Sesungguhnya tiadalah orang fakir itu melainkan tertimpa kepadanya tiga perkara, yaitu tipis keyakinannya (iman) tentang agamanya, lemah akalnya (mudah tertipu dan diperdayai orang) dan hilang kemuliaan hatinya (kepribadiannya), dan lebih celaka lagi daripada tiga perkara itu ialah orang-orang yang suka merendah-rendahkan dan meringan-ringankannya (menganggap enteng cara pencarian rizkinya).”

Kita tutup dengan doa :

رَبَّنَا لاَ تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِّلْقَوْمِ الظَّالِمِينَوَنَجِّنَا بِرَحْمَتِكَ مِنَ الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

Rabbana la taj’alna fitnatan lil qaumidz dzalimin. Wa najjina birahmatika minal qaumil kafirin.

“Ya Tuhan kami.  Semoga Engkau tidak menjadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang dzalim (buruk amal perbuatannya), dan pastinya Engkau pun berkenan menyelamatkan kami dengan rahmat-Mu dari (tipu daya) orang-orang yang kafir (mengingkari dan memusuhi ajaran-ajaran-Mu).” (QS. Yunus: 85-86).

 


Share posting

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *